visitaaponce.com

Bukan Mahar, melainkan Biaya Saksi

Bukan Mahar, melainkan Biaya Saksi
Anggota Komisi II DPR, Johan Budi Pribowo(MI/SUSANTO)

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 dengan pemungutan suara yang baru saja digelar pekan lalu menjadi istimewa. Hal itu lantaran pilkada kali ini terselenggara di tengah pandemi sekaligus pencoblosan yang bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia.

Sayangnya, meski dibanjiri dengan peringatan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), korupsi kepala daerah tetap saja marak. Sebagian bahkan tertangkap tangan berkaitan langsung dengan kontestasi di pilkada.

Berikut wawancara dengan Johan Budi Pribowo, anggota Komisi II DPR, terkait hal ini.

PILKADA sering disokong pendanaan dari pengusaha atau swasta, apa itu sudah pratik yang tepat?

Memang sistem politik kita maju jadi pimpinan kepala daerah butuh biaya besar. Biaya seperti saksi dan kampanye, itu semua harus dibayar dan tidak sedikit. Namun, itu legal. Kembali ke pemberi, jika ada sponsor tentu ada balas budi, tergantung dari pemberi, jika dia membantu karena calon ini baik dan tidak ada balas budi, ya tidak apa-apa.

Bagaimana dengan pendana yang meminta balas budi?

Itu bahayanya sponsor dengan catatan. Membahayakan karena bisa mengarahkan kecenderungan kepala daerah itu korupsi.

Artinya para calon harus selektif menerima siapa saja yang mau mendanai?

Jelas. Jika dia berkomitmen bekerja bersih, dia harus selektif menerima pendanaan dan memang itu tidak mudah.

 

Bisakah KPK ikut memantau?

Ya kalau begitu harus diubah undang-undangnya karena para calon sudah diwajibkan melaporkan dari mana uang kampanye mereka ke KPU.

 

Pengaturan seperti apa yang bisa mencegah korupsi dari pola tersebut?

Dalam peraturan pilkada itu sudah diatur bahwa dana kampanye berasal dari mana dan dilaporkan ke KPU. Namun, kalau dari laporan harta kekayaan di KPK itu tidak bisa di-tracking dari sana karena payung hukumnya berbeda.

 

Rekomendasi dari parpol juga sering dianggap ajang transaksional, apakah benar?

Jadi, itu sebenarnya bukan mahar, melainkan dalam kita berkampanye dan saksi misalnya itu biasanya juga ditiitipkan ke partai. Karena pasti dan perlu kerja mesin partai.

 

Bagaiamana jika ada intervensi KPK agar tidak ada celah korupsi sejak pilkada?

Kembali lagi ke payung hukum yang berbeda. KPK kaitannya dengan penyelenggara negara. KPK sudah melakukan kewenangannya dengan pencegahan. Kedua bisa juga KPK masuk seperti penyalahgunaan anggaran negara oleh petahana yang menggunakan anggaran APBD. Bisa masuk dari sana.

 

Bagaimana dengan aturan yang ada di partai, apakah itu bisa dilakukan?

Saya kira tidak ada, ya, karena secara legal itu ada (menitipkan ke partai). Namun, untuk calon independen, misalnya, tentu dia butuh dukungan dana, baik dari perorangan maupun berupa urunan untuk mendukung calon tersebut. (Sru/P-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat