visitaaponce.com

502 Aduan Kekerasan Anak di Sepanjang 2023

502 Aduan Kekerasan Anak di Sepanjang 2023
Ilustrasi(Thinkstock )

KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan pihaknya sudah menerima 2.265 kasus pengaduan anak terkait Pemenuhan Hak Anak (PHA) sebesar 1.558 (60,8%) dan Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebesar 707 (31,2%). Melalui data tersebut, KPAI menerima 502 pengaduan terkait kasus anak menjadi korban kekerasan fisik, psikis dan seksual per November 2023.

“Pengaduan untuk Klaster PHA mayoritas berasal dari lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif dengan persentase kasus 57,6%. Hal ini menjadi kekhawatiran karena yang paling dekat dengan anak adalah keluarga. Banyak kasus yang masuk terkait anak korban pengasuhan bermasalah/konflik orang tua/keluarga, anak pelarangan akses bertemu orang tua dan anak korban pemenuhan hak nafkah,” jelas Ai Maryati Solihah

Sementara itu, Ai memaparkan kasus anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis selama Januari-Oktober 2023 menerima sebanyak 303 kasus, anak sebagai korban penganiayaan (perkelahian atau pengeroyokan) sebanyak 191 kasus, anak sebagai korban pembunuhan sebanyak 72 kasus, anak sebagai korban kekerasan psikis sebanyak 38 kasus, dan anak sebagai korban tawuran (keamanan negara atau undang-undang darurat) sebanyak 2 kasus.

Baca juga: Ini Kronologi Ayah Banting Anak hingga Tewas dari Sang Ibu

Sementara untuk data pengaduan kekerasan seksual terhadap anak, KPAI menemukan sebanyak 352 kasus sepanjang tahun 2023. Ai mengatakan bahwa ada berbagai hambatan dalam pembuktian kasus kekerasan seksual di tingkat kepolisian.

“Akses korban terhadap layanan pendampingan dan pemulihan masih terbatas dan masih terjadi kriminalisasi terhadap korban berupa ancaman, intimidasi, dan lainnya,” jelasnya.

Baca juga: KPAI Sebut Posisi Anak dalam Keluarga Masih Terancam

Menurut jenis kelamin, perempuan masih didominasi menjadi korban sebesar 1.540 (48,7%) dan jenis kelami laki-laki sebesar 1.489 (47,1%). Ameenara untuk mayoritas kelompok usia yang menjadi korban, berasal dari usia 15-17 tahun dan disusul oleh 12-14 tahun. Selain itu, sepanjang 2023 terdapat 16.320 anak yang menjadi korban dalam masalah hukum.

Melalui data tersebut, Ai memaparkan jumlah data teradu sebanyak 2.462, dengan rincian teradu berjenis kelamin laki-laki adalah 51,5% dan persentase berjenis kelamin perempuan adalah 21,9%. Di mana persentase Lembaga adalah 7,6% diantaranya Lembaga Sekolah, Lembaga Kepolisian, Lembaga Hukum.

Kendati demikian, pada faktanya, Ayah Kandung menempati posisi tertinggi sebagai teradu sebanyak 10,6% dengan kasus lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif serta anak korban kejahatan seksual. Selain itu, persentase Ibu Kandung adalah 6,2% tidak jauh berbeda dengan Ayah Kandung dengan kejadian tertinggi pada kasus lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif.

Ai mengatakan beberapa kasus viral menarik perhatian masyarakat masih menjadi fenomena gunung es dan masih banyak yang belum teradukan. Dua tahun terakhir korban kekerasan berasal dari perlindungan dan pengasuhan keluarga alternatif, sehingga anak-anak menjadi rentan terkena kekerasan.

“Anak-akan korban kejahatan seksual dan anak korban kekerasan fisik selalu menempati angka tertinggi di dalam klaster pengaduan anak. Secara makro kekerasan terhadap anak masih didominasi oleh pelaku orang dewasa,” ujarnya.

Memasuki tahun politik, Ai mengatakan bahwa anak-anak rentan menjadi objek eksploitasi pemilu oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab. Pada kesempatan yang sama, Ai memaparkan berbagai macam pelaporan dan informasi temuan masyarakat dan Bawaslu terkait bentuk penyalahgunaan dan eksploitasi anak dalam rangka Pemilu 2024. Setidaknya hingga Desember 2023, terdapat 94.956 anak yang belum memiliki hak pilih didaftarkan sebagai pemilih.

“Banyak penyalahgunaan identitas dan foto profil anak, hal itu bisa dilihat melalui baliho dengan foto anak untuk tujuan mengolok-ngolok lawan politik. Ada juga penyalahgunaan anak sebagai corong pilihan politik melalui video pendek (4 video) yang tersebar di masyarakat dan satu video anak sebagai penganjur untuk memilih paslon tertentu,” jelasnya.

Penyalahgunaan anak sebagai target politik uang juga dilakukan dengan memberi iming-iming materi seperti pulsa mengikuti video games online hingga melibatkan siswa dan guru di Lampung Selatan pada Juni 2023 untuk deklarasi Capres dan kampanye parpol di SMK pada Juli 2023.

“Pelanggaran juga terjadi dengan melibatkan anak dan mengenakan atribut kampanye pada anak dalam seremonial pendaftaran capres dan cawapres di KPU pada Oktober 2023. Ada juga yang melibatkan anak dalam kampanye dengan membagikan susu dan buku secara simbolik kepada anak-anak di lokasi kampanye,” jelasnya (Dev/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat