visitaaponce.com

Regulasi dan Sanksi Pemilu Hanya Normatif

Regulasi dan Sanksi Pemilu Hanya Normatif
Ilustrasi(Dok.MI )

DIREKTUR Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah mengatakan sistem pembiayaan pemilu termasuk pertanggungjawaban dana tersebut sudah diatur secara khusus di PKPU dan harus dipatuhi oleh semua peserta pemilu. Namun yang terjadi ada beberapa poin penting dalam aturan itu yang diubah kemudian menjadi celah besar terjadinya politik uang.

“Masalahnya kenapa politik uang sangat marak, kita bicara dulu regulasi ada multi faktor. Regulasi yang ada selama ini ada selalu kelemahannya tidak memiliki mekanisme sanksi yang kuat jadi regulasinya hanya normatif saja,” ujarnya.

Kondisi ini kemudian menjadikan partai politik hanya tergantung pada para peserta untuk mematuhi atau tidak. Mekanisme sanksi yang ada tidak cukup adaptif. Seharusnya aturan dan sanksi yang dibuat dengan komitmen yang serius menghapuskan politik uang, bukan hanya diberikan pada pemberi dana tapi juga penerima. Regulasi dan sanksi yang kita miliki tidak pernah bersifat preventif dan prediktif sehingga celah kecurangan dan pelanggaran terus terjadi dan terbuka lebar.

Baca juga: NasDem Tegaskan Komitmen Politik tanpa Mahar pada Pemilu 2024

“Tapi apakah regulasi yang disusun dengan banyaknya modus yang terjadi, yang terus berubah, apakah regulasinya ada yang mengatur itu? Regulasi kita normatif dalam mengasumsikan kepatuhan pesertanya. Tidak preventif dan prediktif. Celah-celah pelanggaran itu terbuka padahal regulasi harus membuat dua hal itu,” paparnya, Jumat (16/6)

Situasi ini diperparah dengan persoalan perilaku peserta pemilu, aktor elektoral individual maupun parpol yang mempunyai sifat khas tapi tidak memiliki atau berbasis program yang akan dikerjakan. Tidak hanya itu peran partai politik memberikan pendidikan politik juga minim. Pendidikan politik partai seharusnya mempunyai keterhubungan dengan masyarakat.

Baca juga: PPP Tegaskan Komitmen Politik tanpa Mahar di Pemilu 2024

“Sejak awal pragmatisme jadi ketika rakyat jadi pragmatis itu dampak dari parpol dan kandidat yang pragmatis. Jumlah pemilih kritis kita masih minim ini masa mengambang pemilih kita mudah sekali berubah pilihan politiknya dari pemilu ke pemilu,” tukasnya. (Sru/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat