visitaaponce.com

Sejumlah Kasus Ganggu Airlangga dan Golkar

Sejumlah Kasus Ganggu Airlangga dan Golkar
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartaro(MI/Moh Irfan)

SUARA Partai Golkar jelang Pemilu 2024 terus mengalami penurunan yang signifikan, dari 12% suara di Pemilu 2019 dan berpotensi bakal terjun bebas hingga diangka 6% pada Pemilu 2024. 

Menurut pengamat politik Fernando Emas, menurunnya suara Golkar ini karena dua faktor, yakni keringnya ketokohan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan keterlibatan sejumlah elite partai dalam kasus korupsi, seperti Anggota DPR RI Azis Samsuddin, dugaan keterlibatan Menpora Dito Ariotedjo dalam kasus korupsi BTS, serta dugaan kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang menyeret nama Airlangga Hartarto.

“Ini kan karena faktor dari ketua umumnya yang ketokohannya kurang bisa diterima di masyarakat, terus kemudian beberapa kali kan kader Golkar ini terkena kasus korupsi yang terakhir juga kan Mas Azis, nama Mas Dito Menpora sekarang di kasus BTS, kemudian terakhir nama ketua umum yang langsung disebut-sebut terindikasi terlibat dalam korupsi minyak CPO," kata Fernando Emas kepada wartawan, Minggu (30/7).

"Jadi ini kan sangat memberikan pengaruh terhadap bagaimana publik menyukai atau tidak Partai Golkar. Jadi sangat wajar ketika Golkar akhirnya diprediksi hanya memperoleh sekitar 6% suara,” tambahnya

Dikatakan Direktur Rumah Politik Indonesia itu, dari beberapa hasil survei belakangan ini, suara Partai Golkar di Pemilu 2024 diprediksi akan terlempar dari tiga besar, saat biasanya partai berlogo pohon beringin itu di empat kali Pemilu berturut-turut pascareformasi selalu berada di urutan pertama dan kedua.

Tetapi, di Pemilu 2024, Golkar berpotensi menjadi partai menengah disalip oleh partai baru seperti Demokrat dan NasDem jika langkah pembenahan tidak segera dilakukan.

“Digambarkan dari beberapa survei belakangan ini, Golkar itu memang beberapa kali sudah diprediksi, bahkan di bawah Demokrat. Ini sangat-sangat ironis karena partai yang selama 32 tahun berkuasa, kemudian beberapa kali menjadikan kader mereka sebagai Wapres, terakhir Pak JK (Jusuf Kalla) kok malah tidak bisa mengimbangi partai-partai baru ataupun partai yang belakangan muncul, seperti Gerindra dan juga Demokrat kemudian PKB,” ujarnya.

Dijelaskan Fernando Emas, kekhawatiran para kader dan beberapa dewan kehormatan partai ini sangat beralasan, karena Golkar pernah mengalami masalah serupa terkait dengan masalah hukum dimana ketua umum sebelumnya Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP dan hal itu dinilai berpengaruh terhadap perolehan suara partai di Pemilu 2019. 

Untuk itu, desakan dilakukan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk mengganti Airlangga demi menyelamatkan partai sangat tepat dan masuk di akal.

“Kalau kita melihat kader-kader lain justru memiliki informasi yang sudah jauh dari apa yang didapatkan oleh Pak Airlangga. Dan saya yakin desakan itu karena mereka sudah dapat informasi dan ada kemungkinan Pak Airlangga akan segera dijadikan statusnya menjadi tersangka sehingga ada desakan itu dan mengapa mereka meminta segera dilakukan Munaslub itu wajar,” ucapnya.

Menurutnya, gelaran munaslub tidak harus menunggu seorang ketum menjadi tersangka terlebih dahulu sebab langkah preventif itu dinilai akan bisa menyelematkan citra partai di mata masyarakat, bahwa Golkar adalah partai yang anti korupsi dan mendukung pemberantasan korupsi.

Tetapi, jika munaslub baru diadakan setelah pucuk pimpinan ditetapkan menjadi tersangka hal itu terlambat dan berimbas jauh negatif bagi partai.

“Mereka meminta Munaslub sebelum ditetapkan jadi tersangka, kemungkinan mereka akan dapatkan informasi itu dan sangat mungkin informasi yang mereka dapat sudah valid. Apalagi kelompok-kelompok dewan pakar yang sudah senior dan sangat-sangat tau simbol informasinya cukup baiklah. Dan memang harusnya langkah seperti itu jadi jauh sebelum ditetapkan supaya jangan berimbas lebih jauh lagi ke Partai Golkar,” jelasnya.

Atas dasar itu, Fernando mengakui desakan kader dan dewan pakar untuk digelar Munaslub merupakan langkah tepat dalam menyelamatkan partai jelang Pemilu 2024.

Apalagi, Airlangga Hartarto dianggap politisi yang tipis telinga alias politisi yang tidak begitu suka mendengar aspirasi dari bawah serta antimenerima masukan dari pihak luar terlebih saran yang dilontarkan tidak menguntungkan bagi pribadinya.

“Pengalaman saya waktu itu, ketika saya meminta Golkar segera memecat Bang Azis Syamsuddin sebelum menjadi tersangka, pada saat itu respon ketua umum sangat miring terhadap saya ketika belum menjadi tersangka, dari sini saya melihat Pak Airlangga ini kurang begitu menerima informasi yang cukup baik mengenai kader-kadernya yang sedang berproses hukum," paparnya

Fernando menilai, kondisi itu kemungkinan juga terjadi pada saat sekarang ini ketika Airlangga juga sedang menghadapi kasus dugaan kasus korupsi. 

“Iya sebelum terjadi penetapan sebagai tersangka baiknya mundur demi penyelamatan partai. Saya yakin para senior, para dewan pakar itu memiliki informasi yang cukup baik soal itu (tersangka),” tandasnya. (RO/Z-1)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat