visitaaponce.com

Sidang Kasus HAM Berat Paniai Saksi Sebut Lihat Brimob di Lokasi

Sidang Kasus HAM Berat Paniai: Saksi Sebut Lihat Brimob di Lokasi
Persidangan perkara pelanggaran HAM berat Paniai, Papua Barat, di Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1 Khusus masih mendengarkan kesaksian, Ra(MI/Lina Herlina)

PERSIDANGAN perkara pelanggaran HAM berat Paniai, Papua Barat, pada Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1 Khusus benar-benar digelar secara marathon. Pada Rabu (12/10) sidang yang menghadirkan tujuh orang saksi yang semua dari unsur TNI Angkatan Darat berlangsung hingga pukul 22.29 Wita.

Tujuh orang saksi tersebut adalah Mayor Infantri Prasenta Imanuel, 35, Letda Gatot Wahyu Sugeng Riyanto, 35, Serma Sugiantoro, 36, Letda Wardi Hermawan, 37, Serka Jusman, 43, Sertu Supriono, 42 dan Serda Dodi Carlo Takapaha, 36.

Jika tiga saksi, Prasenta Imanuel, Gatot Wahyu dan Sugiantoro telah memberi saksi sebelum pukul 19.00 Wita, maka empat sisanya memberi keterangan setelahnya. Dan rencananya, agenda sidang lanjutan, Kamis (13/10) di Ruang Sidang Prof Bagir Manan PN Makassar, akan menghadirkan saksi sebanyak enam orang pada pukul 09 Wita.

Dari tujuh saksi yang dihadirkan sebelumnya, lima orang berada di Koramil 1705-02/Enarotali, dan sisanya dua yaitu Imanuel dan Dodi, berada di Pondok Natal Gunung Merah pada 8 Desember 2014. Yang sama dari ketujuh saksi itu, dalam sidang, mereka semua mengaku tidak tahu kejadian 7 Desember 2014 malam yang mengakibatkan pemalangan jalan di depan Pondok Natal dan berakhir aksi kerusuhan di depan Koramil Enarotali.

Sebagai Komandan Kompi Yonif Raider 753, Imanuel mengaku setelah kejadian 8 Desember yang dia bersama anggotanya diserang di lokasi pemalangan, dia sempat melaporkan kejadian itu ke Perwira Penghubung (Pabung) Kodim 1705/Paniai, Mayor Infantri Isak Sattu, yang saat merupakan pejabat tertinggi di wilayah itu dan membawahi 3 Koramil.

Hanya saja Isak Sattu, yang saat ini menjadi terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, membatah hal tersebut. "Tidak benar, saya tidak pernah menerima laporan dari saksi," elaknya saat diminta tanggapan atas keterangan saksi oleh Ketua Majelis Hakim Sutisna Sawati.

Bantahan juga dilakukan terdakwa pada saksi Gatot yang menyebut terdakwa menggunakan seragam loreng saat hari kejadian, dan Sugiantoro menyebut terdakwa meminta mengambil senjata. "Saya hari itu (Senin 17 Desember 2014) tidak memakai seragam loreng, saya pakai PDH (Pakaian Dinas Harian) . Tidak pernah perintahkan ambil senjata. Memang ada perintah tembak peringatan ke atas sambil tunggu koordinasi Dandim," aku Isak dibalik bantahannya.

Hal serupa dikatakan terdakwa dalam kesaksian Wardi, yang saat kejadian bertugas menjaga rumah dinas dan memegang kunci senjata Koramil 1705-02/Enarotali. Terdakwa menegaskan tidak pernah meminta siapkan senjata dan tidak pernah juga perintahkan Sugiantoro.

Tentu itu berbeda dengan pernyataan saksi Wardi yang mengaku membuka gudang senjata pada 8 Desember, atas permintaan Sugintoro, karena ada permintaan dari Pabung (Terdakwa).

Untuk Saksi Jusman, hampir sama dengan keterangan saksi lain yang tidak tahu dengan kejadian 7 Desember 2014 malam di Pondok Natal. Hanya saja, dia tahu ada pemalangan di depan Pondok Natal 8 Desember 2014, dari Pabung, karena hari itu dia bertugas akan mengantarkan ikut rapat di Kantor Pemda Paniai di Madi. Tapi batal berangkat, karena setelah apel pagi, massa mendatangi Koramil.

"Sekitar pukul 09.00 Wit, saya liat massa lewat depan Polsek Paniai Timur ke lapangan Karel Gobay di depan Koramil. Massa lari putar-putar dan bertambah banyak. Mereka ke koramil pegang pagar dan lalukan pelemparan. Meraka bawa batu, parang dan panah, lakukan Waeta (Tari perang) tapi tidak mengerti bahasa yang mereka gunakan, itu bahasa lokal sana. Saya sembunyi/berlindung di balik mobil. Mobil itu rusak kena lempar. Setelah massa brutal ada yang lalukan tembakan peringatan. Saya pun ikut melepaskan tembakan peringatan ke atas sebanyak tiga kali," urai Jusman.

Saksi Supriono pun menyampaikan kesaksian yang sama. Bahkan Jusman dan Supriono mengaku sempat melihat Batituud (Bintara Tinggi Tata Urusan Dalam) Koramil 1705-02/Enarotali, H Darwis melakukan negosiasi dengan perwakilan massa yang datang. Tapi jika melihat kondisinya, negosiasi batal, bahkan dari pengakuan Jusman Batituud yang posisinya bisa disebut wakil Danramil saat itu, sempat dipukul warga hingga kepalanya luka.

Terkait informasi dari saksi yang pertama hadir 28 September, Andy Richo Amir menyebut Jusman merupakan salah satu pelaku pembunuhan warga dengan menusuknya pakai sangkur di Lapangan Karel Gobay, itu dibantahnya. Jusman mengaku tidak pernah keluar dari halaman Koramil, demikian pula dengan anggota lainnya, mereka tidak diperbolehkan keluar dari areal Koramil hampir seminggu lamanya.

Kesaksian tersebut juga dibenarkan saksi lain, yang mengatakan tidak pernah keluar dari areal kantor, bahkan tidak ada satu pun anggota Koramil yang membawa sangkur. Meski semua saksi mengakui jika senjata yang meraka miliki yang jumlahnya 14 pucuk itu baik jenis SS1, F16 dan Stand, semuanya berisi peluru tajam, tidak ada karet mau pun hampa.

Saat massa sudah brutal, saksi Jusman dan Supriono melihat ada polisi yang akhirnya datang untuk membubarkan massa. Kedua mendengar ada tembakan peringatan, bahkan Jusman menduga jika hasil suara senapan yang dikeluarkan itu mengenai tubuh manusia, tapi dia mendengarnya dari jarak 30 meter dari lokasi terdengar letusan dan posisinya di dalam Koramil.

Tapi ada perbedaan antara keterangan Jusman dan Supriono. Jika jusman menyebut yang membubarkan massa adalah Tim Dalmas dari kepolisian, Supriono melihat sekitar 10 orang menggunakan seragam hitam-hitam menyerupai pakaian Brimob kepolisian membawa senjata jenis AK.

Sementara itu, saksi Dodi, Anggota PAM Rawan Enarotali dari Satgas 753/AVT yang saat itu mengendarai mobil Toyota Rush berwarna putih bersama lima rekannya bermaksud mengantar Danki Yonif Raider 753 Imanuel dihadang warga di sekitar Gunung Merah, yang sebelumnya melihat massa berjalan menuju ke arahnya dari arak Pondok Natal.

Mobil mereka pun di rusak, tapi sebelum kejadian mereka sempat menyelamatkan diri masing-masing. "Jadi saat itu kami akan mengantar Danki Rapat ke Pemda. Di jalan saat mau ke Madi, lihat massa kami langsung menyelamatkan diri," seru Dodi.

Saat ditanya salah satu hakim ad hoc, Siti Noor Laila, apakah saat itu Dodi bersenjata dan mendengar suara letusan senjata? Dijawab iya. "Dengar suara tembakan tapi dari arah atas (jalan menanjak), tapi suara tembakan tidak tau dari arah mana. Juga lihat Brimob lewat," akunya.

Meski demikian, Dodi mengatakan kepada hakim, pada hari itu, saat apel petang seperti biasa dilakukan pengecekan amunisi dari senjata yang dimiliki anggota satgas, dan memang ada yang berkurang. "Tidak tahu milik siapa yang kurang, karena dikumpul sekaligus," pungkasnya. (OL-13)

Baca Juga: Saksi Pelanggaran HAM Berat Pania Beberkan Kronlogis Kejadian

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat