visitaaponce.com

5 Hal yang Menjadi Penentu Perekonomian 2023

5 Hal yang Menjadi Penentu Perekonomian 2023
Ilustrasi(Freepik)

REALISASI, kesempatan dan risiko dari perekonomian global, masih akan berlanjut dari berbagai peristiwa penting yang terjadi selama semester I-2023.

Pertama, inflasi di Amerika Serikat yang sebenarnya mulai turun, tapi menurut bank sentral AS The Fed masih belum cukup. The Fed inginkan inflasi AS berada di 2,5% di 2023, dan 2,1% di 2024.

The Fed masih belum yakin penurunan inflasi negaranya akan konsisten. Bila nanti sepanjang meyakinkan mereka inflasi akan terus turun, mungkin nanti dampaknya akan kepada ekspektasi suku bunga acuan Fed Fund Rate.

Baca juga : Ini Sederet Data Penting Kinerja Ekonomi Dunia yang Dinanti Investor

Kedua, realisasi dari perekonomian Global di semester I-2023 dengan tren tingkat suku bunga yang tinggi. Di semester I-2023, The Fed merevisi lagi target Fed Fund Ratenya dari 5,25% menjadi 5,75%.

Pasar menanti bulan September 2023, untuk melihat Fed Rate sudah berada di puncak atau akan merevisi lagi.

"Tentu menurut kami, itu adalah risiko paling besar saat ini, kalau kami lihat dari berbagai asumsi yang kami selalu sampaikan di sepanjang tahun 2023," kata Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, dalam Media Gathering Grup Ekonom Bank Mandiri, Selasa (22/8).

Baca juga : Inflasi Eropa Berhasil Turun, Suku Bunga Acuan Menyusul?

Ketiga, koreksi harga komoditas, yang sejalan dengan proyeksi ekonom.

Keempat, kondisi geopolitik yang masih tidak stabil, sampai dengan sejauh Bank Mandiri masih melihat faktor geo politik yang berpengaruh kepada volatilitas perekonomian di emerging market.

Di sepanjang semester II-2023, banyak pertemuan puncak atau summit yang dilakukan, seperti Brazil, Russia, India, China and South Africa (BRICS), Indo-Pacific Summit, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Summit, termasuk Belt and Road Initiative Summit.

Baca juga : Tiongkok Hukum 5 Produsen Senjata AS karena Jual Senjata ke Taiwan

Berbagai Summit ini menunjukkan banyak kerja sama regional yang terkait dengan kondisi geopolitik di global, terkait apakah akan melemahkan posisi Amerika Serikat, ataukah akan berpengaruh kemudian kepada ekspektasi harga komoditas, dan bagaimana kemudian dampaknya kepada ekspor Indonesia.

"Ini tentu akan sangat berdampak ke Indonesia," kata Andry.

Kelima, yaitu perkembangan ekonomi Tiongkok, yang mulai kehilangan kekuatannya. Pada akhir 2022, proyeksi awal sebelum Tiongkok menyebutkan akan re-opening itu proyeksi ekonomi tumbuh rata-rata di 4%.

Baca juga : Analis: Inflasi di Bawah Ekspektasi Beri Ruang BI Pangkas Suku Bunga

Kemudian Tiongkok menyebutkan akan melakukan re-opening dan semua target pertumbuhan ekonomi dinaikkan di atas 5,5%.

Ternyata realisasi nggak di kuartal II-2023, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tidak meyakinkan dibandingkan dengan prediksi konsensus.

"Sehingga ini menimbulkan penurunan keyakinan dan berdampak pada ekspektasi dari harga komoditas seperti crude palm oil (CPO) dan batu bara," kata Andry. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat