visitaaponce.com

Pemprov DKI akan Perluas Kawasan Rendah Emisi di Jakarta

Pemprov DKI akan Perluas Kawasan Rendah Emisi di Jakarta
Tebet Eco Park, salah satu kawasan rendah emisi di Jakarta.(MI/Ramdani)

PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) semakin mempertegas komitmen memperluas kawasan rendah emisi atau low emission zone (LEZ). Hal ini dinilai sebagai upaya strategis untuk mengurangi dampak buruk polusi udara di Jakarta.

Rencana ini disampaikan pada Diskusi Pemantauan Kualitas Udara 2023 dan Strategi Pengendalian Kualitas Udara Melalui Kawasan Rendah Emisi di DKI Jakarta, Rabu (17/1) yang diselenggarakan bersama Clean Air Catalyst, sebuah inisiatif tingkat internasional untuk perbaikan kualitas udara di kota-kota dunia yang didukung oleh USAID serta ITDP Indonesia, dan dilaksanakan oleh WRI Indonesia dan Vital Strategies.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan bahwa perluasan LEZ merupakan bagian dari strategi pengendalian pencemaran udara di Jakarta. Upaya ini ditindaklanjuti serius dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur No. 576 Tahun 2023 Tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara.

Baca juga : Kualitas Udara Jakarta Kembali Memburuk pada Minggu Pagi

“Dalam poin Kepgub itu mengatur kajian terkait kriteria kawasan rendah emisi, penyusunan peraturan terkait kriteria kawasan rendah emisi, penetapan lokasi Kawasan Bebas Kendaraan Bermotor (permanen)” ujar Asep dalam keterangan resmi, Minggu (21/1).

Saat ini, Jakarta memiliki dua kawasan rendah emisi yang berlokasi di Kawasan Kota Tua dan Tebet Eco Park sebagai percontohan ke depan, gagasan mengenai kawasan rendah emisi akan semakin diperdalam agar tidak hanya jumlahnya yang dapat diperbanyak, tetapi kawasan tersebut akan mengedepankan prinsip inklusivitas dengan manfaat terbesar dapat dirasakan oleh warga sendiri dalam memenuhi kebutuhan mobilitas sehari-hari dan memperhitungkan faktor kenyamanan, kesehatan, dan keamanan pengguna. Untuk mewujudkan misi perluasan kawasan rendah emisi itu, Dinas Perhubungan juga siap bersinergi membantu upaya DLH tersebut.

Asep menambahkan, dalam proses kajian kawasan rendah emisi, DLH dibantu berbagai pihak, salah satunya adalah konsorsium Clean Air Catalyst (Catalyst), yang didukung oleh USAID, dan dilaksanakan oleh WRI Indonesia, Vital Strategies dan ITDP Indonesia. Konsorsium di tingkat internasional ini bergerak untuk percepatan perbaikan kualitas udara di kota-kota dunia dan memiliki tiga fokus utama dalam penanggulangan dampak buruk polusi udara.

Baca juga : Pemprov DKI bakal Perluas Akses Uji Emisi

"Kami berharap dengan perluasan kawasan rendah emisi, Kota Jakarta naik kelas menuju global dengan kualitas udara yang semakin membaik," kata Asep.

Satya Utama, Manajer Program Clean Air Catalyst, menyampaikan antusiasme atas kesempatan yang diberikan untuk bekerja sama dengan DLH dan Dinas terkait untuk terus mengoptimalisasi desain dan pelaksanaan kawasan rendah emisi yang lebih inklusif, mengikutsertakan aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang paling membutuhkan.

“Dari kegiatan Lingkar Belajar yang diadakan tahun lalu oleh WRI Indonesia, kami mendapat masukan dari beberapa warga di sekitar KRE di daerah Kota Tua. Dari sana kami mempelajari bahwa pembangunan kawasan rendah emisi di satu sisi memiliki dampak yang dapat memengaruhi tingkat kepadatan kendaraan di dekat pemukiman warga, dimana jalan-jalan tersebut dijadikan sebagai jalan alternatif untuk menghindari KRE, yang alih-alih memberi manfaat justru menimbulkan tantangan baru di sektor kesehatan dan keamanan,” kata Satya Utama.

Baca juga : 161 Water Mist sudah Terpasang di DKI Jakarta

“Menggarisbawahi kolaborasi semua pihak dan mengedepankan partisipasi aktif masyarakat dalam proses desain hingga implementasi kawasan rendah emisi untuk luaran yang tepat guna dan inklusif sepatutnya menjadi prioritas kita bersama dalam mewujudkan visi kawasan rendah emisi yang tidak hanya mengurangi dampak polusi udara tetapi juga menyejahterakan warga,” tutupnya.

Penyumbang Emisi Terbesar

Sementara itu, Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Puji Lestari yang juga Co-Principal Investigator Clean Air Catalyst, dalam kegiatan diskusi mempresentasikan hasil inventarisasi emisi sektor transportasi di 2023. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penyumbang terbesar emisi PM2.5 dan Black Carbon adalah Heavy-Duty Vehicle atau yang lebih dikenal dengan kendaraan berat seperti truk dan kendaraan penumpang berbahan bakar diesel, dengan kontribusi masing-masing 28,6% untuk PM2.5 dan 38,9% untuk Black Carbon. Sementara, penyumbang tertinggi untuk Gas Rumah Kaca (GRK), Karbon Monoksida (CO) dan Volatile Organic Compounds (VOC), adalah kendaraan berbahan bakar bensin, sepeda motor, dan mobil penumpang.

"Maka dari itu, perlu adanya intervensi kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan emisi tersebut, salah satunya Penerapan LEZ (Kawasan Rendah Emisi)," imbuh Puji.

Baca juga : Pemprov DKI Perluas Akses Uji Emisi Bagi Masyarakat

Puji menjelaskan, pengertian dasar LEZ adalah sebagai kawasan yang dibatasi aksesnya bagi kendaraan bermotor yang memiliki emisi tinggi. Kebijakan ini telah diterapkan di berbagai kota di dunia, termasuk di Singapura, London, dan Mexico City. "LEZ efektif dalam mengurangi polusi udara di perkotaan. Di Singapura, misalnya, penerapan LEZ telah menurunkan emisi PM2.5 hingga 30%," pungkas Puji.

Kasie Manajemen Lalu Lintas Jalan Dishub DKI Jakarta Irani Handalia pada acara Diskusi tersebut menyampaikan bahwa tidak kalah pentingnya dalam menyukseskan kebijakan KRE ini adalah peran aktif masyarakat dalam turut berpartisipasi melaksanakan KRE serta beralih menggunakan angkutan umum dari kendaraan pribadi dalam beraktifitas.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat