visitaaponce.com

Miris Pembangunan BTS 4G jadi Ladang Korupsi, Hakim Itu Buat Pendidikan Anak Sekolah

Miris Pembangunan BTS 4G jadi Ladang Korupsi, Hakim: Itu Buat Pendidikan Anak Sekolah
Ketua majelis hakim Tipikor miris dengan kasus korupsi pembangunan BTS 4G. Pasalnya pembanguan itu untuk mempermudah akses internet siswa.(Medcom/Candra)

KETUA Majelis hakim Fahzal Hendri mengaku miris dengan kasus korupsi pembangunan BTS 4G pada Bakti Kominfo. Sebab, proyek itu dicanangkan untuk memudahkan siswa di daerah terpencil bersekolah.

"Kita semua negara terpuruk karena covid-19, karena wabah covid itu. Ini kan untuk mendukung pendidikan ini, anak-anak sekolah harus sekolahnya online, itu kan," kata Fahzal di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (15/8).

Fahzal mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejatinya menginginkan proyek BTS itu untuk memudahkan para siswa di daerah menjalankan sekolah daring. Wali murid juga diyakini terdampak atas korupsi yang terjadi.

Baca juga: Pembangunan 2.010 BTS Tak Kunjung Kelar Meski Berkali-kali Perpanjang Kontrak

"Kalau beli pulsa mana sanggup lah orang tuanya masing-masing, di daerah-daerah terpencil itu lah pak, itu maksudnya," ucap Fahzal.

Dia juga mempertanyakan nurani para pihak yang menikmati uang pembangunan BTS itu. Padahal, Kepala Negara sudah memberikan kepercayaan. "Kalau Kepala Negara, Presiden itu mulia lah, karena keinginannya gitu loh, tapi di bawahnya seperti ini," ujar Fahzal.

Baca juga: Sosok S Terkait Kasus BTS Diduga Laki-Laki, Kejagung: Masih Kita Dalami

Fahzal mengamini pembangunan BTS di beberapa lokasi sulit karena adanya konflik maupun pembatasan pengiriman barang saat pandemi melanda. Namun, para pihak yang bekerja seharusnya memiliki perhitungan yang matang.

"Sebelumnya harus diperkirakan, sebelum tanda tangan kontrak itu kan sudah harus  ada. Harus ada penilaian itu, bagaimana ini kita sanggup enggak melaksanakan ini," kata Fahzal.

Menurut Fahzal, para pihak yang menikmati dana pembangunan BTS 4G tidak seharusnya memaksakan kontrak jika kontraktornya dinilai tidak bisa menyelesaikan proyek. Apalagi, jika ada kongkalikong kotor dalam perjanjian. "Ya kalau enggak sanggup ya jangan tanda tangan kontrak, kan gitu," tegas Fahzal.

Para terdakwa dalam kasus ini disangkakan merugikan negara Rp8,03 triliun. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate juga didakwa dalam kasus yang sama.
 
Johnny G Plate diduga mendapatkan Rp17.848.308.000. Lalu, Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif mendapatkan Rp5 miliar. Lalu, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan mendapatkan Rp119 miliar. Kemudian, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto menerima Rp453 juta.
 
Kemudian, terdakwa Windi Purnama mendapatkan Rp500 juta. Kemudian, Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP) Muhammad Yusrizki menerima Rp50 miliar dan 2,5 juta dolar Amerika Serikat.
 
Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp2.940.870.824.490. Kemudian, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955.Kemudian, konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp3.504.518.715.600.
 
Duit itu diterima mulai Januari 2021 sampai dengan Oktober 2022. Para terdakwa diduga meraup keuntungan panas itu dengan memainkan sub kontraktor yang saling terafiliasi. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat