visitaaponce.com

Proyek Fiktif di BUMN Dinilai Terjadi karena Fungsi Whistleblower tak Berjalan

Proyek Fiktif di BUMN Dinilai Terjadi karena Fungsi Whistleblower tak Berjalan
Potret pembangunan proyek jalan tol yang digarap Waskita Karya.(Antara )

PENGAMAT isu korupsi Yudo Purnomo mengatakan, terkuaknya satu persatu kasus proyek fiktif dan tertangkapnya manajemen perusahan BUMN seperti membuka kotak pandora dan mencairnya gunung es yang selama ini membeku. Menurutnya, kasus yang terjadi banyak, namun fungsi whistleblower tak berjalan di institusi tersebut.

Sehingga, tugas yang diamanatkan manajemen perusahaan BUMN untuk menjadi agen pembangunan tidak berjalan. Padahal, Menteri BUMN selalu menyuarakan mengenai core value AKHLAK.

Yudi mengatakan tindak korupsi yang terjadi di perusahaan BUMN termasuk unik, apalagi BUMN Karya. Sebab sebenarnya tiap proyek mereka mayoritas terkait fisik pembangunan infrastruktur. Artinya produk yang mereka bangun kasat mata.

Baca juga: Kejaksaan Agung Periksa 3 Saksi Kasus Proyek Fiktif Waskita Karya

Sehingga bila kemudian BUMN Karya bermain di proyek fiktif, padahal ada proses pengadaan barang dan jasa, ada pesertanya, panitianya, harga perkiraan barang, dokumen-dokumen administrasi, termasuk syarat-syarat pembayaran per termin hingga pelunasan disertai bukti pembangunan.

“Ketika terjadinya fiktif, menariknya pada BUMN Karya Waskita, ini dilakukan oleh direktur utamanya langsung. Sehingga bila dilakukan oleh manajemen tertinggi, artinya budaya anti korupsinya tidak berjalan, pengawasannya sangat lemah, dan whistleblower bungkam karena pelakunya atasan. Sehingga ketika menyangkut proyek yang terkait dengan atasan, lini bawahnya tidak berani bersuara (melaporkan),” kata Yudi, saat dihubungi, Senin (22/5).

Baca juga: Korupsi Waskita Karya, Nilai Kerugian Negara Lebih dari Rp2,5 Triliun

Kemudian, proyek fiktif BUMN Karya dia pastikan melibatkan banyak orang berbeda dan berantai, mulai dari proses perencanaan pengadaan hingga penerimaan barang dan jasa. Hal ini bisa terjadi ketika puncak manajemen perusahaannya terlibat.

Artinya krisis perilaku yang terjadi BUMN ini perlu menjadi perhatian bagi penegak hukum, auditor, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), untuk mengawasi secara ketat menyusuri agar tidak lagi terjadi proyek-proyek fiktif. Sebab selama ini korupsi terjadi dalam bentuk “memotek” dari dana yang dianggarkan atau barangnya ada tetapi kualitasnya dikurangi.

“Sedangkan yang terjadi ini, fisiknya tidak muncul tetapi uangnya keluar. Ini korupsi yang luar biasa. Ini terjadi karena manajemen tertinggi “bermain”,” kata Yudi.

Kasus korupsi terjadi, di saat dari sisi pejabat BUMN telah mendapatkan gaji yang besar, ternyata tidak mengurangi niat untuk korupsi. Di sisi lain, beberapa perusahaan BUMN yang seringkali berutang dan tidak memiliki modal untuk membayarnya, mendapat suntikan dana dari pemerintah, meski ini merupakan kebijakan negara.

Maka penegak hukum tetap harus mengawasi dengan ketat. Bila tidak ada korupsi, tentu dana pendapatan operasional perusahaan bisa untuk membayar utang. Dia khawatir bila ternyata utang-utang muncul karena merajalelanya korupsi di perusahaan tersebut.

“Ke depan ketika pemerintah/ pemegang saham mengangkat direksi ataupun komisaris BUMN adalah mereka yang berkomitmen untuk tidak korupsi, dan yang bisa bekerja keras untuk bisa menguntungkan BUMN untuk bisa membayar utang. Walaupun kita juga tahu perusahaan BUMN-BUMN ini salah satu kegiatannya adalah penugasan dari pemerintah. Bila BUMN ini tidak diciptakan budaya anti korupsi, kerjanya akan berat,” kata Yudi.

Sejauh ini langkah pemerintah sudah pada jalurnya untuk menyita harta/ aset para pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia jelaskan ini berbeda beda dari skema di dalam Rancangan Undang-undang Perampasan Aset yang belum disahkan hingga saat ini, yang lebih kepada kemampuan petugas berwajib untuk mengamankan aset pelaku yang statusnya masih terduga.

“Kalau saat ini, negara bisa menyita harta aset pelaku yang telah menjadi tersangka sebesar angka bukti yang ditemukan. Nanti bila ditemukan angka bukti baru lagi, baru bisa kembali dilakukan penyitaan,” kata Yudi. (Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat