visitaaponce.com

RUU DKJ Perlu Libatkan Daerah Penyangga Jakarta

RUU DKJ Perlu Libatkan Daerah Penyangga Jakarta
Lanskap Kota Jakarta dengan gedung pencakar langit dan pemukiman penduduk(MI/Usman Iskandar)

PEMBAHASAN Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) didorong untuk ikut melibatkan daerah penyangga Jakarta untuk sinkronisasi program strategis kawasan. Keberadaan dewan kawasan aglomerasi yang nantinya dipimpin oleh wakil presiden dinilai tidak cukup kuat untuk mengatasi persoalan seperti banjir dan kemacetan.

Salah satu hal yang diatur RUU DKJ ialah mengenai kawasan aglomerasi yang meliputi Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Puncak Cianjur (Jabodetabekpunjur). Kawasan aglomerasi dibentuk untuk menyinkronkan pembangunan Jakarta dengan wilayah sekitarnya, dan untuk mengoordinasikan penataan ruang kawasan strategis nasional di wilayah itu.

Pengamat Tata Kota Nirwono Joga mengatakan Dewan Aglomerasi tidak akan ada bedanya dengan Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur yang diketuai bergantian antara Gubernur Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Masing-masing daerah, kata Nirwono, memiliki cara pandang dan kepentingan berbeda-beda dalam mengatasi persoalan.

Baca juga : Tanggul Jebol Lumpuhkan Jalur Pantura Demak, Macet Sampai 10 Kilometer

"Pengalaman BKSP penyebab utamanya adalah kepala daerah berbeda partai politik. Sering kali program dilakukan karena beda kepentingan," kata Nirwono Joga saat dihubungi, Selasa (5/3).

Dia mencontohkan, dalam program pengendalian banjir, Jakarta meminta kawasan Puncak Cianjur masuk dalam kawasan konservasi air dan tanah agar pengendalian banjir diselesaikan dari hulu ke hilir. Faktanya, kata Nirwono, izin vila dan hotel masih banyak diberikan di kawasan Puncak Cianjur.

"Ujungnya mereka berpandangan ini untuk kepentingan PAD (pendapatan asli daerah). Beda cara pandang, beda kepentingan. Penyelarasan tata ruang Jakarta dengan daerah penyangga itu selalu mentok," kata dia.

Baca juga :  Hujan Guyur Jakarta Sejak Siang, 3 Ruas Jalan Tergenang Air

Dari berbagai persoalan itu, Nirwono tidak yakin Dewan Aglomerasi yang nantinya akan dibentuk bisa menyelaraskan berbagai program kawasan. "Kalau wapres bilang harus seperti ini, lalu tidak dijalankan, apa ada sanksi?. Itu masih jadi persoalan," kata Nirwono.

Untuk itu, dia menekankan agar pembahasan RUU DKJ ini bisa memasukan daerah penyangga ke dalamnya. Nirwono bahkan punya pandangan agar RUU DKJ diganti menjadi RUU Jakarta Raya yang akan dipimpin satu kepala daerah. Untuk pimpinan daerah penyangga bisa ditunjuk langsung seperti lima kota dan satu kabupaten Administrasi DKI Jakarta saat ini.

"Tentu gesekannya nanti dari sisi politiknya. Apakah presiden berani?. Kalau sudah digabung menjadi Jakarta Raya semua persoalan bisa diselesaikan karena satu pemahaman, satu pandangan, satu kepentingan," kata Nirwono.

Baca juga : Mendagri Beberkan Urgensi Pembentukan Dewan Aglomerasi di Jakarta

"Kita harus menyadari bahwa kehidupan di Jabodetabekpunjur itu sudah jadi satu kesatuan, karena Jakarta tidak bisa berdiri sendiri," lanjutnya.

Jakarta tidak Bisa Berdiri Sendiri

Tokoh Betawi dari Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Yahya Andi Saputra sependapat dengan Nirwono. Menurutnya, Jakarta tidak bisa berdiri sendiri untuk mengatasi persoalan termasuk dalam pelestarian budaya Betawi. "Masyarakat Betawi tidak hanya Jakarta, tapi ada di daerah penyangganya," ujarnya.

Yahya menekankan dalam pembahasan RUU DKJ, DPR diminta untuk melibatkan banyak pihak termasuk budayawan Betawi. Hal itu diharapkan bisa mengatur sinergitas dalam pemajuan dan pembangunan kebudayaan Betawi melalui mekanisme pemetaan urusan dan kelembagaan.

Baca juga : Majelis Kaum Betawi: Yang tidak Terima Usulan soal Gubernur Ditunjuk Presiden, bukan Asli Betawi

"Selama ini kami hanya tinggal terima jadi ketika ada aturan. Jadi saya berharap masukan dari berbagai pihak termasuk budayawan Betawi bisa dilibatkan,"

Andi tidak mempersoalkan mekanisme pemilihan kepala daerah dalam RUU DKJ itu dengan sistem ditunjuk presiden atau melalui pemilihan langsung. Baginya, siapapun pemimpin nantinya bisa melestarikan budaya Betawi.

"Bukan jadi soal kalau pemilihan langsung atau ditunjuk. Yang penting dia peduli sama budaya," ujarnya. (Mal/Z-7)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat