visitaaponce.com

Puisi-puisi Antonius Tanan

Puisi-puisi Antonius Tanan
(Ilustrasi: Elena Utenkova-Tikhonova)

Menjadi Indonesia

Kupikir Indonesia yang harus mencari aku
padahal aku yang harus menemukannya
kupikir Indonesia yang harus menjemput aku
padahal aku yang harus menjunjungnya
kupikir Indonesia yang harus merawat aku
padahal aku yang harus melayaninya

Menjadi Indonesia; meminta janji dan keringat kita
untuk tetap bersama walau tidak sepakat
untuk tetap bertemu walau tidak merindukan
sungguh indah Indonesiaku ketika kita semua kasmaran
kepadanya sepanjang masa; sepenuh jiwa sepenuh tenaga

Oktober 2023

 


Kepada Mereka Kita Berhutang

Medali seperti apa yang harus kita tempa
untuk serdadu-serdadu kita di negara seberang?
Mereka sedang memagar tanah dengan devisa
supaya kita diceraikan dari kemiskinan
di ribuan desa keberanian mereka ialah kisah nyata

Sambutan apa yang harus kita siapkan
untuk para penambang dolar di negeri orang?
Mereka berjerih mengeruk devisa segenggam demi segenggam
supaya kita sehat, sekolah dan sejahtera di negeri sendiri
di ribuan desa keindahan jejak mereka terpahat selamanya

Mereka sudah kehilangan
supaya kita mendapatkan
mereka sudah dijauhkan
supaya kita didekatkan
tanpa mereka siapa kita?

Kepada prajurit dolar itu kita telah berhutang
kepada penambang devisa itu kita telah bergantung
sudah cukup bukan cinta sejati mereka buktikan?
Lihat saja keringat dan air mata mereka bercucuran
setiap hari dengan hati rela diserahkannya untuk kita

Hari ini jangan biarkan mereka menangis lagi
hari ini jangan biarkan mereka pergi lagi
jadikan negeri kita tanah gembur untuk impian mereka
supaya keturunan mereka tidak perlu menapak ulang kisah bunda
supaya di tanah sendiri anak-anak mereka ikut serta mengagungkan negeri

Oktober 2023

 

Katamu suatu hari angin pantai akan datang sendiri menjemputku pulang ke rumah penantian.

 


Sayap-sayap Kecil

Aku seperti sebutir kecil debu
dalam badai gurun yang perkasa
sebutir saja di antara ratusan juta warga bangsa
melayang-layang dipermainkan deru dunia
menerbangkan aku jauh melintas negeri
 
Aku seperti setitik air
di dalam bentangan samudera Hindia
dalam sergapan topan yang dahsyat
terlempar jauh dihentak arus zaman
mengempaskan aku melintas pulau demi pulau

Aku seakan hilang dalam hamparan gurun
aku seakan tenggelam dalam gelombang segara
aku tersembunyi di hamparan hutan-hutan khatulistiwa
tak terbilang, tak terhitung; hanya lahir lalu hidup menunggu kubur

Suatu kali dalam cengkeraman badai
suatu kali dalam kungkungan taifun
sebuah gemuruh menghentak telinga jiwa
sebuah kilatan cahaya mencelik mata hati
ketika para pendiri bangsa menepuk pundak

Aku terhenyak, aku tercelik
ternyata kumiliki sepasang sayap
walaupun hanya kecil tapi itu buatan Sang Ilahi
aku dapat melayang terbang menyiasati dunia
aku dapat bergerak memahat sejarah

Sekarang aku adalah sebutir debu
dengan sayap mengepak menantang awan
aku akan menari di antara badai
mencari jalan untuk menyentuh awan
impian Indonesia gemah ripah loh jinawi merasuk dalam diri

Aku akan bergerak maju menyambut badai
dengan sayap yang siap dan sigap
terbang tinggi menunggang badai
mencari permata-permata untuk ibu Pertiwi
dan kembali ke pelukan Tanah Air

Sekarang aku adalah setitik air
dengan sayap berkembang menangkap angin
hendak berselancar di antara gelombang
mencari celah menuju pantai harapan
Indonesia 2045 terimalah cinta ini

Aku sekarang berlari menuju tujuan
sayapku mengepak cepat dan perkasa
berani berjerih membangun makna
untuk kekasih dan keluarga tercinta
di tanah tercinta di lintang khatulistiwa

Kan kugenggam erat sayap sayap kecilku
kan kurawat dan kulatih dengan sepenuh hati
untuk menerobos badai dan menunggang gelombang
kukepak terus sampai embus napas meminta selesai
sebuah jejak kecil Indonesia 2045

Oktober 2023

 


Aku Harus Pulang

Katamu...
suatu hari angin pantai akan datang sendiri
menjemputku pulang ke rumah penantian

Katamu...
suatu hari gelombang laut akan berpihak kepadaku
membawaku kepadamu untuk memeluk bahagia

Sudah seribu purnama itu tak terjadi
sudah sejuta pasang dan surut itu tak pernah datang
sudah ku buang tabungan umur untuk hanya menunggu

Ternyata hanya terbit matahari yang pantas aku tunggu
kita tak akan pernah bertemu kalau hanya menunggu
pulang yang segenggam tidak cukup untuk rindu kita

Hari ini aku biarkan rinduku makin menggumpal
menjadi tenaga untuk menerjang gelombang kota dunia
hari ini aku biarkan cintaku mengamuk menggelora

Kalau hidup hanya sekali
kalau umur tak bisa diulang
tak akan kubiarkan hari-hari melayang

Sebelum senja menjemput paksa; aku harus pulang
kan kubawa serta pisau, pahat, dan palu dari negeri seberang
untuk Indonesia 2045, kupersembahkan napas akhir yang paling indah

Oktober 2023


Baca juga: Sajak-sajak Remy Sylado
Baca juga: Sajak-sajak Maxim Gorky
Baca juga: Sajak-sajak Osip Mandelstam

 

 

 

 


ANTONIUS TANAN, penulis puisi dan novel, lahir di Kuningan, Jawa Barat, 9 April 1960. Menulis tiga novel: Empat Sekawan dan Cinta, Tantangan Satu Miliar Ciputra, dan The Gifted Club. Karyanya berupa puisi termaktub dalam buku antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin (Jakarta: Pentas Grafika, 2022). Sering diundang sebagai pembicara dalam berbagai kegiatan simposiun tentang pekerja migran Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri. Kini tinggal di Jakarta. Ilustrasi header: Elena Utenkova-Tikhonova, Ini Seperti Sebelumnya, Musim Semi Lagi... (cat minyak pada kanvas, 108 x 142 cm, 2023), koleksi Gallery Smart, Moskwa. (SK-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat