visitaaponce.com

Di Balik Manfaat Internet, Ada Masalah Perlindungan Bagi Anak yang Harus Diutamakan

Di Balik Manfaat Internet, Ada Masalah Perlindungan Bagi Anak yang Harus Diutamakan
Seorang murid PAUD mengikuti pembelajaran menggunakan gim edukasi di Paud Sanggar Cerdas Elina, Tangerang Selatan, Senin (31/10/2022).(ANTARA/SUTLHONY HASANUDDIN)

COUNTRY Director, ChildFund International in Indonesia, Husnul Maad mengatakan bahwa perkembangan teknologi dan masifnya penggunaan internet tentu memberikan manfaat bagi masyarakat. Anak-anak juga tentu menjadi salah satu bagian yang tidak terlepas dari besarnya manfaat dari penggunaan internet.

Namun, di balik manfaat itu terdapat juga permasalahan yang harus bisa diatasi secara bersama, khususnya terkait dengan Online Child, Sexual, Exploitation, and Abuse (OCSEA).

“Kami melihat pentingnya kolaborasi antar pihak untuk membuat lingkungan daring yang aman bagi anak-anak,” ungkapnya dalam Online Talkshow Fireside Chat bertajuk Mengungkap Peran Pendidikan dalam Mencegah Pelecehan dan Eksploitasi Seksual Daring terhadap Anak di Indonesia, Rabu (24/1).

Baca juga: Komnas Perlindungan Anak: Pelaku Rudapaksa harus Dikebiri

Baca juga: Pelajar SMP Pelaku Pencabulan Bocah TK Ditetapkan sebagai Tersangka

Indonesia’s Representative on Children’s Rights to ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Right of Women and Children (ACWC) Yanti Kusumawardhani menambahkan bahwa jika melihat di Indonesia, sebetulnya telah terdapat beberapa regulasi yang baik dalam hal perlindungan anak khususnya terkait OCSEA.

“Beberapa kebijakan itu di antaranya Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak sampai yang terbaru ada perubahan kedua Undang-Undang ITE yang memberikan perlindungan eksploitasi seksual kepada anak secara daring,” kata Yanti.

Lebih lanjut, menurutnya pada pertemuan ASEAN Regional Dialogue on Child Online Protection 2023 lalu juga telah ditetapkan beberapa rekomendasi untuk melindungi anak di ranah daring di antaranya pendidikan dan pelatihan bagi anak, guru, pengasuh, dan pejabat pemerintah mengenai perlindungan online anak.

Di tempat yang sama, Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ciput Eka Purwianti menegaskan bahwa perlindungan anak di ranah daring harus memperhatikan tiga aspek penting yaitu sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat.

“Ini merupakan aspek penting untuk memberikan perlindungan anak di ranah daring dan mencegah OCSEA,” tegas Ciput.

Baca juga: Jelang Berakhirnya Masa Jabatan Legislatif, RUU PPRT dan KIA Dipastikan Tereliminir

Baca juga: Keluarga jadi Tameng Pertama Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

KemenPPPA juga memiliki beberapa program di antaranya bersama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Tekonologi lewat program Sekolah Ramah Anak (SRA) berupa satuan pendidikan formal, nonformal, dan informal yang aman, bersih, sehat, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakukan salah lainnya, serta mendukung partisipasi anak dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawasan, dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak di pendidikan.

Pada lini kepengasuhan, KemenPPPA dan Dinas yang mengampu urusan perempuan dan anak di daerah mengembangkan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang tersebar sebanyak 257 unit di Provinsi dan Kabupaten/Kota. 

Selain itu, melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terdapat program Bina Keluarga Remaja berupa kegiatan yang dilakukan oleh keluarga dalam bentuk kelompok kegiatan dimana orang tua mendapatkan informasi dalam meningkatkan bimbingan dan pembinaan tumbuh kembang anak dan remaja secara baik dan terarah dengan dibantu oleh fasilitator dan kader.

Dari lini penguatan masyarakat, KemenPPPA memiliki kader Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang tersebar di sekitar 9.404 Desa/Kelurahan, 1.161 orang Satgas PPA, 518 Kelompok Perlindungan Anak (KPA) di 194 Kabupaten dan 25 Provinsi serta Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (D/KRPPA) berupa Desa/Kelurahan yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintah desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa yang diselenggarakan secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan sesuai dengan visi pembangunan Indonesia.

Baca juga: Peringatan Hari Gizi Nasional, Pemenuhan Gizi Anak dalam 1.000 HPK

Baca juga: Perjanjian Kinerja BKKBN 2024 Diteken untuk Evaluasi Kerja

Dalam lini penguatan teman sebaya, KemenPPPA memiliki Forum Anak yang tersebar di 34 Provinsi, 458 Kabupaten/Kota, 1.625 Kecamatan, dan 2.694 Desa/Kelurahan yang berperan sebagai wadah aspirasi anak sebagai pelopor dan pelapor (2P). Sementara itu, di lini sistem pembangunan, KemenPPPA menginisiasi pembangunan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang merupakan Kabupaten/Kota yang memiliki sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemeritah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak dan perlindungan anak.

Sedangkan, dalam langkah penanganannya, KemenPPPA menghadirkan Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 sebagai wujud nyata hadirnya negara dalam melindungi perempuan dan anak serta kemudahan askes bagi pelapor untuk mengadukan kasus kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak melalui Hotline SAPA 129.

Di tempat yang sama, Plt. Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kementerian Sosial, Nova Dwiyanto Suli mengatakan bahwa pihaknya menjalankan edukasi dan kampanye terkait peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pelecehan seksual baik itu di sekolah, masyarakat dan lainnya.

“Jika menjadi korban, kami memiliki Sentra Layanan Sosial dan akan mendapat bantuan dari petugas Kemensos. Saat ini kami memiliki 31 Sentra Layanan Sosial di seluruh Indonesia,” kata Nova.

Sementara itu, Policy Program Manager, Meta Indonesia, Dessy Septiane Sukendar memastikan bahwa untuk Facebook, Instagram dan WhatsApp yang berada di bawah naungan Meta menjamin keamanan para pengguna dan juga perlindungan bagi pengguna di bawah 13 tahun.

“Kami memiliki sistem yang menyesuaikan kategori umur. Misalnya untuk 13-18 tahun itu masih masuk dalam kategori anak yang membuat adanya batasan tertentu untuk akun anda. Kami juga memiliki AI yang dapat melakukan deteksi sebelum sebuah konten dapat ditayangkan. Kami juga melihat sinyal perilaku pengguna tertentu, setiap kali mereka berinteraksi, misalnya untuk mencegah aksi yang tidak pantas,” pungkas Dessy. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat