visitaaponce.com

Syarat Kesehatan dan Pengurangan Kuota Haji Pendamping Lansia Harus Dilihat Secara Holistik

Syarat Kesehatan dan Pengurangan Kuota Haji Pendamping Lansia Harus Dilihat Secara Holistik
PROSESI PUNCAK HAJI: Jemaah haji melakukan tawaf di Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi, Rabu (6/7/2022).(ANTARA/Handout/Saudi Press Agency/pras/nym.)

KETUA Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengungkapkan musim haji tahun 2024 yang mensyaratkan pemeriksaan kesehatan bagi calon jemaah haji merupakan sebuah kebijakan yang tepat guna dan harus dilihat secara holistik untuk meminimalisir angka kematian di Tanah Suci yang meningkat di 2023 lalu.

“Persoalan kesehatan menjadi hal yang sangat krusial berkaca dari tahun 2023 lalu jumlah jemaah haji yang wafat mencapai 800 hingga 1000 jiwa pasca operasional haji. Hal ini tentu menjadi evaluasi dan dasar bahwa syarat kesehatan ini begitu penting untuk diterapkan secara ketat,” jelasnya.

Menurut Mustolih, pada syarat kesehatan yang diberlakukan Kementerian Agama (Kemenag), tidak ada spesifikasi jenis penyakit tertentu yang dinyatakan bisa lolos atau tidak. Seorang calon jemaah haji dikatakan sah secara kesehatan untuk mengikuti haji ditentukan oleh sejauh mana tingkat penyakit itu mempengaruhi kondisi tubuh jemaah.

Baca juga : Tipu 500 Jemaah, Travel Umrah PT Naila Terdaftar Resmi di Kementerian Agama

“Jadi jika sakit tertentu sudah stadium akhir atau tergolong parah, itu lah yang kita antisipasi. Misalnya, kemarin ada kasus di suatu daerah calon jemaah haji yang tidak lolos karena penyakit diabetes. Dia tidak lolos syarat bukan karena jenis penyakit diabetes tapi karena kondisi penyakit diabetesnya sudah stadium akhir dan membahayakan dirinya jika berangkat haji,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Mustolih, kebijakan Kementerian Agama yang memberlakukan tes kesehatan ini menjadi syarat awal yang begitu penting untuk dijalankan. Dikatakan bahwa sistem yang memberlakukan tes kesehatan terlebih dahulu, lalu bayar pelunasan haji kemudian cukup adil untuk calon jemaah haji maupun pemerintah sebagai penyelenggara.

“Persoalannya jika ada calon jemaah haji yang sudah menunggu sampai puluhan tahun bahkan hingga 20 tahun, tapi kemudian saat tes pemeriksaan kesehatan dinyatakan tidak lolos atau tidak direkomendasikan untuk berangkat, maka sebaiknya  bisa bersikap lapang dara. Saya kira ini kita semua harus melihat kebijakan syarat kesehatan sebagai kebijakan untuk melindungi jamaah haji itu sendiri,” jelasnya.

Baca juga : Kemenag: 147.520 Jemaah Sudah Lakukan Pelunasan Biaya Haji

Mustolih menyarankan kepada calon jemaah haji yang tidak lolos kesehatan tahun ini, untuk tidak tergesa-gesa mengambil langkah mengundurkan diri atau menarik uang setoran haji agar tidak kelaur dari daftar tunggu dan bisa diadvokasikan untuk berangkat tahun depan.

“Saya menyarankan untuk para calon jemaah haji untuk berikhtiar pergi haji pada tahun berikutnya. Kemudian untuk fokus terlebih dahulu mengobati penyakitnya, melakukan pemulihan dan hidup dengan sehat. Jangan menarik uangnya agar tidak ada konsekuensi keluar dari antrian, sehingga waktu tunggu yang selama ini tidak menjadi sia-sia,"  tuturnya.

Mustolih mengungkapkan bahwa ibadah haji sangat mengandalkan kesehatan fisik sehingga kesehatan menjadi sangat krusial dan penting untuk mencegah adanya korban wafat. Dijelaskan bahwa tahun lalu, berbagai spot penting yang digunakan untuk melaksanakan rukun haji banyak dijumpai jemaah haji lansia asal Indonesia yang drop dan kepayahan karena kelelahan.

Baca juga : Kemenag: Petugas Haji Harus Familiar dengan Digital

“Jika mengandalkan petugas pun juga belum ideal perbandingannya dengan jumlah jemaah haji yang cukup sekitar 20%. Ada banyak juga calon jemaah haji yang sehat akhirnya menjadi repot karena mengurusi para jemaah haji lansia yang dimensi dan sakit kronis,” ujarnya.

Oleh sebab itu, lanjut Mustolih, syarat kesehatan ini harus dipatuhi dan menjadi pertimbangan penting sehingga di masa-masa mendatang bisa mencegah kasus kematian. “Saya juga berharap agar lebih banyak masyarakat yang mendaftar haji di usia belia sehingga ketika jadwal pemberangkatan haji tiba, usia dan kondisinya tidak terlalu tua,” ujarnya.

Mengenai pengurangan kuota pendamping haji bagi jemaah lansia juga terbilang problematis. Mustolih melihat bahwa kebijakan ini menuai pro dan kontra namun harus dilihat sebagai sebuah cara pemerintah untuk menerapkan prinsip berkeadilan bagi jamaah haji.

Baca juga : Oktober, Produk Luar Negeri juga Wajib Punya Sertifikasi Halal

“Dulu setiap jemaah haji lansia dan punya problem kesehatan yang berangkat bisa membawa serta pendamping, tetapi jika sistem dipertahankan maka akan mengambil kuota jemaah haji lainnya. Terlebih lagu kuota pendamping haji lansia ini baru daftar 2-3 tahun lalu, otomatis jika ini terus diberlakukan maka akan menggeser calon jemaah haji yang telah mendatar puluhan tahun lalu,” jelasnya.

Mustolih mencontohkan bahwa jika ada seseorang yang berangkat haji pada tahun ini lalu dicari pendamping dari keluarganya, namun ternyata keluarganya tersebut baru mendaftar dua tiga tahun lalu, kemudian menggeser calon jemaah lain. Hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial kepada calon jemaah lain yang sudah menunggu puluhan tahun.

“Ini bagian dari prinsip untuk menerapkan keadilan. Oleh karena itu, persoalan kesehatan menjadi persoalan yang sangat penting agar kemudian kita tidak menerapkan pendamping yang terlalu besar jumlahnya. Karena jika kesehatan ini tidak diperketat, kemudian kuota pendamping ini akan mengambil kuota jemaah yang sudah menunggu lama,” ungkapnya.

Baca juga :  Teknis Penyelenggaraan Haji 2024 akan Disahkan Pekan Depan

Mustolih mengatakan bahwa tahun lalu misalnya, ada sekitar 20% jemaah haji lansia yang kemudian ditambah 20% kuota pendamping. Maka kuota bagi masyarakat yang sudah antri berpuluh tahun itu akan terlempar dan kemudian tidak bisa berangkat sesuai tahunnya.

“Penghapusan sebagian besar kuota pendamping haji ini sejatinya sebagai bagian dari prinsip keadilan. Kebijakan haji memang sangat berdinamika, tidak mudah untuk itu kami selalu memberi memberikan saran dan masukan yang bisa dinilai secara holistik kepada pemerintah dan masyarakat luas,” tuturnya.

Selain itu, Mustolih mengungkapkan bahwa karakteristik kebijakan haji bersifat sangat dinamis, terlebih setelah pandemi ada kebijakan-kebijakan dari Arab Saudi yang terus berubah dan harus dipatuhi oleh setiap negara.

Baca juga : Haji 2024, Indonesia akan Berangkatkan 241 Ribu Jemaah

“Kita juga harus menyesuaikan kebijakan dalam negeri dengan peraturan di tuan rumah. Pada prinsipnya, kebijakan syarat kesehatan ini adalah upaya pemerintah untuk melindungi jemaah haji agar bisa beribadah secara baik dan pulang ke Tanah Air dengan selamat,” tandasnya. (H-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat