visitaaponce.com

Transformasi Media Terus Berubah, Jurnalisme Berkualitas Harus Terus Bertahan

Transformasi Media Terus Berubah, Jurnalisme Berkualitas Harus Terus Bertahan
Outlook Media Digital Indonesia 2024 di Kantor Media Indonesia, Jakarta Barat, Jumat 2 Februari 2024.(Dok.MI/Adam Dwi)

TRANSFORMASI digital telah memaksa media sebagai penyedia sumber informasi juga untuk bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Ahli Hukum Pers sekaligus Mantan Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo menjelaskan bahwa selama 10 tahun terakhir, dapat dilihat lanskap perubahan media yang terjadi dengan sangat besar.

Media cetak dikatakan mulai berguguran, jurnalisme radio yang juga ikut punah, televisi yang semakin ke sini hanya memiliki porsi berita yang kecil, dan diikuti dengan berkembangnya media online dan konten media sosial.

“Kita tahu hampir seluruhnya media itu online. Kalau pun masih ada yang cetak bukan jadi utama. Kompas cetak sekarang semakin banyak cetak semakin rugi. Jadi seluruh media cetak itu sekarang hanya bisa berlangganan atau beli versi digital. Tren dunia media cetak itu gugur secara bisnis,” ungkapnya dalam Outlook Media Digital Indonesia 2024 di Kantor Media Indonesia, Jakarta Barat, Jumat (2/2).

Baca juga : Wartawan Media Indonesia Deri Dahuri Raih Penghargan Internasional Medical Travel Media Awards (MTMA) 2023

Lebih lanjut, menurutnya ada sebuah transformasi yang dapat ditiru oleh para pelaku media cetak di Indonesia. Financial Times, sebuah surat kabar bisnis di Inggris melakukan transformasi dalam konten digital di saat surat kabarnya sudah tidak dapat bertahan.

Hal ini dilakukan dengan membedakan konten berdasarkan klasifikasi mulai dari emerald, gold, sampai silver yang memiliki perbedaan di setiap segmen yang dapat diakses oleh para pembacanya.

“Jadi di emerald itu, pembaca dapat mengakses seluruh data mereka secara utuh dan hal ini tentu berbeda dengan silver. Terlebih mereka punya data mengenai bursa di seluruh dunia. Ini yang membuat mereka laku. Hal ini belum dapat ditiru oleh media di Indonesia,” tegas Yosep.

Baca juga : Forum Pemred dan Dewan Pers Sepakat Gelar Konsolidasi Percepatan Publisher Rights

Menurutnya, jurnalisme di masa depan akan beralih pada sisi segmented yang dapat menghadirkan sebuah konten yang lengkap sekaligus dapat menjadi clearing house, dalam artian jurnalisme ini akan menjadi penjernih informasi yang ada di media sosial.

“Kalau media tidak berubah, mungkin tidak menemukan segmen yang tepat dan dikendalikan algoritma dari Google yang hanya mengandalkan tren, itu akan dilupakan pembaca. Karena pembaca kita 2 tahun paling lama 5 tahun ke depan tidak akan terkoneksi lagi dengan media cetak. Media cetak masih bertahan karena banyak gen x yang bekerja dan mau pertahankannya,” ujarnya.

“Saya berharap terus pertahankan jurnalisme dan jangan bersaing dengan media sosial. Jangan pernah bersaing dengan media sosial apalagi menjadikannya sebagai bahan liputan. Apa yang diperlukan saat ini yaitu perubahan. Terkoneksi antar generasi. Generasi akan berbeda, digitalisasi menggerus media, tapi jurnalisme harus terus dipertahankan,” sambung Yosep.

Baca juga : Liputan Krisis Iklim di Media Sebaiknya Disertai Paparan Dampak Nyata dan Solusinya

Dia juga berharap pemerintah dapat memberikan dukungan pada jurnalisme dengan cara melindungi dan memastikan keberlangsungan pers sebagai bagian dari demokrasi.

Di tempat yang sama, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Janoe Arijanto menambahkan bahwa media saat ini masih memiliki ketergantunhan pada tren dari dua platform raksasa yaitu Google dan Meta.

Hal ini tentu akan menggerus idealisme media dan menghilangkan kreativitas bahkan membuat kedekatan dengan pembaca. Karena hal yang dipedulikan saat ini hanya menghamba pada tren yang ada.

Baca juga : Transformasi Digital juga Mengandalkan Manusia

“Karena perhatian kita hanya menyoal trending. Akibatnya news dan publik terjadi gap yang besar. Zaman dulu koran dekat dengan pembacanya. Bahkan melayani. Sekarang yang dilayani ini merupakan publik yang luas dan hanya tren saja. Jadi kita sulit mendeteksi bagaimana media ini punya karakter,” tegas Janoe.

Fenomena ini akhirnya menyebabkan terjadinya kesamaan berita di mana pun sumbernya. Tidak ada karakter yang kuat dan pembeda antara media satu dan lainnya. Hal ini membuat semua media sama karena hanya melihat kecenderungan trending yang sama dan akan terus diulang.

“Akhirnya menghasilkan generic news dan tidak membuat pilihan bagi publik untuk membacanya. Konten yang menghamba pada algoritma dan sajikan berita pendek dan penuh kedangkalan. Ini shorterminism jadi hanya hinggap beberapa waktu dan pergi. Ini sulit untuk kita tantang dan lawan karena hampir semua konten di mana pun hadirkan konten yang pendek dan trending,” tuturnya.

Baca juga : Pentingnya Mempertahankan Eksistensi Media Cetak

Menurut Janoe, hal yang perlu dipikirkan oleh media saat ini adalah keberimbangan anatara mengadopsi tren uang ada dengan tetap menghadirkan kedalaman dalam sebuah berita dan konten yang dihadirkan.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan saat ini di antaranya mendorong fairness di mega platform, marketing harus beranjak memikirkan ruang iklan ke memonitisasi aset digitalnya, harus memiliki penguatan first party data, penguatan data audience di aset multiplatform, komunitas dan multi segment engagement, personalisasi dan konten kostumisasi, serta memperkuat proses serta integrasi multiplatform.

Media Indonesia Bertransformasi

Dalam kesempatan ini, dilakukan juga peluncuran wajah baru mediaindonesia.com sebagai wujud transformasi. Direktur Utama Media Indonesia Gaudensius Suhardi mengatakan bahwa untuk menghadapi perubahan, Media Indonesia melakukan adaptasi agar tidak tergilas oleh zaman

Baca juga : Perlu Langkah Adaptif agar Media Cetak Bertahan di Masa Pandemi

“Kata orang yang abadi itu hanyalah perubahan. Orang yang tidak bisa berubah mati. Untuk hadapi perubahan ada banyak cara. Jalan ninja yang ditempuh Media Indonesia adalah beradaptasi. Kita beradaptasi dengan perubahan karena jika tidak, kita akan digilas oleh perubahan,” ujar Gaudensius.

Dalam transformasi ini, Media Indonesia akan tetap mempertahankan koran cetak sembari mulai serius menekuni digitalisasi. Kendati demikian, Gaudensius menekankan bahwa meskipun terjadi perubahan, jurnalisme akan terus dipegang teguh oleh Media Indonesia.

“Platform bisa berubah, tapi yang abadi dan tidak akan pernah berubah adalah jurnalisme. Jurnalisme yang ditekuni Media Indonesia ialah membela yang lemah dan mencubit yang berkuasa. Itulah jalannya kita terus menerus di dalam roh jurnalismenya yaitu keberpihakan kepada yang lemah,” tegasnya.

Baca juga : Frenemy Media Massa Konvensional dan Digital di Era Disrupsi

Gaudensius menilai bahwa hal yang dilakukan mediaindonesia.com dalam satu tahun terakhir adalah memperkuat sisi jurnalisme dan konten yang sesuai dengan pembacanya. Jurnalisme yang menjadi nyawa Media Indonesia tidak berubah tapi pendekatannya yang saat ini berubah.

“Kalau melihat mediaindonesia.com yang baru dia jauh lebih berubah. Hal yang membedakan kami dengan portal online lainnya yaitu kami tetap tegak lurus mencari kebenaran sesuai kaidah jurnalistik. Karena itu kami tidak semata mengejar kecepatan, tapi seluruh berita yang dipublish di kami kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan karena kami menjunjung tinggi kepercayaan. Tanpa kepercayaan kami akan ditinggalkan pembaca,” kata Gaudensius.

“Jadi kami akan tetap tegak lurus memberitakan kebenaran hanya pendekatannya berubah lebih kekinian. Anak muda banget gitu. Tapi substansinya tidak akan berubah. Mudah-mudahan dan kami sangat yakin karena konten adalah raja, mediaindonesia.com dengan sadar tidak akan melakukan kesalahan. Tapi kalau kami melakukan kesalahan kami akan mempublishnya. Jangan pernah ragu dengan jalan ini karena itu kami adalah penyambung antar generasi,” pungkasnya.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat