visitaaponce.com

Aksi Demokrasi Mengawal Pemilu 2024

Aksi Demokrasi: Mengawal Pemilu 2024
(Dok. NasDem)

DEMOKRASI di Indonesia, sejak era reformasi 1998, telah mengalami kemajuan yang signifikan, terbukti melalui peningkatan transparansi, kebebasan pers, dan partisipasi politik yang aktif. Laporan dari lembaga internasional seperti Freedom House dan The Economist Intelligence Unit, sering kali menyoroti aspek positif itu, posisi Indonesia dalam indeks demokrasi global, serta perbandingannya dengan negara-negara lain.

Namun, menjelang Pemilu 2024, muncul kekhawatiran yang substantif terkait dengan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan pengekangan kebebasan sipil. Kasus-kasus kontroversial, laporan pelanggaran demokrasi, serta pernyataan para tokoh politik dan masyarakat sipil, semakin memperkuat indikasi itu, terutama dalam konteks pemilihan presiden (pilpres).

Bahkan kita bisa membaca apa yang telah terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini. Menurut Freedom House, misalnya, terkait dengan kualitas demokrasi, Indonesia mendapatkan skor 62/100 pada 2021, yang menunjukkan adanya tantangan signifikan dalam menjaga kebebasan dan independensi politik.

Baca juga : Surya Paloh Tuding Ada Yang Merusak Demokrasi di Indonesia

Tulisan ini, oleh karena itu, bertujuan mengajak pembaca berefleksi dan beraksi konkret demi 'penyelamatan demokrasi' di Indonesia. Di sini penting untuk diingat bahwa demokrasi ialah proses berkelanjutan, konsolidatif, dan dengan menimbang bahwa Indonesia ialah negara demokratis terbesar ketiga di dunia sehingga wajib memelihara dan memperkuat nilai-nilai demokratis demi kepentingan global.

 

Konsolidasi demokrasi

Baca juga : Pilpres Dimungkinkan Dua Putaran, Nasdem Pilih Fokus untuk Menang

Konsolidasi demokrasi di Indonesia membutuhkan pendekatan holistis yang tidak hanya menitikberatkan pada mekanisme pemilu, tetapi juga pada peningkatan partisipasi politik yang berkualitas, penguatan institusi demokratis, dan penciptaan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Langkah-langkah itu akan membantu memastikan bahwa demokrasi di Indonesia terus berkembang menjadi lebih matang dan berkelanjutan.

Partisipasi pemilih di Indonesia, yang mencapai sekitar 80% dalam Pemilu 2019 menurut data KPU, merupakan indikator vital dalam proses demokratis. Namun, angka partisipasi yang tinggi itu tidak otomatis mencerminkan kualitas demokrasi. Teori demokrasi deliberatif menekankan pentingnya pemilih yang memilih secara rasional, terinformasi, dan kritis.

Ini bukan hanya tentang jumlah pemilih yang hadir di TPS, tetapi tentang sejauh mana mereka terlibat dalam dialog publik, memahami isu-isu politik, dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang komprehensif.

Baca juga : Ketua Fraksi NasDem Minta Kawal Demontrasi dengan Humanis

Menghadapi Pemilu 2024, juga penting untuk memahami bahwa keberhasilan proses demokrasi akan berdampak pada kualitas kehidupan demokratis pascapemilu. Kualitas itu dapat dilihat dari stabilitas politik, yang mencerminkan kemampuan negara untuk mengelola pluralitas dan konflik dengan cara yang produktif dan damai.

Pemilu yang sah juga akan lebih memungkinkan keadilan sosial, sebagai prinsip fundamental dalam demokrasi, dengan distribusi sumber daya dan peluang yang adil bagi semua warga, termasuk kelompok marginal dan minoritas, menjadi lebih terjamin.

Selain stabilitas politik dan keadilan sosial, pertumbuhan ekonomi inklusif merupakan indikator penting lainnya dalam menilai kualitas demokrasi pascapemilu. Di Indonesia, tempat pemilu sering dijadikan momentum untuk refleksi dan perubahan, pertumbuhan ekonomi yang inklusif akan lebih mungkin terjadi.

Baca juga : Surya Paloh Ajak Masyarakat Rayakan Pemilu dengan Gembira

Proses pemilihan penyelenggara negara secara demokratis akan lebih memungkinkan distribusi manfaat yang merata; tidak hanya meningkatkan angka PDB secara keseluruhan, tetapi juga secara substansial meningkatkan kualitas hidup, mengurangi ketimpangan, dan menciptakan peluang yang sama bagi seluruh masyarakat, termasuk di daerah terpencil dan kelompok marginal.

 

Pemberdayaan pemilih

Baca juga : Surya Paloh Ingatkan Persatuan Bangsa lebih Penting dari Pemilu

Dengan waktu pemilu yang semakin dekat, pemberdayaan pemilih menjadi semakin krusial dalam upaya konsolidasi demokrasi Indonesia. Fokus pada pendidikan, akses informasi, penanganan politik uang, perlindungan dari intimidasi, dan dukungan untuk pemilih pemula akan membantu memastikan pemilu yang tidak hanya inklusif, tetapi juga representatif dan legitimate.

Pertama, edukasi pemilih harus lebih dari sekadar pemahaman tentang mekanisme pemungutan suara; ini harus menyentuh pada kesadaran politik. Program-program edukasi dan kampanye di media sosial, yang dilaksanakan masyarakat sipil, sangat penting dalam memberikan pengetahuan kepada pemilih untuk membuat keputusan politik yang bertanggung jawab.

Kedua, di era disinformasi, keterlibatan semua pihak yang peduli pada demokrasi Indonesia menjadi penting untuk memastikan pemilih mendapat informasi yang objektif. Inisiatif verifikasi fakta dan literasi media, dengan keterlibatan organisasi independen, ialah kunci dalam menjaga transparansi dan keakuratan informasi.

Baca juga : NasDem Gelar Kampanye Akbar di Bandung, Apa Arti Hadirnya JK dalam Aksi Tersebut?

Ketiga, politik uang tetap menjadi masalah serius dalam demokrasi Indonesia. Edukasi, ditambah dengan upaya partisipatif dalam penegakan hukum, penting untuk menjaga integritas pemilu. Sementara lembaga pengawas pemilu berperan penting, partisipasi masyarakat terdidik juga sangat diperlukan, terutama dalam kampanye pemilihan yang rasional.

Keempat, mengatasi intimidasi dalam pemilu ialah tugas penting bagi lembaga masyarakat sipil dan individu yang peduli. Setiap indikasi intimidasi harus dicatat dan dilaporkan ke lembaga yang berwenang, serta disebarluaskan melalui media sosial untuk meningkatkan kesadaran publik, satu mekanisme kontrol sosial yang telah dimungkinkan perkembangan teknologi.

Kelima, pemilih pemula membutuhkan ‘bimbingan’ khusus untuk menjadi pemilih yang rasional. Kampanye yang menarget pemilih muda, baik yang langsung maupun tidak langsung terkait dengan politik, harus terus diperluas, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Generasi muda harus diarahkan untuk membuat pilihan berdasarkan analisis, bukan emosi atau tren semata.

Baca juga : PPATK Didukung Terus Pelototi Aliran Mencurigakan Pas Pemilu

Sebagai penutup, menjelang Pemilu 2024, tanggung jawab mengawal demokrasi Indonesia berada di tangan setiap warga negara. Langkah-langkah seperti edukasi pemilih yang efektif, perlawanan terhadap disinformasi, dan pencegahan politik uang, sangat penting bagi konsolidasi demokrasi yang salah satunya dibuktikan dengan pemilu yang adil, bebas, dan mencerminkan kehendak rakyat.

Selanjutnya, wajib bagi siapa pun untuk berperan aktif sebagai 'saksi pemilu'. Pengawalan harus dilakukan sebelum dan pada saat pemungutan suara, Ketika penghitungan, dan sampai pengawalan bukti-bukti pemilu. Dengan keterlibatan proaktif itu, kita memastikan bahwa setiap suara dihargai dan demokrasi Indonesia tidak jadi mengerdil.

Baca juga : Kepada DPRD, KPU Kota Bogor BerJanji Jaga Netralitas dan Junjung Demokrasi

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat