Pengamat Ekonomi Sebut Kenaikan Gaji ASN Tidak Tepat
![Pengamat Ekonomi Sebut Kenaikan Gaji ASN Tidak Tepat](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/08/628f26550f5a821e6b1daeaa64f6e09f.jpeg)
PENGAMAT Ekonomi sekaligus Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menyebut, kenaikan gaji ASN sebesar 8% dan uang pensiun 12% dinilai tidak tepat. Sebab, dilihat dari efisiensi dan efektivitas terjadi kenaikan dari belanja pegawai yang cukup tinggi.
Dirinya mengatakan, pada tahun 2019 total belanja pegawai mencapai Rp370 Triliun sementara tahun 2023 mencapai Rp440 Triliun yang artinya terjadi kenaikan.
“Kenaikan dari belanja pegawai khususnya adalah gaji dari ASN pada 2024 ini merupakan kebijakan yang sangat tidak tepat karena kita melihat dari efektivitas dan efisiensi belanja pegawai misalnya tahun 2019, pada saat itu total belanja pegawai 370 Triliun Rupiah, Kemudian pada tahun 2023 anggarannya melonjak menjadi 440 Triliun Rupiah yang artinya jika dibandingkan dengan periode pandemi terjadi kenaikan dari belanja pegawai yang cukup tinggi,” ucap Bhima pada Metro TV, Jumat (18/8).
Baca juga: Pengamat: Dampak Kenaikan Gaji PNS Harus Diperhitungkan secara Cermat
Tak hanya itu, Bhima menyampaikan kenaikan ini ditambah dengan tunjangan-tunjangan para ASN. Sehingga, hal ini menimbulkan rasa ketidak adilan atau ketimpangan para pekerja. Jika hal ini terjadi, maka dapat dikatakan belanja pada tahun 2024 hanya menguntungkan segelintir kelompok yakni pegawai pemerintah.
“Belum lagi merujuk pada UU cipta kerja, para pekerja di publik di sektor formal maupun informal mereka harus berhadapan dengan upah minimum yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan formulasi upah sebelum adanua UU ciptaker. Jadi kalau hal itu yang terjadi maka bisa dikatakan belanja pada tahun 2024 hanya akan menguntungkan segelintir dari kelompok yang notabenenya pegawai pemerintah,” ucap Bhima.
Baca juga: Setiap Pemilu, Jokowi Selalu Naikkan Gaji PNS
Kemudian, ucap Bhima, belanja ini akan dikategorikan sebagai belanja yang sifatnya populis jadi hanya mendekati pemilu terjadi kenaikan yang cukup tinggi dari gaji maupun pensiun, hal tersebut tidak bisa dibenarkan secara politik anggaran.
Seharusnya pemerintah mengalokasikan anggaran lebih besar untuk membantu pihak di sektor swasta, umkm untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi. Sebab, apabila ketimpangan terlalu lebar maka akan mengakibatkan pemulihan ekonomi yang tidak merata. (Z-10)
Terkini Lainnya
Songsong Pemilu 2024, Iluni UI Deklarasikan Ruang Politik Sehat
Relawan Jokowi Berbondong-bondong Bergerak Bareng PSI
Kaesang di Pusaran Kekuasaan Tanah Air, Jokowi Main 2 Kaki?
Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tumbuh Kuat di Tahun Politik
KPU Tingkatkan Partisipasi Pemilih Pemula dalam Pemilu 2024
Anggota KPU DKI Dilaporkan ke KPK Terkait Dugaan Gratifikasi Caleg DPRD
Langgar Kode Etik, DKPP Pecat Tiga Penyelenggara Pemilu
Urus Kampanye Pilkada 2024, KPU-Bawaslu Diminta Belajar dari Pemilu 2024
Partisipasi Warga Jakarta untuk Pemilu 2024 Capai 78%
Perputaran Uang Pemilu 2024 Mencapai Rp80 Triliun
Menteri PPPA: Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Harus Diberikan Efek Jera
Lingkungan Perempuan Pancasila
Perang Melawan Judi Online
Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap