visitaaponce.com

Begini Perlindungan Hukum Konsumen dari Penarikan Paksa Debt Collector

Begini Perlindungan Hukum Konsumen dari Penarikan Paksa Debt Collector
Advokat & Konsultan Hukum Argha Syifa Nugraha(Dok)

KASUS penarikan paksa kendaraan oleh jasa pihak ketiga atau debt collector secara sewenang-wenang masih sering terjadi di tengah masyarakat. Sejatinya,  perusahaan pembiayaan/leasing dan masyarakat sama-sama harus memahami aturan yang berlaku agar tidak saling melanggar hukum merugikan satu sama lain.

"Bahwa terdapat dasar hukum yang mengatur hal tersebut, Kementerian Keuangan RI telah mengeluarkan aturan yang melarang perusahaan pembiayaan/leasing untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak kredit kendaraan, tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No.30/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan dikeluarkan 7 Oktober 2012," kata Advokat & Konsultan Hukum Argha Syifa Nugraha, Senin (5/2), kepada wartawan.

Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan setiap transaksi kredit di depan Notaris atas Perjanjian Fidusia paling lambat 30 hari sejak perjanjian kredit ditandatangani, perusahaan pembiayaan/leasing yang tidak mendaftarkan jaminan tersebut terancam sanksi peringatan/teguran sebanyak 3 kali hingg dibekukan, dan dicabut usahanya.

Baca juga : Survei: 48% Warga Jabodetabek belum Uji Emisi Kendaraan. Ini Masalahnya

"Alur yang sebenarnya adalah nasabah/konsumen bersama-sama dengan perusahaan pembiayan/leasing dan notaris membuat perjanjian fidusia sebelum kendaraan di tangan konsumen, lalu didaftarkan ke Kantor Pendaftaran F Kantor. Pendaftaran Fidusia,  setelah itu debitur & kreditur mendapat sertifikat pendaftaran, tujuannya adalah untuk melindungi aset nasabah/konsumen, leasing tidak berhak sewenang-wenang menarik kendaraan yang gagal bayar/kredit macet dengan menggunakan jasa pihak ketiga," ujarnya.

Dalam hal ini alur yang seharusnya terjadi adalah pihak perusahaan pembiayaan/leasing melaporkan/membuat permohonan kepada pengadilan negeri dengan membawa bukti perjanjian fidusia & sertifikat pendaftaran yang sudah dibuat, lalu kasus disidangkan hingga ada putusan pengadilan sehingga kendaraan bisa di eksekusi/di sita pengadilan, dilelang oleh pengadilan, kemudian hasilnya digunakan untuk bayar hutang ke perusahaan pembiayaan/leasing dan sisanya dikembalikan ke konsumen.  

"Hal tersebut juga dipertegas oleh Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021, Mahkamah telah jelas menguraikan mengenai prosedur penyerahan objek fidusia. Maka, kekhawatiran para Pemohon mengenai akan timbulnya eksekusi secara sepihak atau penarikan semena-mena yang dilakukan oleh kreditur, tidak akan terjadi. Sebab, Mahkamah juga telah mempertimbangkan mengenai tata cara eksekusi sertifikat jaminan fidusia yang diatur dalam ketentuan lain dalam UU 42/1999 agar disesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019," ungkap Argha.

Baca juga : Penjualan Capai 16 Ribu Unit Mobil, SEVA Cetak GMV Senilai Rp 8,4 Triliun

Lebih lanjut, kata Argha mengungkapkan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan “pihak yang berwenang” untuk membantu dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia, yakni Pengadilan Negeri sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia). 

"Demikian termaktub dalam Putusan Nomor 71/PUU-XIX/2021, berkenaan dengan frasa “pihak yang berwenang” dalam Penjelasan Pasal 30 UU 42/1999 adalah dimaknai “pengadilan negeri” sebagai pihak yang diminta bantuan untuk melaksanakan eksekusi tersebut. Dengan demikian, pihak kreditur tidak dapat melakukan eksekusi sendiri secara paksa," tandasnya.

Bahwa perlu diketahui juga, pihak nasabah/konsumen pun dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan, menyewakan kendaraan (motor/mobil) yang masih dalam kredit tanpa sepengetahuan/pemberitahuan ke perusahaan pembiayaan (leasing), sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat 2 jo Pasal 36 UU No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, dengan ancaman 2 tahun penjara. 

Baca juga : Kenali 5 Penyebab Rem Blong, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Bahwa hal tersebut dapat juga dikategorikan dalam tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara dan orang yang menerima, memegang, menguasai, menyimpan kendaraan yang digadaikan tersebut dapat dikategorikan sebagai penadah sebagaimana diatur dalam Pasal 480 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara. 

UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia “Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian hutang piutang”, artinya walau ada laporan tersebut, pengadilan tidak boleh mempidanakan orang karena ketidakmampuan membayar hutang. 

"Jika pihak perusahaan pembiayaan/leasing menarik secara paksa kendaraan konsumen melalui Debt Collector, maka Debt Collector bisa dilaporkan ke Polisi dan dikenakan Tindak Pidana Pemerasan Dan Pengancaman, juga Tindak Pidana Pencurian. Pasal 368 KUHP Pemerasan Dan Pengancaman. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan  supaya orang itu memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya  membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 bulan," imbuh Argha.

Baca juga : Banyak Motor di Jakarta Belum Jalani Uji Emisi, Apa Penyebabnya?

Pasal 365 KUHP ayat 1, diancam dengan pidana penjara paling lama  9 tahun pencurian yang didahului, disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu, atau bila tertangkap tangan, untuk memungkinkan diri sendiri atau peserta lainnya untuk melarikan diri, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. Ayat 2, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun jika perbuatan dilakukan pada malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. 

"Jika perbuatan dilakukan oleh 2 orang atau lebih dengan bersekutu. Jika yang bersalah masuk ketempat melakukan kejahatan dengan merusak, memanjat, dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. Jika perbuatan mengakibatkan luka berat. Ayat 3, jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam pidana penjara paling lama 15 tahun. Ayat 4 diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun, bila perbuatan itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh 2 orang atau lebih dengan bersekutu," katanya.

Juga tidak menutup kemungkinan pihak perusahaan pembiayaan/leasing dikenakan pidana, karena debt collector bekerja berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan/leasing tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat 1 dan 2 KUHP. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat