visitaaponce.com

Tanggapi ORI, KPK Kami Tak Terbiasa Melompati Pagar

Tanggapi ORI, KPK: Kami Tak Terbiasa Melompati Pagar
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron(Ant)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah pernyataan Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Robert Na Endi Jaweng, terkait pelabelan tidak malaadministrasi kepada ORI. Lembaga antirasuah mengaku tidak pernah atau ingin melewati kewenangan yang sudah digariskan regulasi.

"KPK tidak terbiasa melompati pagar orang lain, KPK tidak pernah melabeli malaadministrasi ORI," tegas Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, kepada Media Indonesia, Jumat (13/8).

Menurut dia KPK hanya mempertanyakan konsistensi ORI mengenai maladministrasi. Konteksnya terkait pemeriksaan dilakukan pimpinan ORI, padahal sebelumnya sudah didelegasikan ke bawahannya, Asistensi Pemeriksaan VI .

"Maka perbuatan Robert Na Endi Jaweng yang memeriksa pada saat klarifikasi padahal kewenangan memeriksa telah didelegasikan pada Asistensi Pemeriksaan VI sesuai peraturan ORI 48/2020. Maka perbuatan tersebut harus dinilai sama sebagai perbuatan maladministrasi," paparnya.

Mengingat landasan tersebut, kata dia, malaadministrasi menyebabkan pemeriksaan ORI terhadap penanganan dugaan maladministrasi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK pun malaadministrasi. "Jadi KPK hanya mempertanyakan konsistensi dari penilaiannya jika dilihatkan pada diri ORI sendiri," katanya.

Dalam pandangan KPK, lanjut Ghufron, hal tersebut memang tidak melanggar hukum atau bukan malaadministrasi. Itu merujuk Undang-undang (UU) Administrasi Pemerintahan dalam Pasal 13 ayat 5.

Tetapi masalahnya praktik tersebut dipandang ORI sebagai perbuatan malaadministrasi. Maka ini soal ketidakpahaman ORI dalam pengaturan delegasi.

Ia mencontohkan, Presiden dalam pembahasan RUU mendelegasikan ke Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM). "Apakah sewaktu-waktu Presiden mau hadir jadi terlarang atau maladminitrasi. Termasuk jika yang hadir Presiden namun pada nota kesepakatannya ditandatangani MenkumHAM. Itu sah secara hukun bukan masalah," jealasnya.

Delegator itu berhak untuk tetap melaksanakan kewenangan yang didelegasikan, termasuk nantinya setelah muncul kesepakatan. "Pemahaman ini tidak dipunyai ORI sehingga menilai KPK maladministrasi ketika pimpinan KPK hadir dalam rapat harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM," pungkasnya.

Sebelumnya, Komisioner ORI Robert Na Endi Jaweng menilai vonis malaadminsitrasi hanya dimiliki ORI. Sama sekali tidak ada lembaga lain di luar ORI yang memilikinya.

"Tidak ada lembaga lain yang dapat menyatakan apakah kami melakukan malaadministrasi atau tidak,” kata Robert.

Robert menyampaikan, pihaknya saat ini masih menelaah keberatan yang disampaikan Pimpinan KPK atas Laporan Akhis Pemeriksaan (LAHP) mengenai laporan dugaan malaadministrasi dalam proses hingga pelaksanaan TWK.

“Sedang ditelaah oleh unit kerja dari manajemen mutu untuk melihat sejauh mana kemudian substansi yang disampaikan ada unsur-unsur kebenaran,” ucap Robert.

Dia mengutarakan, pihaknya akan menerbitkan rekomendasi setelah 30 hari kerja dari penyampaian LAHP kepada Pimpinan KPK. Robert menegaskan, rekomendasi itu bersifat wajib dan mengikat. “Kalau ada pihak terlapor yang tidak menjalankan korektif maka kami berlanjut ke rekomendasi,” tutupnya. (OL-13)

Baca Juga: Penguasa Pura Mangkunegaran KGPAA Mangkunegoro IX Wafat

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat