visitaaponce.com

Sikap Pemerintah terhadap Putusan MK Dinilai Kontradiktif

Sikap Pemerintah terhadap Putusan MK Dinilai Kontradiktif
Feri Amsari.(MI/Rommy Pujianto.)

KEPUTUSAN pemerintah mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai aneh. Demikian disampaikan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) sekaligus Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.

Setelah putusan MK atas pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pemerintah akan memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 menjadi 5 tahun. Pengujian materiil UU KPK Pasal 34 soal masa jabatan pimpinan KPK dimohonkan oleh Wakil Ketua KPK Nuruf Ghufron. MK mengabulkan permohonan itu dan menyatakan Pasal 34 yang mengatur masa jabatan pimpinan KPK 4 tahun bertentangan dengan UUD 1945.

Sikap pemerintah dianggap kontradiktif karena, menurutnya, putusan MK itu tidak dapat diterapkan secara berlaku surut (ke belakang) sehingga seharusnya diberlakukan pada pimpinan KPK periode selanjutnya. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengaku telah bertemu dengan para hakim MK mereka menyatakan putusan itu berlaku pada pimpinan KPK periode sekarang.

Baca juga: Jabatan Pimpinan KPK Resmi 5 Tahun, Kecurigaan Membeking Pemilu 2024 Dinilai Makin Kental

"Sebenarnya Mahfud MD sudah menyatakan secara keilmuan dia tidak setuju dengan putusan MK. Artinya putusan MK itu memang tidak dapat diterapkan secara berlaku surut berdasarkan asas non retro aktif (hukum tidak dapat diberlakukan surut)," papar Feri ketika dihubungi, Sabtu (10/6).

Managing Partner THEMIS Indonesia Law Firm itu menambahkan dengan tidak digunakan pendapat keilmuan Mahfud MD oleh pemerintah dapat dipastikan bahwa sedari awal pemerintah menginginkan konsep yang diputuskan MK tersebut. Pemerintah dianggap ingin memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK periode saat ini. 

Baca juga: Mahfud Nilai Putusan MK tentang Masa Jabatan Pimpinan KPK Inkosisten

Saat ditanya kaitannya dengan agenda politik yakni pemilihan umum (pemilu) 2024, Feri menuturkan kemungkinan pemerintah punya agenda. "(Kelihatannya) target pemerintah sepertinya memang untuk menyingkirkan kubu oposisi dari pemilihan presiden 2024," imbuh Feri.

Menurut Feri, alasan pemerintah mematahui putusan MK yang janggal karena dua hal. Pertama, dalam putusannya, Mahkamah tidak menentukan secara eksplisit pemberlakuan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun. "Juga karena sifat putusan MK (seharusnya) prospektif (ke depan)," ujar Feri.

Baca juga: Pemerintah Diminta tidak Bersandiwara

Alasan kedua, ia menilai sikap pemerintah aneh. Pemerintah dianggap sering melanggar atau mengabaikan putusan MK, misalnya pada putusan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurutnya, pemerintah tidak sekadar mengabaikan putusan itu, tetapi menentang putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional apabila tidak diperbaiki dalam waktu 2 tahun. 

Pemerintah malah mengeluarkan dan mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 6 Tahun 2023 bukan merevisi UU tersebut. "Anehnya untuk urusan perpanjangan pimpinan KPK pemerintah malah berpura-pura menghormati putusan MK," cetus Feri. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat