visitaaponce.com

Jimly Sependapat dengan 2 Hakim MK yang Tolak Putusan Usia Minimal Capres-Cawapres

Jimly Sependapat dengan 2 Hakim MK yang Tolak Putusan Usia Minimal Capres-Cawapres
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie(ANTARA/Reno Esnir)

MANTAN Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan ia sependapat dengan dua hakim konstitusi, yakni Saldi Isra dan Arief Hidayat. Keduanya menyatakan ada keanehan dengan putusan MK atas gugatan pengujian materiil batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). 

MK memberikan alternatif pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang No.7/2017 tentang Pemilu bahwa seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa dicalonkan menjadi capres dan cawapres asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.

"Saya setuju dengan pendapat Prof Saldi dan Prof Arief," ujar Jimly ketika dihubungi, Rabu (18/10).

Baca juga: Prabowo Disarankan Minta Izin ke Megawati untuk Pinang Gibran jadi Cawapres

Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan keputusan para hakim konstitusi terhadap perkara ambang batas usia minimal capres-cawapres, seketika berubah dari menolak menjadi menerima sebagian permohonan. 

Komposisi hakim pun berubah setelah Ketua MK Anwar Usman ikut memutus beberapa perkara antara lain No.90/PUU-XXI/2023 yang akhirnya dikabulkan MK. 

Terhadap putusan tersebut, tiga hakim yakni Anwar Usman, M Guntur Hamzah, dan Manahan MP Sitompul menyatakan setuju mengabulkan sebagian permohonan, dua hakim yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh punya alasan berbeda (concurring opinion) yakni seharusnya capres-cawapres yang boleh diusulkan adalah yang berpengalaman sebagai gubernur. 

Baca juga: Pusat Riset Politik BRIN: Ada Tendensi untuk Terapkan Dinasti Politik

Sedangkan 4 hakim MK yakni Saldi Isra, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, dan Arief Hidayat menolak putusan itu dan punya pendapat berbeda (dissenting opinion).

Padahal, sebelumnya, dalam RPH, Selasa (19/9), Anwar tidak hadir dalam tiga perkara yang gugatannya hampir sama dan ditolak MK yakni Perkara Nomor 29PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023. Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga menjelaskan hal serupa.

Jimly menambahkan, meskipun demikian, putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga harus dihormati.

"Apapun putusan MK apalagi dengan perdebatan substantif di internal majelis, dengan sifat putusan yang final dan mengikat, bagaimanapun harus dihormati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya," terang Jimly.

Ia menjelaskan putusan pengadilan bisa saja tidak populer. Meskipun, demikian, ujar dia, putusan tersebut tidak sama dengan pendapat sebagian besar masyarakat.

"Putusan pengadilan biasa tidak populer berdasarkan prinsip demokrasi formalistik yang hanya mengutamakan majority rules yang belum tentu benar, adil, dan baik," tukas Jimly.

Seperti diberitakan, putusan MK soal batas usia minimal capres-cawapres menjadi perbincangan publik. Putusan itu dianggap melanggengkan Putra Sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka, yang disebut potensial diusung oleh partai politik sebagai cawapres. 

Saat ini, usia Gibran belum mencapai 40 tahun. Sejumlah kalangan menilai ada konflik kepentingan Ketua MK Anwar Usman, yang merupakan adik ipar presiden terhadap putusan itu.

Saat ditanya mengenai kemungkinan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan Hakim Konstitusi Anwar Usman, Jimly enggan memberikan komentar. Hingga saat ini, Mahkamah Kehormatan MK belum dibentuk.

"Kan belum ada. Baru peraturan MK-nya dibuat," ucap Jimly. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat