Proyek Fiktif di BUMN Dinilai Terjadi karena Fungsi Whistleblower tak Berjalan
![Proyek Fiktif di BUMN Dinilai Terjadi karena Fungsi Whistleblower tak Berjalan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/05/e81351c51e1652efdd0a1a6dffdaa04e.jpg)
PENGAMAT isu korupsi Yudo Purnomo mengatakan, terkuaknya satu persatu kasus proyek fiktif dan tertangkapnya manajemen perusahan BUMN seperti membuka kotak pandora dan mencairnya gunung es yang selama ini membeku. Menurutnya, kasus yang terjadi banyak, namun fungsi whistleblower tak berjalan di institusi tersebut.
Sehingga, tugas yang diamanatkan manajemen perusahaan BUMN untuk menjadi agen pembangunan tidak berjalan. Padahal, Menteri BUMN selalu menyuarakan mengenai core value AKHLAK.
Yudi mengatakan tindak korupsi yang terjadi di perusahaan BUMN termasuk unik, apalagi BUMN Karya. Sebab sebenarnya tiap proyek mereka mayoritas terkait fisik pembangunan infrastruktur. Artinya produk yang mereka bangun kasat mata.
Baca juga: Kejaksaan Agung Periksa 3 Saksi Kasus Proyek Fiktif Waskita Karya
Sehingga bila kemudian BUMN Karya bermain di proyek fiktif, padahal ada proses pengadaan barang dan jasa, ada pesertanya, panitianya, harga perkiraan barang, dokumen-dokumen administrasi, termasuk syarat-syarat pembayaran per termin hingga pelunasan disertai bukti pembangunan.
“Ketika terjadinya fiktif, menariknya pada BUMN Karya Waskita, ini dilakukan oleh direktur utamanya langsung. Sehingga bila dilakukan oleh manajemen tertinggi, artinya budaya anti korupsinya tidak berjalan, pengawasannya sangat lemah, dan whistleblower bungkam karena pelakunya atasan. Sehingga ketika menyangkut proyek yang terkait dengan atasan, lini bawahnya tidak berani bersuara (melaporkan),” kata Yudi, saat dihubungi, Senin (22/5).
Baca juga: Korupsi Waskita Karya, Nilai Kerugian Negara Lebih dari Rp2,5 Triliun
Kemudian, proyek fiktif BUMN Karya dia pastikan melibatkan banyak orang berbeda dan berantai, mulai dari proses perencanaan pengadaan hingga penerimaan barang dan jasa. Hal ini bisa terjadi ketika puncak manajemen perusahaannya terlibat.
Artinya krisis perilaku yang terjadi BUMN ini perlu menjadi perhatian bagi penegak hukum, auditor, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), untuk mengawasi secara ketat menyusuri agar tidak lagi terjadi proyek-proyek fiktif. Sebab selama ini korupsi terjadi dalam bentuk “memotek” dari dana yang dianggarkan atau barangnya ada tetapi kualitasnya dikurangi.
“Sedangkan yang terjadi ini, fisiknya tidak muncul tetapi uangnya keluar. Ini korupsi yang luar biasa. Ini terjadi karena manajemen tertinggi “bermain”,” kata Yudi.
Kasus korupsi terjadi, di saat dari sisi pejabat BUMN telah mendapatkan gaji yang besar, ternyata tidak mengurangi niat untuk korupsi. Di sisi lain, beberapa perusahaan BUMN yang seringkali berutang dan tidak memiliki modal untuk membayarnya, mendapat suntikan dana dari pemerintah, meski ini merupakan kebijakan negara.
Maka penegak hukum tetap harus mengawasi dengan ketat. Bila tidak ada korupsi, tentu dana pendapatan operasional perusahaan bisa untuk membayar utang. Dia khawatir bila ternyata utang-utang muncul karena merajalelanya korupsi di perusahaan tersebut.
“Ke depan ketika pemerintah/ pemegang saham mengangkat direksi ataupun komisaris BUMN adalah mereka yang berkomitmen untuk tidak korupsi, dan yang bisa bekerja keras untuk bisa menguntungkan BUMN untuk bisa membayar utang. Walaupun kita juga tahu perusahaan BUMN-BUMN ini salah satu kegiatannya adalah penugasan dari pemerintah. Bila BUMN ini tidak diciptakan budaya anti korupsi, kerjanya akan berat,” kata Yudi.
Sejauh ini langkah pemerintah sudah pada jalurnya untuk menyita harta/ aset para pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia jelaskan ini berbeda beda dari skema di dalam Rancangan Undang-undang Perampasan Aset yang belum disahkan hingga saat ini, yang lebih kepada kemampuan petugas berwajib untuk mengamankan aset pelaku yang statusnya masih terduga.
“Kalau saat ini, negara bisa menyita harta aset pelaku yang telah menjadi tersangka sebesar angka bukti yang ditemukan. Nanti bila ditemukan angka bukti baru lagi, baru bisa kembali dilakukan penyitaan,” kata Yudi. (Z-7)
Terkini Lainnya
Komisi VI DPR: Pemberian PMN bukan untuk Bayar Hutang Kredit Macet
Kredit Macet LPEI Disebabkan tidak Berjalannya Prinsip Tata Kelola yang Baik
Kredit Macet di LPEI, Pengamat: Prioritaskan BUMN Satu Pintu
Pemerintah dan DPR Setujui Pemberian PMN ke Sejumlah Lembaga dan BUMN
PTPP Penuhi Kewajiban Obligasi dan Sukuk Mudharabah Tepat Waktu
Oasis Central Sudirman Diharapkan Gerakkan Perekonomian Nasional melalui FDI
Uang Rp1 Triliun PT Taspen Diputar ke 3 Jenis Investasi Fiktif
KPK Isyaratkan segera Tahan Tersangka Kasus Korupsi APD Kemenkes
Pengusutan Perkara Lain Firli Bahuri Dianggap Upaya Penundaan Kasus yang Berjalan
Kasus Korupsi Rp3,7 Miliar, Kejati Sumut Tahan Dua Tersangka
Dua Mantan Pejabat Bank NTT jadi Tersangka Kasus Perbankan
Pegiat Antikorupsi: Koordinasi KPK dan Polri-Kejaksaan Agung Memang tidak Baik
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap