visitaaponce.com

Puisi dan Kehidupan

Puisi dan Kehidupan
( Ilustrasi: World Poetry Day )

Ilustrasi: World Poetry Day 

APA yang membuat sebuah puisi itu bagus? Pertanyaan ini sering saya dapat dari teman-teman di Papua. Puisi yang bagus ialah bagaimana kita menulis dengan memaknai kehidupan itu sendiri. 

Seorang penyair yang baik selalu mengikuti perkembangan sosial, politik, dan ekonomi di kota atau negara ia tinggal. Tidak penting statusnya sebagai warga negara atau tanpa kewarganegaraan. Esensialnya, puisi mampu menjadi wadah 'perjuangan'. 

Joseph Brodsky (1940-1996), penyair Rusia yang kemudian hijrah ke Eropa Barat lalu ke Amerika Serikat, pun pernah menjadikan puisi sebagai alat perjuangan. Semasa hidup, ia menulis dalam bahasa ibunya, yaitu bahasa Rusia. Ia pernah dicap sebagai penghianat di negerinya sendiri. 

Kebebasan perpikir Brodsky menjadikannya sebagai warga dunia. Ia bebas menuangkan ide-ide briliannya lewat karya. Tidak membatasi diri sebagai penyair Rusia semata, namun penyair universal. Kegigihan itu membuat sosok Brodsky dipuja seantero dunia. 

Sebaliknya, seorang penyair Pujangga Baru, Intojo (1912-1971). Ia pernah ditugaskan Presiden Sukarno untuk mengajar Bahasa Indonesia di Moskwa, Uni Soviet. Namun, pada saat Bung Karno dilengserkan di Republik, hidup Intojo jadi terkatung-katung di seberang sana. Akhirnya, ia terpaksa menjalani hidup di "negeri pengasingan" sampai akhir hayatnya. 

Saya pikir, Brodsky dan Intojo berbeda, namun mereka memiliki kesamaan, yaitu mampu beradaptasi dan berkarya di negeri orang. Satunya di New York dan satunya lagi di Moskwa. Meski demikian, keduanya mengantongi predikat sebagai penduduk dunia. 

Memahami karakteristik sesama manusia menjadi pijakan di mana pun kita berada. Rasa saling menghormati menjadi pegangan agar kita dapat diterima oleh orang lain. Tentu saja, tanpa pretensi dan daya pikiran negatif. 

Puisi kehidupan 

Tak diayal, puisi telah menjadi bagian penting dalam kehidupan. Seorang tokoh penting Inggris, yaitu filsuf John Locke (1632-1704) ikut memengaruhi dunia filsafat dan sastra pada abad ke-18 dan seterusnya secara keseluruhan. 

Pengalaman empiris Locke telah mengajarkan kepada para penulis di dunia. Bahwa untuk menulis puisi, haruslah berdasarkan peristiwa sebagai persona. Artinya, pemilihan topik dan tema tentang kehidupan sehari-hari akan lebih mendekatkan sebuah peristiwa kepada pembaca. Manusia sebagai individu ialah cerminan dari pandangan penyair dalam mengisi sebuah peradaban. 

Dalam fiksi, sikap yang sama juga dimiliki oleh dua pengarang Inggris, Daniel Defoe (1660-1731) dan Samuel Richardson (1689-1761). Defoe menulis novel Robinson Crusoe (1719) sedang Richardson menulis novel Pamela (1740). Mereka menulis secara terperinci atas pengalaman persona. 

Defoe dan Richardson menemukan pengalaman pribadi mereka secara mengesankan. Bentuk-bentuk tulisan kedua pengarang ini bertumpu pada analisis Locke. Itu tanpa disadari telah ikut memperkuat pemikiran-pemikiran filosofi realisme dalam karya sastra. 

Puisi telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehingga dirayakan lewat World Poetry Day 2023. 

Hari ini, seluruh dunia merayakan World Poetry Day (Hari Puisi Sedunia). Para penyair sebagai penjaga utama bahasa menjadi penting. Hal ini terbukti dengan dideklarasikan hari puisi oleh organisasi internasional yang bergerak pada bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan atau UNESCO pada 1999. 

Selaiknya, kita patut berbangga dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Ini tak lain sebagai bagian penting untuk ikut merayakan hari puisi secara global. Salah satu penyair muda Amalia Raras, misalnya, menulis puisi-puisinya secara apik ketika ia berjarak begitu jauh dari Tanah Air. 

Salah satu puisinya berjudul Stasiun Kazansky. Raras tulis di Moskwa pada 2021. Tema puisi ini begitu sederhana, namun kuat sebab mengusung unsur realisme. Berikut petikannya. 

Mataku sayu mengantarmu 
saat gerimis pupuh di kereta 
kau pergi sementara waktu 
bagiku pusaka kini petaka. 

Kau genggam kelingking 
mendekap erat, merinding kulit, 
kian bertambah membuncah kencang 
melepas sauh, aku enggan meniup peluit. 

Hari berganti jubah, langit bertopi kelabu 
melewati musim baru tanpamu 
serpihan pasir putih di kalbu 
melekat debu menatap haru. 

Merayakan Hari Puisi Sedunia tidaklah perlu berlebih-lebihan. Cukup membuka kembali buku kumpulan puisi yang kita miliki dan membaca salah satu puisi yang kita anggap bagus. 

Inti puisi ialah ketika kita mampu menerjemahkan kehidupan sesederhana mungkin. Sebagaimana kita hidup dengan cara masing-masing; memaknai dan mengabadikan apa yang dirasai dan dialami secara jujur. Sederhana sajalah! (SK-1) 


Baca juga: Puisi-puisi Inamul Hasan 
Baca juga: Puisi-puisi Didik Wahyudi 
Baca juga: Puisi-puisi Shabrina Adliah

 

 

 


Iwan Jaconiah, penyair, editor puisi Media Indonesia, dan kurator antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin, Pentas Grafika, Jakarta (2022). Dalam dunia perpuisian, ia didapuk sebagai pesastra Indonesia pertama peraih Diploma of Honor Award untuk puisi Bumi pada X International Literary Festival «Chekhov Autumn» di Yalta, Krimea, Rusia (2019) dan Diploma Award untuk puisi Langit Pasifik pada International Poetry Festival «Taburetka» di Monchegorsk, Murmansk Oblast, Rusia (2017). 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat