visitaaponce.com

Berdayakan Ibu Rumah Tangga, UMKM Kerajinan Eceng Gondok Mendunia

Berdayakan Ibu Rumah Tangga, UMKM Kerajinan Eceng Gondok Mendunia
Ceo & Founder Anyam Mandiri, Elsa, UMKM kerajinan eceng gondok, di Makassar, Sulawesi Selatan.(Dok. MI)

PRODUK kerajinan tangan berbahan dasar eceng gondok di Sulawesi Selatan (Sulsel) sukses menembus pasar mancanegara. Kerajinan tersebut merupakan karya UMKM milik emak-emak alias ibu rumah tangga di Kota Makassar.

Eceng gondok adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung, dan disebut punya dampak negatif jika dibiarkan tumbuh,. Eceng gondok disebut bisa mempercepat terjadinya proses pendangkalan di sungai atau perairan, mengganggu lalu lintas (transportasi) air, hingga meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia dan juga menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.

Rumah Anyam Mandiri, merupakan usaha kerajinan anyaman eceng gondok di Makassar yang punya visi berkarya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, dan mengedepankan kebersamaan dengan kreativitas. Usaha ini didirikan ibu rumah tangga bernama Elsa, 45, pada tahun 2015.

Baca juga : Pelatihan Tas Tangan dari Kain Perca di Makassar Optimalkan Potensi Daerah

Memasuki galeri Rumah Anyam Mandiri, ratusan pelepah eceng gondok berjejer di teras. Masuk lebih dalam ke galeri tersebut terlihat beraneka jenis kerajinan tangan yang berbahan dasar eceng gondok, mulai dari karpet, tas, topi, tempat tisu, wadah hamper, keranjang, dan pot, yang sebagai tersusun dengan rapi dalam etalase.

Ceo & Founder Anyam Mandiri, Elsa, menceritakan awal mendirikan usahanya berasal dari keprihatinan. Dimana banyak sekali eceng gondok tumbuh subur di sungai dan rawa.

Berdasar dari itu Elsa mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Pemkot Makassar pada tahun 2015 lalu. Awalnya karena keinginan yang kuat dia bisa ikut itu pelatihan meski bukan dirinya yang diutus oleh perwakilan kecamatan. Pada akhirnya dia mengikuti pelatihan tersebut hingga akhir.

Baca juga : UKM Sahabat Sandi Gelar Bazar Bagi Pelaku UMKM di Makassar

Setelah itu dia mulai mengambil mengambil eceng gondok untuk dianyam. Awalnya hasil anyaman eceng gondoknya tidak terlihat baik, bahkan sempat dicemooh saat mengikuti pameran. Namun karena kegigihan dan kembali mendapatkan pelatihan maka produknya semakin baik dan diminati.

"Awalnya saya sendiri yang mengambil dan menganyam, namun kini sudah tidak lagi. Saya sudah mempekerjakan 10 karyawan tetap untuk mengerjakan pesanan," kata Elsa.

Wanita kelahiran Tana Toraja, 19 September 1978 ini mengatakan sebelum menggeluti kerajinan enceng gondok dia menjalani profesi penjual sayur. seiring dengan menggeluti anyaman enceng gondok ekonominya meningkat, bahkan bisa membantu ekonomi para pengrajinnya.

Baca juga : Program Kemandirian UMKM dan Pondok Pesantren Diluncurkan

Baginya, kerajinan eceng gondok bisa maju seperti sekarang ini tak terlepas dari pendampingan pemerintah dan mitra lainnya seperti BRI. Sehingga mereka mampu menciptakan peluang kerja dalam meningkatkan perekonomian usaha kerajinan eceng gondok.

Meski belum melakukan ekspor dengan jumlah besar, dia telah memenuhi permintaan dari Finlandia sebanyak 10 produk kerajinan. Selain itu, juga telah mengirim sampel ke beberapa negara lain, yakni Vietnam, Kairo, Malaysia, dan Afrika Selatan.

Elsa berharap ke depan, apa yang dicita-citakan untuk memberdayakan sesama bisa dimudahkan. Kerja bisa lebih besar lagi sampai membumikan kerajinan dari eceng gondok ini.

Baca juga : Relawan Sandi Beri Pelatihan Digital Marketing Pelaku UMKM

Sebagai mitra bank BUMN, Elsa juga menghendaki mitranya itu bisa memfasilitasi untuk melakukan studi banding guna meningkatkan kualitas produk agar bisa merambah lebih banyak negara. Bukan tanpa alasan, Elsa pernah mendapat komentar bahwa produk yang ia punya juga ada di Thailand dengan tampilan lebih mulus dan bagus sebab dibuat menggunakan mesin.

"Sebagai ibu rumah tangga, kami mengharapkan ada pengembangan SDM bagi perajin eceng gondok. Tujuannya agar wawasannya lebih luas sehingga bisa menghasilkan berbagai varian produk dan peningkatan kualitas," akunya.

Ibu empat anak ini berbagi tips untuk membuat anyaman enceng gondok bukan hanya harus pintar menganyam semata. Banyak hal yang harus diperhatikan. Mulai dari pemilihan pelepah eceng gondok yang bisa digunakan, tingkat kekeringan bahan, hingga bagaimana membuat bahan awet.

Baca juga : Mitra Bukalapak terus Kembangkan Produk Digital, Antar UMKM Bersaing dengan Minimarket Modern

Ciri-ciri pelepah yang bisa dipanen sebagai bahan dalam panjang tidak kurang dari 25 sentimeter, daunnya sudah ada bercak kuning. Pelepah yang masih mudah tidak memiliki serat yang bagus untuk dianyam.

Selanjutnya untuk pengeringan pelepah juga harus diperhatikan. Harus benar-benar kering. Pasalnya jika ada satu pelepah yang tidak kering ikut dianyam bisa menjadi media pertumbuhan jamur. Meski telah dilakukan penyemprotan cairan anti jamur, hal tersebut akan mempengaruhi kualitas kerajinan.

"Penyimpanan dan perawatan berkala. Dimana anyaman eceng gondok tidak boleh disimpan daerah yang lembab karena bisa menyebabkan timbulnya jamur. Begitu pun jika anyaman enceng gondok terkena air atau cairan lain harus segera dilap kemudian dikeringkan," bebernya.

Baca juga : Pelaku UMKM Harapkan Pendampingan dan Edukasi Ekspor

Pekerjakan Ibu Rumah Tangga Setempat

Untuk semua kerajinan itu, Elsa mempekerjakan para wanita atau ibu rumah tangga tetangganya di Jalan Poros Telkomas, Kelurahan Paccerakkang, Kecamatan Biringkanaya. Mulai dari mencari eceng gondok yang layak digunakan, mengeringkan, sampai pembuatan anyamannya dan berbentuk.

Contoh saja, Mashana, salah satu perajin yang mulai menggeluti dunia anyam eceng gondok sejak beberapa tahun lalu melalui Rumah Anyam Mandiri. Saat ini, dia bisa menghasilkan tas, tikar, tempat tisu, dan lainnya, yang semua terbuat dari eceng gondok.

Meski dikerjakan dari rumah, hasil karya Mashana telah dipasarkan ke beberapa negara seperti Vietnam, Mesir, Afrika Selatan, Finlandia, dan Malaysia melalui Rumah Anyam Mandiri Makassar.

Baca juga : Makassar segera Miliki Pusat Kota Baru

Perempuan asal Kabupaten Bone itu mengaku bangga karena hasil karyanya telah menembus pasar internasional. Meski diakui pada awalnya  tidak mudah menghasilkan produk berbahan baku eceng gondok, sebab harus melibatkan sejumlah pihak, terkadang bahan bakunya pun terbatas.

Dalam sehari, Mashana, mampu menghasilkan dua produk anyam dengan ukuran sederhana tanpa mengganggu rutinitas harian sebagai ibu dari tiga anak. "Bekerja sebagai perajin eceng gondok dianggap sebagai anugerah karena tidak semua IRT bisa melakoninya, apalagi aktivitas ini terbilang produktif sebab hasilnya mampu menopang ekonomi keluarga," ungkapnya.

Terlebih saat mendapat pesanan, ia langsung menerima bayaran tanpa ditunda-tunda. Mashana mengaku  pernah mengantongi sekitar Rp800 ribu dalam jangka waktu tiga pekan. Ia menerima pesanan,  namun tidak mengganggu tanggung jawab utamanya mengurus rumah tangga.

Baca juga : Arena Bermain Anak dan Keluarga WonderZone Hadir di Kota Makassar, Sulsel

Selain Mashana, ada juga Hafsah yang telah menjadi perajin eceng gondok sejak 2015. Sebagai perajin, Hafsah patut berbangga karena hasil karyanya telah dinikmati oleh banyak orang, bukan hanya di Indonesia namun hingga ke luar negeri.

Sebagai orang tua tunggal, Hafsah pekerjaan menjadi perajin telah berhasil membantu perekonomian keluarga, khususnya dalam menopang biaya pendidikan keempat anaknya. Selain menganyam, Hafsah juga mengerjakan tahap-tahap penyelesaian produk seperti proses menjahit, membuat tali, lem tali tas, hingga proses finishing lainnya. Pekerjaan ini bisa menghasilkan upah sekitar Rp2 juta per bulan.

Hafsah lalu bercerita, kegiatannya tersebut sangat membantu saat pandemi menyerang, karena dirinya tidak begitu merasakan dampak COVID-19 terhadap aktivitasnya menganyam, bahkan produk seperti pot bunga terbilang sangat laris pada masa pandemi. "Orderan terus meningkat," serunya.

Baca juga : Tengah Diperbaiki Jelang Imlek, Atap Kelenteng Kwan Kong di Makassar Roboh dan Lukai Pekerja

Masih Kekurangan SDM

Meski demikian, Elsa sebagai pemilik Rumah Anyam Mandiri mengaku masih kekurangan SDM, padahal sudah memmpekrajakan belasan perajin, yang merupakan ibu rumah tangga dan perempuan.Hal itu diakuinya, sebagai UMKM yang menaungi Yuli dan Hafsah, kadang harus menolak pesanan, apalagi dalam jumlah yang besar.

Selain SDM terbatas, kendala lainnya ialah sulitnya memperoleh bahan baku karena beberapa pengepul eceng gondok tidak lagi aktif. Jadi, kadang mereka harus membeli dari Jawa untuk memenuhi pesanan. Itu tidak membuat Elsa kehabisan akal. Ia terus melakukan pemberdayaan hingga ke kaum milenial, agar mereka tertarik menjadi perajin.

Baginya, kerajinan eceng gondok bisa maju seperti sekarang ini tak terlepas dari pendampingan pemerintah dan mitra lainnya sehingga mereka mampu menciptakan peluang kerja dalam meningkatkan perekonomian usaha kerajinan eceng gondok.

Baca juga : Habe, Mitra BNI yang Tembus Pasar Global berkat Produk Kerajinan

Dari sektor ekonomi, bisnis Elsa mencatat omzet hingga Rp35 juta lebih per bulan atau mampu sekitar Rp300 juta lebih dalam setahun.

Elsa berharap ke depan, apa yang dicita-citakan untuk memberdayakan sesama bisa dimudahkan. Kerja bisa lebih besar lagi sampai membumikan kerajinan dari eceng gondok ini.

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sulsel Ashari F Tadjamilo, menegaskan UMKM Sulsel, menjadi salah satu faktor utama pendongkrak pertumbuhan ekonomi di Sulsel. Karena dari segi jumlah yang meman banyak.

Baca juga : Jaga Kekompakan Organisasi, Hantar Firman Paggara Jabat Pj Sekda Kota Makassar

Selain itu produk UMKM di Sulsel tidak hanya dinikmati warga lokal saja namun bisa dinikmati secara nasional bahkan Internasional dengan melakukan ekspor produk UMKM.

“Orientasi ekspor ini selalu kita lakukan pengembangan pengembangan supaya bisa naik kelas,” tegas Ashari.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat