visitaaponce.com

Perlu Adanya Diversifikasi Pangan Atasi Bencana Kelaparan Papua

Perlu Adanya Diversifikasi Pangan Atasi Bencana Kelaparan Papua
Ilustrasi diversifikasi pangan(ANTARA FOTO/Arnas )

GURU Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB University Dwi Andreas Santosa menilai perlu dilakukan diversifikasi pangan di wilayah Papua untuk mengatasi bencana kelaparan yang melanda wilayah tersebut.

"Perlu adanya diversifikasi pangan untuk mencukupi kebutuhan pangan warga Papua," kata Andreas saat dihubungi, Selasa (1/8).

Menurut dia, kelaparan yang melanda masyarakat Papua sudah sering terjadi. Pasalnya, berdasarkan histori, wilayah itu dulunya sering diberikan bantuan beras dari pemerintah. Setelah bantuan itu hilang, masyarakat jadi terbiasa bergantung pada bantuan tanpa mengembangkan pertaniannya sendiri.

Baca juga: IPB Sebut Produksi Pertanian akan Turun 5% Akibat El Nino

"Untuk kasus kematian di puncak, Papua Tengah, itu memang di sana dataran tinggi, dan saat padi ditanam suka menjadi beku karena udara yang dingin," ucap dia.

Mengenai adanya food estate di wilayah tersebut, Andreas menilai bahwa pemerintah juga tidak boleh melupakan petani-petani lokal yang masih aktif. Pasalnya, kemandirian petani juga menjadi penting untuk ketahanan pangan satu wilayah.

Baca juga: Stok Bahan Pangan Nasional Aman Hingga Akhir 2023

"Perlu adanya teknologi juga dalam hal ini, bagaimana kemudian agar lahan itu subur dan tidak terjadi kegagalan panen. Itu sangat penting untuk ketahanan pangan," ucap dia.

Di samping itu, ia menilai ada empat hal yang perlu diperhatikan untuk menyukseskan food estate dan berpengaruh pada masyarakat sekitar. Pertama, perlunya kesesuaian treatment lahan untuk menyuburkan pertanian.

"Lalu kesesuaian infrastruktur untuk menunjang kebutuhan usaha tani. Bukan hanya irigasi, tetapi juga untuk usaha tani dan hasilnya," ucap dia.

Lalu pilar ketiga, yaitu kelayakan budi daya dan teknologi seperti pemupukan dan pengendalian hama. Dan keempat ialah kelayakan sosial-ekonomi. Menurutnya, tingkat minat sumber daya manusia untuk mengelola lahan baru juga harus dipertimbangkan.

Terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Tengah Bayu Herinata mengungkapkan bahwa proyek food estate yang dijalankan pemerintah belum memiliki perencanaan yang matang. Karenanya, proyek itu tidak bisa menjawab permasalahan keterbatasan pangan di wilayah.

“Bisa kita lihat setelah tiga tahun proyek ini tidak berjalan maksimal dan lebih banyak masalah yang menjadi terjadi, hal ini akibat dari perencanaan yang tidak matang dan tidak menggunakan kajian-kajian penting seperti kajian lingkungan hidup dan yang lainnya," ucap dia.

Menurut dia, bantuan yang diberikan kepada petani setelah adanya proyek food estate juga menjadi masalah. Pasalnya, bantuan seperti bibit, racun, kapur itu datang sebelum lahan dibuka, sehingga selama proses pembukaan lahan membuat bantuan seperti padi menjadi kadaluarsa atau tidak layak untuk ditanam dan kapur banyak yang hancur akibat terlalu lama dibiarkan.

Ditambah lagi setelah pembukaan lahan selesai, menurut warga lahan tersebut tidak siap untuk dikelola akibat masih banyak tumpukan kayu di tengah lahan dan irigasi yang belum dibuat untuk mengatur keluar masuknya air yang membuat warga memilih untuk tidak mengelola lahan tersebut. 

“Proyek ini harus segera dihentikan, baik yang masih terencana dan yang sudah berjalan khususnya kegiatan ekstensifikasi atau pembangunan lahan sawah baru, serta melakukan evaluasi kepada semua pihak yang telah terlibat dalam pelaksanaan proyek food estate ini," pungkas Bayu. (Ata/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat