visitaaponce.com

Penambangan Pasir, Untung atau Buntung

Penambangan Pasir, Untung atau Buntung?
Sejumlah buruh harian melakukan penambangan pasir laut di pinggir pantai Desa Pero Bantang, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.(ANTARA/Darwin Fatir)

PADA 2023, Presiden Jokowi kembali membuka izin penambangan pasir laut yang sebelumnya sudah dilarang. Pelarangan tersebut bukan tanpa alasan. Kerusakan ekosistem laut, abrasi, sampai membahayakan pulau-pulau kecil menjadi penyebab utama pelarangan dilakukan Presiden Megawati pada 2003.

Pembukaan izin penambangan pasir laut ini mengundang komentar dari aktivis lingkungan. Menurut beberapa organisasi lingkungan, aktivitas ini ditengarai akan menjadi penyebab kerusakan laut di Indonesia. 

"Ini adalah greenwashing ala pemerintah. Pemerintah kembali bermain dengan narasi yang seakan mengedepankan semangat pemulihan lingkungan dan keberlanjutan, tetapi nyatanya malah menggelar karpet merah untuk kepentingan bisnis dan oligarki,” ucap Afdillah, juru kampanye Laut Greenpeace Indonesia. 

Baca juga : SDE Pelopori Tambang Batu Bara Bawah Tanah Skala Besar

Afdillah juga menambahkan regulasi tersebut mengizinkan kembali pengerukan, pengisapan, dan ekspor pasir laut yang sudah pasti akan menghancurkan ekosistem laut.

 

Baca juga : Kadin: Penambangan Pasir Laut Masih Berlangsung secara Diam-diam Selama Moratorium

Keuntungan bagi negara menjadi dasar kuat Presiden Jokowi kembali melegalkan penambangan pasir laut. Namun, pertanyaan yang muncul apakah hal ini sebanding dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan?

Dilarang Megawati, diizinkan Jokowi

Penambangan pasir yang sebelumnya dilakukan pada 1970-2003 dinilai justru merugikan negara. Misalnya, dalam periode tersebut terdapat 45 juta meter3 pasir laut yang dikeruk dan setiap harinya pasir laut yang diekspor mencapai 2 juta m3. Sedangkan yang legal dan tercatat negara hanya 900 m3. 

Jumlah itu tidak sampai 50% dari total pasir yang diekspor, belum lagi dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan pasir ini. Pada akhirnya, Megawati justru menghentikan kegiatan penambangan pasir laut karena dampak negatif tersebut.

Baca juga : Walhi Berencana Gugat PP 26/2023 Soal Ekspor Pasir Laut

Akan tetapi, di akhir kepemimpinannya, Presiden Jokowi justru malah melegalkan aktivitas penambangan pasir laut. Keuntungan menjadi salah satu alasan pemerintah. Hal ini mungkin dilihat dari keuntungan negara lain yang telah melakukan ekspor pasir laut, seperti Amerika Serikat (AS) dan Belanda.

 

Keuntungan yang mencapai jutaan dolar tersebut membuat Presiden Jokowi berupaya membuka kembali penambangan pasir laut. Bahkan, Singapura sudah terlihat sangat tertarik untuk membeli pasir laut yang akan ditambang oleh Indonesia. Selain itu, penambangan pasir laut ini juga digunakan Indonesia untuk membangun proyek strategis nasional.

Kerusakan Spermonde akibat penambangan pasir

Sebetulnya penambangan pasir laut telah lama diizinkan di Indonesia. Hal ini dilakukan atas nama pembangunan proyek strategis nasional yang dinamakan New Port Makassar. Untuk memenuhi kebutuhan reklamasi pelabuhan, penambangan pasir diperbolehkan di wilayah perairan Spermonde.

Baca juga : Ekspor Pasir Laut Dikritik, Menteri ESDM: Itu Sendimen Kanal Dangkal

Namun, aktivitas ini menimbulkan permasalahan baru. Wilayah yang dijadikan area penambangan pasir laut ternyata bertabrakan dengan wilayah penangkapan ikan nelayan. Hal ini terlihat dari peta yang dikeluarkan Walhi, yaitu titik-titik hitam menggambarkan wilayah penangkapan ikan yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh nelayan dan wilayah dengan garis merah merupakan wilayah penambangan di Spermonde.

Tumpang-tindih wilayah tersebut tentunya menimbulkan masalah baru. Menurut laporan yang berjudul Panraki Pa’boya-Boyangang Oligarki Proyek Strategis Nasional dan Kerusakan Laut Spermonde, yang dikeluarkan Koalisi Save Spermonde, kerusakan dari aktivitas tambang laut ini memang sangat nyata. 

Baca juga : Tambang Batu Bara Meledak di Sawahlunto, 4 Orang Tewas

Misalnya, nelayan yang biasanya bisa mendapatkan ikan bui-bui 20 gabus/hari kini hanya mendapatkan 1 basket/hari. Hasil tangkapan ikan katombo lebih parah lagi, biasanya mencapai 10 gabus/hari, tetapi kini tidak bisa ditemukan lagi.

Tidak hanya tangkapan ikan, karang laut juga menjadi korban dari aktivitas penambangan ini. Banyak karang laut yang berubah warna, bahkan tertutup sedimentasi akibat aktivitas penambangan yang dilakukan di wilayah tersebut.

Menimbang sisi baik-buruk

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memang diberi potensi yang menggiurkan dan melimpah. Pasir laut dan komoditas laut yang mudah dicari mempunyai potensi paling tinggi. Namun, kejadian di Spermonde telah membuktikan penambangan pasir memberikan dampak buruk, terutama bagi ekosistem laut.

Baca juga : 3 Bos Perusahaan Tambang di Kasus Gubernur Maluku Utara Dipanggil Ulang KPK

Pemerintah sebenarnya harus menimbang secara cermat terkait dengan dampak baik dan buruknya. Tidak hanya keuntungan, dampak pada lingkungan lebih penting dipertimbangkan karena menyangkut keberlanjutan dan hajat hidup masyarakat banyak. 

Jangan sampai pelegalan ini justru memperburuk kondisi ekosistem laut dan membuat nelayan kesulitan mencari fauna laut yang selama ini menjadi sumber penghasilan. (Z-1)

Baca juga : Presdir PTFI Tepis Isu tentang Gajinya Setahun

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat