visitaaponce.com

Presentase Pemungutan Suara Ulang Tinggi, KPU Dianggap tidak Becus

Presentase Pemungutan Suara Ulang Tinggi, KPU Dianggap tidak Becus
Massa Poros Buruh menyalakan flare saat berunjuk rasa di depan Gedung KPU, Jakarta(MI / Usman Iskandar)

TINGGINYA angka pemungutan suara ulang (PSU) yang menjangkau seluruh provinsi di Indonesia membuktikan adanya ketidakbecusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan Pemilu 2024. Demikian disampaikan pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini kepada Media Indonesia.

"Betul, problemnya itu pada kapasitas dan profesionalitas penyelenggara pemilu," ujar Titi.

Menurut Titi, sumber masalah terjadinya PSU adalah bimbingan teknis (bimtek) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada petugas KPPS yang tidak efektif dalam menguatkan kapasitas teknis kepemiluan. Ini diperburuk dengan sosialisasi kepada pemilih maupun petugas KPPS yang sangat terbatas.

Baca juga : Polisi Berikan Pengamanan Ekstra PSU 6 TPS di Poso

Minimnya sosialisasi itu, sambung Titi, bahkan membuat sejumlah pemilih terpaksa kehilangan hak pilih. Sebab, banyak di antara mereka yang baru sadar terlambat mengurus pindah memilih saat sudah mendekati hari H pemungutan suara pada Rabu (14/2) lalu.

PSU digelar berdasarkan rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (PSU) karena sejumlah hal. Salah satunya disebabkan temuan pengawas terkait adanya pemilih yang tidak mengurus pindah memilih, tapi dapat mencoblos pada TPS yang tidak sesuai alamat pada KTP-E.

Titi juga mengatakan bahwa disinformasi seputar pemilu yang diterima pemilih maupun diamini petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) seputar teknis kepemiluan turut menyebabkan terjadinya pelanggaran administratif di TPS.

Baca juga : KPU Ulang Pemungutan Suara 32 TPS di Jawa Timur, Paling Banyak di Madura

Senada, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati juga menyebut bahwa PSU merupakan potret ketidaksiapan penyelenggara pemilu dalam menghadapi mitigasi risiko yang terjadi di lapangan. Kekhilafan petugas KPPS seputar teknis kepemiluan seharusnya dapat diantisipasi sejak dini.

Di samping itu, ia juga menyoroti banyaknya petugas KPPS yang kurang berpengalaman dalam menghadapi kekompleksitasan Pemilu 2024. Itu termasuk proses input data ke Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Hasil pemantauan DEEP di lapangan, sambung Neni, menemukan lemahnya kontrol yang dilakukan penyelenggara pemilu di level atas seperti KPU kabupaten/kota dan provinsi.

"Serta lemahnya kontrol pengawasan di pengawas pemilu juga saksi di TPS yang tidak memiliki pengalaman teknis di lapangan," terang Neni.

Baca juga : 55 TPS di Sulsel Diminta Lakukan PSU, Bawaslu: 9 Kasus Berpotensi Pidana

Saat dikonfirmasi, anggota KPU RI Idham Holik mengatakan pihaknya bakal menindaklanjuti semua rekomendasi dan temuan Bawaslu terkait PSU sebagai bahan evaluasi. Namun, ia menegaskan rekomendasi soal PSU tidak semata-mata disebabkan faktor kognitif petugas KPPS terhadap aturan penyelenggaraan teknis pemungutan dan penghitungan suara.

"Bukan berarti bimtek yang diselenggarakan oleh KPU kepada KPPS menjadi tidak efektif. Buktinya dari total 823.220 TPS, hanya prosentase kecil yang melaksanakan PSU," kilahnya.

Idahm mengungkap, berdasarkan data KPU sampai Kamis (22/2) pukul 19.13 WIB, PSU bakal digelar di 533 TPS. Bawaslu sendiri merekomendasikan KPU untuk menggelar PSU di 780 TPS yang tersebar di 38 provinsi.

Rekomendasi itu diberikan salah satunya karena terdapat pemilih yang memiliki KTP-E yang memilih tidak sesuai dengan domisilinya dan tidak mengurus pindah memilih.

Anggota sekaligus Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, KPU memiliki waktu 10 hari sejak pemungutan suara untuk menggelar PSU, yakni 24 Februari 2024. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat