visitaaponce.com

UPH Gelar Seminar Nasional Soroti Perlindungan Hukum Tenaga Medis dan Pasien

UPH Gelar Seminar Nasional Soroti Perlindungan Hukum Tenaga Medis dan Pasien
Seminar Nasional terkait UU Kesehatan di Magister Hukum UPH(Istimewa)

Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 11 Juli 2023 dan resmi ditandatangani Presiden RI Joko Widodo pada 8 Agustus 2023. UU yang terdiri dari 20 Bab dan 458 Pasal itu menjadi isu yang krusial bagi dunia kesehatan di Indonesia.

Merespons isu tersebut, Program Magister Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) menggelar Seminar Nasional dengan tema Perlindungan Hukum Kepada Tenaga Medis dan Pasien Pasca Diundangkannya Undang-Undang Kesehatan.

Dalam sambutannya, Ketua Program Studi (Kaprodi) Magister Hukum UPH Agus Budianto  menyampaikan disahkannya UU Kesehatan membuat sebanyak 11 UU dicabut atau tidak berlaku lagi. UU tersebut meliputi UU Nomor 419 Tahun 1949 tentang Ordonansi Obat Keras; UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular; UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa; UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan; UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan; UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran; dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.

Baca juga: Sidang MK, 5 Organisasi Profesi Sebut UU Kesehatan Cacat Formil

“Pengesahan undang-undang ini justru menyisakan riak-riak permasalahan, khususnya tentang perlindungan tenaga kesehatan serta hak dan kewajiban mereka yang sebelumnya telah diatur di tiap-tiap undang-undang. Permasalahan-permasalahan pembentukan UU Kesehatan ini akan dibahas dalam seminar ini,” papar Agus dalam keterangannya, Kamis (19/10).

Dekan Fakultas Hukum (FH) UPH Velliana Tanaya mengatakan terbitnya aturan baru itu merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan, masyarakat umum, dan pemerhati hukum.

Baca juga: STR Seumur Hidup untuk Nakes Berpotensi Rugikan Pasien

“Pembentukan undang-undang ini harus kita mengerti maksudnya dan bagaimana proyeksi ke depannya. Tidak hanya untuk dunia kesehatan, tetapi juga dunia hukum. Saya rasa sebagai mahasiswa dan akademisi hukum kita juga harus up to date dengan perkembangan-perkembangan ini,” kata Velliana.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyebut UU yang diinisiasi DPR tersebut diharapkan dapat mengakselerasi pelaksanaan transformasi kesehatan di Indonesia dan menjawab berbagai macam masalah kesehatan, mulai dari pelayanan primer, pelayanan rujukan, ketahanan kesehatan, pendanaan, Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, dan teknologi kesehatan.

Dia memberikan contoh terkait masalah SDM kesehatan, seperti produksi tenaga kesehatan yang kurang, distribusi tidak merata, perizinan yang rumit, hingga rentannya kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan.

Menurutnya, masalah-masalah itu dapat diatasi dengan tiga manfaat dari UU Kesehatan. Pertama, jumlah dan distribusi tenaga kesehatan menjadi cukup dan merata. Kedua, proses perizinan akan menjadi cepat, mudah, dan sederhana. Ketiga, tenaga kesehatan yang rentan dikriminalisasi akan mendapatkan perlindungan hukum secara khusus.

Selanjutnya, Dante juga menyoroti permasalahan hukum terkait meningkatnya kasus malapraktik yang mencapai 370 kasus pada 2020. Tingginya sengketa medis itu berpotensi menciptakan defensive medicine, yaitu kondisi ketika dokter menghindari melakukan prosedur medis yang berisiko tinggi, dengan tujuan untuk menghindari tuntutan atau gugatan yang berlebihan dari pasien dan hakim. Untuk mencegah hal tersebut, Dante memandang hadirnya UU Kesehatan berupaya menyeimbangkan perlindungan hukum bagi tenaga medis, tenaga kesehatan, dan pasien.

“Ada dua upaya yang terdapat dalam UU Kesehatan. Pertama, adanya majelis yang berfungsi melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran pidana dan perdata. Upaya ini akan menghasilkan rekomendasi apakah terdapat ketidaksesuaian dengan standar profesi, standar pelayanan atau standar prosedur operasional. Kedua, mengutamakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme keadilan restoratif,” jelas  Dante. (RO/Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat