visitaaponce.com

Pahami Politik Legislasi dan Kedepankan Kepentingan Rakyat

Pahami Politik Legislasi dan Kedepankan Kepentingan Rakyat
Ilustrasi(MI/ Seno )

CALON presiden (capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo bertekad tak akan bergantung pada pimpinan partai politik (parpol) saat mengusulkan undang-undang (UU). Tekad itu disampaikan menjawab pertanyaan terkait sulitnya sejumlah UU diusulkan pemerintah ke DPR untuk disahkan lantaran butuh persetujuan pimpinan parpol, salah satunya RUU Perampasan Aset.

Menanggapi hal itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, kehebatan seorang pemimpin dinilai dari bagaimana dia bisa mengatasi kepentingan kelompok untuk kepentingan rakyat. 

“Kehebatan presiden justru bagaimana ia bisa mengatasi kepentingan kelompok seperti parpol-parpol untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat,” kata Lucius , Selasa (9/1). 

Baca juga: CSIS: Hanya Anies dan Ganjar yang Bahas RUU Perampasan Aset pada Debat Capres

Menurutnya, selama ini proses pembahasan Rancangan Undang Undang sarat dengan kepentingan penguasa. “Makanya disebut politik legislasi. Ya kalau namanya politik, maka unsur-unsur inti dalam dunia politik mulai dari parpol hingga DPR, semuanya punya andil atau bisa dikatakan bergantung satu sama lain,” sebut Lucius. 

Karena itu pembentukan RUU membutuhkan dukungan politik. Karena itu tak bisa tidak, Presiden harus berkomunikasi dengan elit parpol di parlemen agar bisa mendorong RUU tertentu segera dibahas. 

Baca juga: KPK Undang 3 Capres pada 17 Januari

“Secara UU, presiden ngak bisa ngegas sendiri karena UUD dan UU MD3 menyatakan bahwa kuasa pembentukan RUU itu ada di DPR. Tidak  bisa Presiden mengabaikan DPR dan tentu saja Parpol,” imbuh Lucius.

Dia mengatakan, politik di Indonesia bukan berdasarkan ideologi, namun oleh kepentingan. Konflik kepentingan akan menyetir presidennya. “Yang menjadikan dia jadi presiden itu kepentingan dari Parpol pengusung. Karena itu saat jadi presiden kepentingan yang akan menyetirnya,” ungkap Lucius.

Namun pada prinsipnya, presiden masih memiliki ruang untuk mengusulkan RUU yang pro rakyat. Ganjar bisa berkaca bagaimana Presiden Joko Widodo di awal pemerintahannya begitu ‘powerful’ dalam mengusulkan RUU. 

“Jadi kalau Ganjar menyampaikan tekad untuk mengusulkan RUU tanpa bergantung pada pimpinan parpol, ya dia seharusnya bisa banyak belajar pada Jokowi,” tandas Lucius. 

 

Demokratisasi Internal

Direktur Eksekutif RISE Institute Anang Zubaidy mengungkapkan kekuasaan pembentukan UU ada pada DPR. Namun demikian, pembahasan dalam pembentukan UU melibatkan pemerintah dan DPR. 

"Kedua lembaga ini memiliki kedudukan yang setara (fifty-fifty) sehingga jika salah satu (pemerintah atau DPR) tidak setuju, maka UU tidak dapat disahkan," terang Dosen Hukum Tata Negara, FH Universitas Islam Indonesia itu.

Di sisi lain, persetujuan ketum parpol dalam pembentukan UU bergantung pada mekanisme internal partai. "Bisa saja suatu parpol menetapkan standar kerja (semacam SOP) bahwa semua rencana pembentukan UU harus dibahas terlebih dahulu secara internal di parpol," tegasnya.

Baca juga: Anies Bantah Kongkalikong dengan Ganjar Beri Skor Rendah Kinerja Kemenhan

Pada titik itu, ketum parpol akan sangat menentukan suara kader partai yang berada di DPR. "Terlebih jika di aturan internal parpol yang bersangkutan suara ketum merupakan suara yang sifatnya absolut," tambahnya.

Jika hal itu terjadi, maka pemerintah akan kesulitan untuk menggolkan suatu undang-undang. Begitu pula, DPR juga tidak bisa bergerak sendiri untuk mengesahkan UU.

"Dengan demikian, tidak mudah bagi pemerintah (dalam hal ini presiden) dan juga anggota DPR untuk secara mandiri merumuskan suatu rancangan undang-undang, manakala dominasi parpol (ketum) masih sangat tinggi. Dari situlah kembali pada pentingnya demokratisasi di internal partai politik," pungkasnya. (RO/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat