visitaaponce.com

Pemungutan Suara Ulang Potret Bimtek KPU ke Petugas KPPS tak Maksimal

Pemungutan Suara Ulang Potret Bimtek KPU ke Petugas KPPS tak Maksimal
Warga dibantu anggota KPPS memberikan hak suaranya di TPS 10 di Pondok Kacang Timur, Tangerang Selatan.(Dok. MI/Susanto)

PEMUNGUTAN suara ulang (PSU) Pemilu 2024 yang terjadi di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) berdasar hasil rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menunjukkan tidak optimalnya proses bimbingan teknis atau bimtek dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).

Peneliti pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Ihsan Maulana berpendapat, sejumlah faktor yang melatarbelakangi dilaksanakannya PSU dapat berupa kesengajaan maupun minimnya informasi yang diperoleh anggota KPPS. Misalnya, pengakomodiran pemilih tanpa KTP-E yang mencoblos padahal tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) maupun DPT tambahan (DPTb).

Baginya, terjadi pelanggaran serius dan perlu ditindaklanjuti jika pengakomodiran oleh petugas KPPS itu dilandaskan unsur kesengajaan. Namun, jika memang murni bentuk ketidaksengajaan, Ihsan menilai proses bimtek yang diterima petugas KPPS tidak berjalan optimal.

Baca juga : 55 TPS di Sulsel Diminta Lakukan PSU, Bawaslu: 9 Kasus Berpotensi Pidana

"Bisa jadi disebabkan karena minimnya bimtek dilakukan tidak interaktif dan menuntut anggota KPPS untuk mendalami materi-materi yang diberikan," kata Ihsan kepada Media Indonesia, Rabu (21/2).

Menurutnya, Pemilu 2024 merupakan pemilu yang kompleks dan rumit. Kecuali di DKI Jakarta, pemilih mendapatkan lima jenis surat suara, yakni pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Oleh karena itu, KPU dituntut memberikan metode bimtek yang sesuai dengan kebutuhan teknis penyelenggaraan Pemilu 2024.

"Selain itu, pegangan terhadap KPPS seperti buku saku terkait teknis administrasi pemilu di hari pemungutan juga patut dipertanyakan, apakah memang tidak ada, tidak disediakan, atau memang ada, tapi tidak sempat dipelajari karena mepetnya waktu pendistribusian buku saku?" tandasnya.

Baca juga : 84 Petugas Pemilu Meninggal, Baru 4 Orang Dikirim Santunan

Hal senada juga disampaikan Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati yang mengaku menjadi pemateri bimtek Pemilu 2024 beberapa kali. Ia mengungkap, KPU menggelar bimtek di ruangan besar dengan jumlah peserta mencapai ribuan.

"Sehingga sangat tidak efektif," ujarnya.

Menurut Neni, KPU seolah hanya menggugurkan kewajiban dengan menggelar bimtek kepada petugas KPPS. Kenyataannya, mereka tidak benar-benar dibekali pengetahuan terkait teknis kepemiluan seputar proses pemungutan dan penghitungan suara.

Baca juga : Sirekap Bikin Gaduh lagi, Hasil Pilpres TPS 09 Bungo Pasang Berubah

Rekomendasi PSU Bawaslu

Bawaslu sendiri memberikan 780 rekomendasi PSU kepada KPU. Anggota sekaligus Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI Lolly Suhenty mengungkap ada empat faktor pihaknya mengeluarkan rekomendasi PSU.

Pertama, terdapat pengakomodiran pemilih yang tidak memiliki KTP-E atau Suket untuk memberikan suara di TPS, padahal tidak terdaftar dalam DPT dan DPTb. Kedua, terdapat pemilih yang memiliki KTP-E yang memilih tidak sesuai dengan domisilinya dan tidak mengurus pindah memilih.

Ketiga, terdapat pemilih DPTb yang mendapatkan surat suara tidak sesuai dengan haknya yang tertera dalam form pindah memilih. Keempat, karena pengawas di TPS menemukan adanya pemilih yang memberikan suara lebih dari satu kali.

Baca juga : Puluhan TPS di Jawa Tengah Lakukan Pemungutan Suara Ulang

780 rekomendasi itu tersebar di 229 kabupaten/kota pada 38 provinsi. Berdasarkan data per Selasa (20/2) pukul 23.00 WIB, anggota KPU RI Idham Holik mengatakan pihaknya telah menjadwalkan PSU di 615 TPS. Menurut Idham, rekomendasi yang diterima jajaran KPU dari Bawaslu harus dikajian terlebih dahulu sebelum PSU diputuskan.

"Pastikan rekomendasi tersebut faktual dan sesuai dengan regulasi. Itu prinsip dasarnya. Kalau sekiranya dia faktual dan sesuai regulasi, wajib dilaksanakan," kata Idham.

Berdasarkan Pasal 373 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu, Idham mengatakan pihaknya memiliki waktu menggelar PSU di TPS paling lambat 10 hari setelah hari pemungutan suara. Artinya, PSU terakhir pada Pemilu 2024 digelar pada Sabtu (24/2) mendatang.

Baca juga :  KSP : 212 Ribu Petugas Pemilu Punya Risiko Kesehatan

Menurut Idham, semua rekomendasi dan temuan Bawaslu terkait PSU menjadi perhatian KPU untuk ditindaklanjuti saat ini maupun bahan evaluasi dalam menggelar pemilu selanjutnya. Namun, ia menegaskan rekomendasi soal PSU tidak semata-mata disebabkan faktor kognitif petugas KPPS terhadap aturan penyelenggaraan teknis pemungutan dan penghitungan suara.

"Dengan demikian, bukan berarti bimtek yang diselenggarakan oleh KPU kepada KPPS menjadi tidak efektif. Buktinya dari total 823.220 TPS, hanya prosentase kecil yang melaksanakan PSU," kilahnya.

Selain PSU, Bawaslu juga merekomendasikan 132 pemungutan suara lanjutan (PSL) di 21 kabupaten/kota pada 15 provinsi dan 584 pemungutan suara susulan (PSS) di 15 kabupaten/kota pada sembilan provinsi. Dari angka itu, KPU sudah menjadwalkan 120 TPS untuk PSL dan 224 TPS untuk PSS.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat