visitaaponce.com

KPAI Negara Belum Serius Lindungi Anak Pekerja Migran Indonesia

KPAI: Negara Belum Serius Lindungi Anak Pekerja Migran Indonesia
PEMULANGAN: Pekerja Migran Indonesia dari Malaysia yaitu Nuli Yustina (ketiga kiri) bersama enam anaknya di Kantor BP2MI Pontianak, Kalbar,(ANTARA/JESSICA HELENA WUYSANG)

KOMISIONER Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Rahmayanti menyebut negara belum maksimal dalam melindungi anak dari para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang selama ini menjadi pahlawan devisa untuk negara. Banyak anak PMI yang terpaksa ditinggal kedua orang tua untuk bekerja ke luar negeri tanpa dapat perlindungan yang pasti dari keluarga atau orang-orang terdekatnya.

Hal itu dapat dilihat dari kasus kekerasan seksual yang dialami dua anak pekerja migran di Bojonegoro, Jawa Timur sekaligus menjadi bukti negara masih belum menempatkan isu perlindungan anak pekerja migran sebagai isu prioritas.

“Pastinya ini seperti gunung es, beberapa permasalah di anak PMI itu banyak sekali, termasuk kasus seperti ini, kemudian pernikahan anak. Tentu ini harus menjadi perhatian bersama. Apalagi pekerja migran itu jadi pahlawan devisa, tetapi perlindungannya minim, dan belum jadi isu prioritas bagi negara,” ujar Ai kepada Media Indonesia, Senin (4/9).

Ai juga menyampaikan bahwa sebetulnya Indonesia sudah memiliki regulasi yang tegas dan mengamanatkan bahwa anak dari para pekerja migran harus mendapatkan pengasuhan yang optimal dari komunitas atau masyarakat. Tanggung jawab pengasuhan anak pekerja migran menjadi tanggungjawab masyarakat sekitar dan dinas ketenagakerjaan setempat.

Namun, implementasi dalam perlindungan dan pengasuhan anak pekerja migran ini masih belum optimal. Secara umum, Ai menyebut sudah ada beberapa regulasi, pertama di UU No.6 tahun 2012, yang sudah diratifikasi konvensi terkait perlindungan hak seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya.

Kemudian dalam UU 18/2017 juga ada regulasi terkait hak pekerja migran dan keluarga pekerja migran. “Kemudian yang terbaru itu, UU 59/2017 terkait desa migran produktif. Di desa migran produktif ini ada empat pilar, selain untuk PMI, di sana juga ada perlindungan anak, lalu pilar ketiga community parenting. Pengasuhan bersama oleh komunitas,” jelas Ai.

“Di program community parenting untuk anak pekerja migran ini didesain bahwa perlindungan anak PMI bukan hanya menjadi tanggung jawab keluarga PMI saja. Tetapi ada pelibatan lingkungan masyarakat. Jadi kalau community parenting ini benar-benar bisa dilaksanakan, masyarakat sudah dibangun secara perspektifnya, bahwa tanggungjawab perlindungan anak PMI itu tanggung jawab bersama, tentu ini menjadi solusi bagi perlindungan anak itu sendiri,” tambahnya.

Namun sayangnya, mayoritas masyarakat saat ini masih belum memahami dan teredukasi dengan baik tentang hak dasar anak untuk terlindungi dari ancaman kekerasan. Ai juga menyebut tetangga yang menjadi pelaku terhadap kekerasan terhadap anak pekerja migran, justru membuat program community parenting itu tidak berguna sama sekali. Sebab, orang terdekat dan komunitas terdekat justru menjadi ancaman bagi anak pekerja migran.

“Ketika ada kasus anak PMI mendapatkan kekerasan dari tetangga, ini jadi kontroversi. Harusnya pengasuh melindungi, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Harus ada tanggung jawab sekitar, baik itu dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemerintah desa. Apalagi di desa migran produktif biasanya ada komunitas pengasuhan yang di sana juga ada petugas desmigratifnya. Untuk kasus ini tentu menjadi pemantik sejauh mana kementerian yang memiliki program ini (Kemenaker) bisa benar-benar serius untuk mengoptimalkan program pengasuhan bersama komunitas ini,” tukasnya.

Sebelumnya dilaporkan telah terjadi kekerasan seksual yang dialami dua anak dari pasangan pekerja migran di Bojonegoro, Jawa Timur. Diketahui ST, bapak dari kedua anak tersebut bekerja di Kalimantan dan ibunya menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri. Kedua anaknya itu dititipkan kepada AR (68), tetangga yang juga sekaligus menjadi pelaku pemerkosaan terhadap dua kakak beradik itu. Diketahui korban sudah mendapatkan pendampingan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemensos berupa pendampingan kesehatan fisik dan psikologis guna mengurangi trauma dan tekanan yang dialami korban.(H-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat