visitaaponce.com

Pakar Hukum Kepemiluan Masih Marak Caleg Perempuan Kedepankan Narasi Sexism

Pakar Hukum Kepemiluan: Masih Marak Caleg Perempuan Kedepankan Narasi Sexism
Surat suara pemilihan legislatif dalam Pemilu 2024(Antara/Asep Fathulrahman )

PAKAR hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menyoalkan masih maraknya para calon legislatif (caleg) perempuan yang mengedepankan narasi sexism dalam kampanye.

Alih-alih membeberkan visi-misinya jika menang dalam pemilu, para caleg ini justru memilih promosi menggunakan kata yang kurang pantas, seperti ‘maju bersama mamah semok atau pilih mamah muda’.

“Hal yang tak edukatif justru melanggengkan pemilu kita. Ini jadi tantangan, apalagi hanya kampanye 75 hari, membuat hal-hal itu jadi tidak ideal,” tegas Titi dalam diskusi ‘Mewaspadai Potensi Kekerasan terhadap Perempuan dalam Pemilu 2024’,” Senin (5/2/2024). 

Baca juga : Keterwakilan Perempuan di Pemilu 2024 Turun 3%, Perlu Afirmasi Serius

Titi menuturkan para pemilih seakan tidak pernah dibawa para calegnya agar fokus ke substansi yang akan dilakukan jika nanti lolos jadi pemimpin.

Sementara itu, wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Salampessy menuturkan keterwakilan perempuan Indonesia, baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun di yudikatif belum menunjukkan peningkatan berarti atau belum memenuhi ketentuan afirmasi 30 persen.

Padahal, kata Olivia, dari pemilu ke pemilu, imbauan untuk memilih caleg perempuan terus digaungkan. Apalagi, adanya gerakan perempuan ayo pilih perempuan.

Baca juga : Caleg PSI Serap Aspirasi Warga Pulau Parumaan di NTT

Tetapi, hasilnya masih saja tidak maksimal. Menurutnya, alasan perempuan banyak tidak terpilih lantaran adanya dugaan suara dukungan tidak terakomodir dengan baik.

“Di wilayah 3T misalkan perempuan rentan kehilangan suaranya. Suara perempuan banyak di situ sudah melaut istilahnya , ada juga istilahnya peristiwa kalau TPS melaut,” terang Olivia dalam diskusi ‘Mewaspadai Potensi Kekerasan terhadap Perempuan dalam Pemilu 2024’,” Senin (5/2/2024).

Olivia juga menilai bisa saja suara yang mendukung caleg perempuan lenyap dalam masa penghitungan suara secara tiba-tiba.

Baca juga : Rekening Kampanye Dinilai Hanya Sekadar Formalitas

Alasan lainnya, kata Olivia, yakni masih banyaknya perempuan yang masih bingung tata cara melakukan pencoblosan dukungan terhadap peserta pemilu di TPS.

“Perempuan itu sudah masuk TPS suka bingung. Saya salah nyoblos lah, jadi dua, jadinya gak sah. Banyak faktor perempuan tak terpilih,” ucapnya. (Z-5)

Baca juga : Akademisi Soroti Framing Capres-Cawapres lewat Bahasa dan Kampanye

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat