visitaaponce.com

Peningkatan Kinerja Perangkat Desa Jadi Kunci Menggali Potensi Desa

Peningkatan Kinerja Perangkat Desa Jadi Kunci Menggali Potensi Desa
Seminar Hasil Analisis Kinerja Aparatur Pemerintahan Desa Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014(Dok. BSKDN Kemendagri)

KEPALA Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo meminta perangkat desa di seluruh Indonesia meningkatkan kinerjanya. 

Upaya tersebut diperlukan untuk menggali potensi yang dimiliki desa guna memastikan pembangunan di desa dapat terlaksana dengan baik dan berkelanjutan. 

Hal itu sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan jajarannya mengenai "Kinerja Aparatur Pemerintahan Desa Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa". Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa keberhasilan pembangunan di desa sangat ditentukan oleh kinerja perangkat desa terkait. 

Baca juga : Songsong Dinamika Baru, Ditjen Bina Pemdes Latih Aparatur Desa

"Kunci utama keberhasilan berbagai program yang ada di desa, sangat dipengaruhi oleh bagaimana kinerja aparatur pemerintahan desa dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara terukur, transparan, akuntabel, profesional, efektif, dan efisien," ungkapnya saat membuka Seminar Hasil Analisis Kinerja Aparatur Pemerintahan Desa Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kegiatan tersebut berlangsung di Jakarta Selasa (22/8). 

Yusharto mengatakan keberadaan otonomi desa memungkinkan masyarakat desa dapat melakukan pembangunan berbasis potensi yang dimiliki desa.

Hal itu karena  dinamika otonomi desa berbeda dibanding otonomi di provinsi, kabupaten atau kota. Otonomi di desa didasarkan pada rekognisi atau pengakuan dan penghormatan dari negara atas asal-usul dan adat istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat. 

Baca juga : Perangkat Desa di Bali Tidak Diundang ke Acara UU Desa di Jakarta

"Ketentuan ini membuka peluang bagi desa menggunakan otoritasnya untuk memanfaatkan potensi desa, mengelola pembangunan desa secara lebih mandiri dan mempercepat peningkatan kesejahteraan warga desa," tambahnya. 

Sejalan dengan itu, Kepala Pusat Strategi Kebijakan, Kewilayahan, Kependudukan dan Pelayanan Publik TR. Fahsul Falah berharap, hasil penelitian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan rekomendasi kebijakan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri). 

"Hasil penelitian ini harapannya menjadi masukan dan rekomendasi kepada Bapak Menteri Dalam Negeri serta komponen Kementerian Dalam Negeri terkait dalam upaya identifikasi pentingnya strategi kebijakan pengukuran kinerja aparatur pemerintahan desa," terangnya. 

Baca juga : Peserta Pemilu Diharap Perkuat 4 Pilar Pemberdayaan Desa

Sementara itu, Direktur Pascasarjana Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Triyuni Soemastono yang hadir sebagai narasumber mengamini pernyataan Yusharto. Menurutnya, dalam menjalankan tugas, perangkat desa perlu memiliki sikap critical thinking atau kemampuan untuk bisa berpikir lebih jernih dan lebih rasional. Hal ini baik terhadap apa yang harus dilakukan maupun terhadap apa yang harus dipercaya. 

"Misalnya, bagaimana kemampuan perangkat desa mengidentifikasi masalah desanya sendiri harus mampu secara objektif dan komprehensif. Juga kemampuan perangkat desa dalam mengatasi masalah yang teridentifikasi," jelasnya. 

Senada dengan itu, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sadu Wasistiono mengatakan, desa akan sulit mengalami kemajuan apabila perangkat desanya masih memiliki paradigma yang salah mengenai pengelolaan dana desa. 

Baca juga : Aparat Desa Dikerahkan untuk Prabowo-Gibran, Bawaslu: Kami Masih Kaji Pelanggarannya

Dana yang masuk ke desa cenderung digunakan untuk membeli produk-produk dari luar desa, bukan memanfaatan atau mengembangkan potensi yang dimiliki desa untuk memenuhi kebutuhannya. 

Padahal menurutnya, dana desa yang masuk semestiya diputar di desa untuk mendukung perekonomian masyarakat dengan memanfaatkan tenaga, bahan, dan produk setempat. Jika dana desa yang diperoleh tidak diputar untuk kegiatan perekonomian di desa, maka akan banyak masyarakat desa memilih pindah ke kota karena minimnya kegiatan perekonomian di desa. 

"Waktu kita menyusun Undang-Undang nomor 6 (Tahun 2014) itu ada 28,2 juta penduduk miskin 20 (juta) di desa, 8,2 jutanya di perkotaan. Tetapi begitu ditelusuri 8,2 (juta) itu penduduk miskin desa yang pindah ke kota, yang secara statistik didaftarkan sebagai penduduk miskin kota sebetulnya dia orang desa, ini salah konsep pembangunan," tegasnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat