visitaaponce.com

Ancaman Polusi Udara Hantui Warga Ibu Kota

Ancaman Polusi Udara Hantui Warga Ibu Kota
Suasana lansekap Jakarta dengan gedung-gedung tinggi yang tertutup kabut polusi di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (10/6/2023).(MI/Susanto)

INGAR bingar Ibu Kota Jakarta masih membuatnya menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dari berbagai daerah yang ingin mempertaruhkan nasib. Setiap tahun, ratusan bahkan ribuan orang yang berasal dari daerah berbondong-bondong datang ke Ibu Kota untuk menagih janji kegemerlapan yang dipancarkan. Sebagian dari mereka harus meninggalkan keluarga di kampung demi mencari nafkah dan mengejar mimpi.

Banyak dari mereka yang harus berjibaku dengan kerasnya kehidupan di Ibu Kota. Kesibukan dalam mencari nafkah itu membuat mereka lupa bahwa setiap hari dihantui polusi udara yang siap membunuh dalam kebisingan mesin-mesin kendaraan. Memang secara kasat mata hal itu tidak terlihat. Namun, secara perlahan, ‘hantu’ tersebut merusak paru-paru, bahkan menumbuhkan sel-sel kanker yang dapat berdampak buruk bagi kehidupan manusia dalam jangka panjang.

Jakarta menjadi salah satu kota paling berpolusi

Permasalahan polusi udara di Jakarta meningkat seiring dengan pertumbuhan Kota Jakarta itu sendiri. Banyaknya aktivitas yang dilakukan di Jakarta berbanding lurus dengan peningkatan polusi udara. 

Baca juga : Sabtu (30/9) Pagi, Jakarta Kota dengan Polusi Tertinggi di Dunia

Misalnya, dalam perjalanan, satu orang yang melakukan aktivitas untuk bekerja di kantor akan membutuhkan kendaraan yang menghasilkan polusi udara berupa gas CO2. 

Tidak hanya itu, ketika beraktivitas di kantor, ia juga membutuhkan listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik yang masih menghasilkan polusi udara karena mengandalkan tenaga uap untuk menghidupkan generator.

Aktivitas itu baru dilakukan satu orang. Bayangkan setiap harinya jutaan orang melakukan aktivitas di Jakarta. Jutaan orang ini pulalah yang kemudian ikut menyumbangkan polusi udara. 

Baca juga : Heru Klaim Upaya Mereduksi Polusi Udara Sudah Dipercepat

Hal itu senada dengan data yang dikeluarkan IQ Air, yaitu Jakarta menjadi salah satu kota yang memiliki kualitas udara buruk di dunia. 

Dengan menempati posisi ke-10, Jakarta memiliki skor IQ Air mencapai 109 dengan kandungan PM2,5 mencapai 38,8 µg/m³. Skor ini cukup tinggi bukan? 

Namun, jangan salah sangka dulu, skor tinggi ini bukan berarti Jakarta menjadi kota yang baik karena tingginya skor IQ Air menandakan kandungan udara di kota tersebut semakin buruk.

Baca juga : Pemprov DKI akan Perluas Kawasan Rendah Emisi di Jakarta

Sebagai tambahan informasi, IQ AIR menetapkan skor kualitas udara dengan sejumlah retang, 0-50  kualitas udara bagus, 51-100 kualitas udara masih bisa ditoleransi, 101-150 beberapa orang yang sensitif akan mengalami gangguan kesehatan, 151-200 hampir setiap orang akan merasakan dampak pada kesehatan, 201-300 kualitas udara berbahaya bagai manusia, dan 301-500 kualitas udara sangat berbahaya bagi manusia. 

Dari skor inilah IQ Air dapat mengukur seberapa layak kualitas udara di suatu kota yang tersebar di berbagai wilayah.

Sementara itu, buruknya udara di Jakarta ini sebenarnya sebagian besar disumbangkan kendaraan bermotor yang mencapai 75%, diikuti pembangkit listrik dan pemanas yang mencapai 9%, pembakaran industri mencapai 8%, serta pembakaran domestik yang mencapai 8%.

Baca juga : Kualitas Udara Jakarta Kembali Memburuk pada Minggu Pagi

Kendaraan pribadi mendominasi Jakarta

Di Jakarta, banyaknya jumlah kendaraan pribadi berbanding terbalik dengan kendaraan umum. Misalnya, berdasarkan data BPS pada 2022, terdapat 17.304.447 sepeda motor dan 3.766.059 kendaraan pribadi berpenumpang. Jumlah ini berbeda jauh dengan jumlah bus yang berada di DKI Jakarta sebesar 37.180. 

Sementara itu, Trans-Jakarta yang menjadi tulang punggung transportasi Ibu Kota sampai 2021 baru melayani 146 koridor, Royal Trans 13 rute, Trans-Jakarta EV 1 rute, dan Mikro Trans Jak-Lingko 71 rute. 

Dari jumlah angkutan umum tersebut, penumpang yang dilayani sepanjang 2021 ialah 98,88 juta penumpang atau rata-rata 8,24 juta penumpang setiap harinya. 

Baca juga : Penanganan Kualitas Udara Jakarta Membutuhkan Peran Seluruh Masyarakat

Jika itu diasumsikan perjalanan pulang pergi, berarti setiap perjalanannya Trans-Jakarta hanya mengantarkan 4,12 juta orang menuju tempat kerja. 

Padahal, menurut data yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta, jumlah pekerja di Jakarta pada Agustus 2022 mencapai 5,25 juta orang dengan asumsi pekerja ini melakukan dua kali perjalanan, yaitu pulang dan pergi. Artinya, setiap hari terdapat 10,50 juta orang melakukan mobilitas di Jakarta.

Hitungan secara kasar tersebut saja ternyata belum menggambarkan kesesuaian penumpang Trans-Jakarta dengan jumlah pekerja di Jakarta. Hal ini juga menggambarkan bahwa bisa saja 2,26 juta pekerja yang tidak menggunakan Trans-Jakarta pada akhirnya menggunakan kendaraan pribadi untuk melakukan mobilitas selama bekerja di Jakarta. Nah, jumlah inilah kemudian yang menjadi penyumbang terbesar polusi udara di Jakarta karena tidak terkover dengan penggunaan transportasi umum.

Baca juga : Satgas PPU Sebut 166 Watermist Telah Terpasang

Transportasi umum harus menjadi solusi

Jika ingin mengatasi polusi udara yang ada di Jakarta, sudah seharusnya pemerintah menggeser strategi dengan lebih memasifkan integrasi transportasi umum. Apalagi, dalam data yang dikeluarkan pemerintah, 75% polusi udara sebenarnya dihasilkan dari asap kendaraan. 

Berdasarkan hitungan kasar, kemungkinan setiap hari terdapat 2,26 juta perjalanan yang menggunakan kendaraan pribadi. Jumlah itu setidaknya dapat menggambarkan seberapa peliknya permasalahan transportasi ini. 

Sebenarnya tidak melulu permasalahan polusi harus diatasi dengan pembangunan ruang hijau. Apalagi kondisi keterbatasan lahan sudah menjadi hal lumrah dan permasalahan utama pembangunan di setiap kota metropolitan. 

Baca juga : 161 Water Mist sudah Terpasang di DKI Jakarta

Solusi integrasi dan penyediaan rute yang lebih banyak dengan kendaraan umum ini mungkin bisa menjadi alternatif baru bagi pemerintah agar mengurangi 75% penghasil polusi udara di Jakarta.

Jika pemerintah merasa kesulitan untuk menggelar rute-rute baru, kerja sama juga bisa menjadi alternatif lain yang dapat dilakukan. Sebenarnya angkutan umum di Jakarta dirasa sudah hampir mengover seluruh jalanan di Ibu Kota. Namun, warga enggan menggunakan angkutan umum karena masih maraknya angkutan umum konvensional yang belum menerapkan sistem yang sama dengan Jak Lingko. 

Kerja sama trayek dengan memberdayakan kendaraan umum yang sudah memiliki izin rute sebenarnya dapat menjadi solusi atas kepelikan permasalahan transportasi umum yang ada di Jakarta seperti yang sudah dilakukan oleh Jak Lingko selama ini. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat