visitaaponce.com

Petani CSA Pinrang, Sulsel, Terapkan Tanam Jajar Legowo 21

Petani CSA Pinrang, Sulsel, Terapkan Tanam Jajar Legowo 2:1
Petani CSA di Pinrang, Sulawesi Selatan, menerapkan Jajar Legowo 2:.(Ist)

POLA tanam Jajar Legowo 2:1 melalui usaha tani padi sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) maupun Tanam Pindah (Tapin) pada Demplot Scalling Up dari Pertanian Cerdas Iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA) oleh petani di Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) terbukti mampu menggenjot produktivitas sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani CSA.

Fenomena El Nino yang memicu kemarau panjang dapat diatasi oleh petani Pinrang dari kelompok petani (Poktan) Dara Kapa III dan Dara Kapa IV di Desa Siwolong Polong, Kecamatan Mattiro Sompe dengan Jajar Legowo 2:1.

Keunggulan teknologi CSA diusung Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) pada 24 kabupaten di 10 provinsi seperti Pinrang.

Baca juga: Panen Demplot Serdang Bedagai Capai Produktivitas 8,75 Ton Per Ha

Komponen utama Jajar Legowo 2:1 adalah menambah jumlah populasi tanam per satuan luas, menekan serangan hama dan optimal memanfaatkan sinar matahari untuk fotosintesis.

Pengelolaan usaha tani padi sawah Tabela maupun Tapin pada hakikatnya sama. Perbedaan prinsipnya pada bentuk fisik bibit yang akan ditanam.

Bibit padi Tabela masih berupa benih berkecambah, sementara Tapin berupa tanaman padi dari persemaian yang berumur sekitar 20 hingga 24 hari.

Upaya petani Pinrang bersama SIMURP sejalan arahan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo bahwa pertanian harus dilakukan dengan maksimal melalui pengelolaan lahan, air cukup, varietas berkualitas didukung teknologi.

Baca juga: Gerakan Nasional Penanganan Dampak El Nino Dimulai di Sumatera Selatan

"Pola tanam Tabela dinilai lebih menguntungkan karena bibit lebih hemat sehingga biaya lebih murah. Misalnya, untuk lahan seluas dua ribu meter hanya membutuhkan benih sekitar lima kg tergantung pada jarak tanam," katanya.

Hal senada dikemukakan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan [BPPSDMP] Dedi Nursyamsi yang menyoroti tentang inovasi teknologi untuk menghadapi dampak perubahan iklim.

"Mulai dari menghasilkan varietas yang tahan kekeringan, genangan bahkan terhadap serangan organisme pengganggu tanaman atau OPT," katanya.

Dedi Nursyamsi juga mengajak petani bersama penyuluh menerapkan pemupukan berimbang, yaitu pemberian pupuk yang sesuai dan diminta tanaman dan tanah, bukan pemberian pupuk sesuai keinginan petani.

Baca juga: Saat Kunjungan ke Sumsel, Mentan SYL Pastikan Kondisi Beras Nasional Aman

“Kalau kita menerapkan pemupukan berimbang, maka kita sudah melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim. Pemberian pemupukan non organik atau kimia memerlukan energi listrik dan fosil, dan itu menyebabkan gas rumah kaca," katanya lagi.

Pernyataan senada dikemukakan Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan) BPPSDMP Kementan Bustanul Arifin Caya menegaskan komitmen pemerintah pada upaya mengantisipasi dampak negatif perubahan iklim global melalui CSA.

Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca

"Tujuannya, meningkatkan produksi, produktivitas, indeks pertanaman dan menurunkan emisi gas rumah kaca disingkat GRK," katanya.

Di Pinrang, Sulsel, Kementan melalui Program SIMURP memadukan Tabela dengan Varietas Unggul Baru (VUB) Inpari 32 plus pemupukan berimbang, pengelolaan air, pupuk hayati dan pengendalian OPT secara terpadu.

Penerapan teknologi menggunakan sistem tanam Jajar Legowo 2:1, kemudian menggunakan benih 25 hingga  40 kg per hektare.

Diketahui, penerapan Tabela lebih mudah, karena saat ini telah ada alat khusus untuk pola Tabela pada tanaman padi. Sementara dengan persemaian, tanaman padi akan mengalami semacam stres lebih tinggi ketimbang menanam dengan pola Tabela. (RO/S-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat