visitaaponce.com

Jelang Idul Adha, Waspadai Penyakit LSD pada Hewan Ternak

Jelang Idul Adha, Waspadai Penyakit LSD pada Hewan Ternak
Petugas Dinas Pertanian dan Perikanan menyemprotkan cairan disinfektan ke arah sapi yang dijual di Pasar Sapi Bekonang, Sukoharjo.(ANTARA/MOHAMMAD AYUDHA)

Menjelang Idul Adha, masyarakat digelisahkan dengan LSD (Lumpy Skin Disaese) atau penyakit lato-lato pada hewan ternak.

Guru Besar Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM Prof drh Widya Asmara SU PhD, menyatakan, LSD adalah penyakit pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh infeksi virus LSD.

Gejala yang timbul sangat bervariasi, dari ringan sampai berat. Menurutnya, gejala umum diawali dengan demam dan kadang diikuti dengan keluarnya ingus maupun leleran dari konjungtiva mata. Sedangkan gejala yang cukup jelas adalah dengan munculnya nodul-nodul pada kulit. Nodul atau bintil-bintil ini tampak menonjol dengan diameter 2-5 cm, berbatas jelas, tersebar di daerah leher, punggung, perineum, ekor, tungkai dan organ genital.

"Nodul tersebut kemudian akan nekrosis dan meninggalkan luka yang dalam. Selain gejala pada kulit, biasanya dapat juga diikuti gejala pneumonia dengan lesi di mulut dan saluran pernafasan," ungkap Widya dalam siaran pers dari Humas UGM, Senin (22/5).

Baca juga: 

TGS Ganjar Gelar Pelatihan Menyembelih Hewan Kurban Jelang Idul Adha

Investasi Peternakan di Lahan Rawa Kalsel Dinilai Menjanjikan

Tanda-tanda lain hewan yang terkena juga jalan pincang, kurus, dan untuk sapi perah tidak lagi memproduksi susu. Pada kasus-kasus yang parah maka akan dapat menimbulkan kematian.

Widya menuturkan LSD termasuk dalam Famili Poxviridae yang dapat menular langsung melalui keropeng kulit, leleran dari hewan sakit. Sedangkan penularan tidak langsung dapat melalui peralatan yang tercemar virus, pakan dan minuman tercemar, ataupun melalui gigitan vektor (serangga penular).

Dia menambahkan untuk angka kematian sangat bervariasi. Semua sangat tergantung pada kondisi ternak dan ada atau tidaknya serangga penular seperti nyamuk, kutu, dan caplak.

"Pada umumnya morbiditas atau angka kesakitan dapat mencapai 10% dan mortalitas atau angka kematian 1%-3%," ungkapnya.

Sayangnya, belum ada obat khusus untuk LSD. Beberapa cara yang bisa dilakukan, menurut Widya, sapi dapat diberi antibiotik untuk mengurangi infeksi sekender dan obat pengurang rasa sakit agar hewan tetap mau makan. Apabila hewan dalam kondisi baik dan tidak parah maka hewan dapat sembuh.

"Tersedia vaksin untuk mencegah, tapi ini untuk sapi yang tidak terinfeksi oleh virus LSD," katanya.

Baca juga: Pasien Talasemia Dilarang Makan Hati Sapi

Sebagai upaya antisipasi agar tidak semakin menyebar disarankan untuk hewan yang sehat dapat diberikan vaksin. Dapat dilakukan pula upaya-upaya biosekuriti yang baik misalnya dengan meningkatkan kebersihan kandang, memberantas serangga penular seperti nyamuk, kutu, dan caplak.

Selain itu, dapat pula dilakukan pengawasan lalu-lintas ternak untuk mencegah masuknya hewan sakit. Virus pun dapat dibersihkan dengan beberapa larutan seperti ether (20%), kloroform, formalin (1%), fenol (2% selama 15 menit), natrium hipoklorit (2%-3%), senyawa yodium (pengenceran 1:33) dan senyawa amonium kuaterner (0,5%).

Kemudian dengan mengacu panduan FAO, Widya menambahkan karkas dari hewan yang menunjukkan lesi kulit bersifat lokal-ringan dan tidak ada demam maka harus dibuang bagian yang terkena karena tidak layak untuk dikonsumsi dan harus dimusnahkan. Sedangkan bagian yang tidak ada lesi masih diperbolehkan untuk konsumsi setelah dimasak dengan pemanasan yang baik.

"Tentunya karkas yang berasal dari hewan dengan kasus akut atau parah dilarang untuk dikonsumsi," jelasnya. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat