visitaaponce.com

BPK Temukan Potensi Kerugian Negara Rp18,19 Triliun dalam IHPS I2023

BPK Temukan Potensi Kerugian Negara Rp18,19 Triliun dalam IHPS I/2023
Ketua BPK Isma Yatun saat menyampaikan IHPS I/2023 di DPR, Selasa (5/12).(MI/Susanto)

BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) mendapati 9.261 temuan yang di dalamnya terdapat 15.689 permasalahan dengan potensi kerugian negara senilai Rp18,19 triliun dari hasil pemeriksaan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I 2023 (IHPS I/2023).

Hal itu diungkapkan Ketua BPK Isma Yatun dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat ke-10 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2023-2024 mengenai penyampaian IHPS I/2023, Selasa (5/12).

"Laporan hasil pemeriksaan (LHP) tersebut mengungkapkan 9.291 temuan yang mencakup kelemahan sistem pengendalian intern, ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan, serta ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan, dengan nilai keseluruhan Rp18,19 triliun," kata Isma.

Baca juga : DPR Desak BPK Lakukan Audit Proyek LRT

Dari temuan permasalahan itu, 8.626 permasalahan di antaranya terkait dengan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan bernilai Rp16,92 triliun. 

Secara rinci, permasalahan itu berasal dari 2.538 penyimpangan administrasi dan 6.088 permasalahan ketidakpatuhan.

Baca juga : BPK Terjerat Korupsi Akibat Tersandera Kepentingan Politik

Sebanyak 6.088 permasalahan ketidakpatuhan tersebut dapat mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan. Dari sisi kerugian, BPK mendapati sebanyak 4.100 permasalahan bernilai Rp3,48 triliun.

Kerugian itu berasal dari 551 permasalahan di pemerintah pusat bernilai Rp1,23 triliun; 3.528 permasalahan di pemerintah daerah bernilai Rp1,73 triliun; dan 21 permasalahan di BUMN dan badan lainnya bernilai Rp506,1 miliar.

Penyerahan aset

Dari sisi potensi kerugian, BPK mendapati sebanyak 775 permasalahan bernilai Rp7,43 triliun. Itu berasal dari 82 permasalahan di pemerintah pusat bernilai Rp5,50 triliun; 672 permasalahan di pemda bernilai Rp381,10 miliar; dan 21 permasalahan di BUMN dan badan lainnya senilai Rp1,54 triliun.

Sedangkan dari sisi kekurangan penerimaan, BPK mendapati 1.213 permasalahan bernilai Rp6,01 triliun. Itu berasal dari 169 permasalahan di pemerintah pusat bernilai Rp2,25 triliun; 1.021 permasalahan di pemda bernilai Rp1,06 triliun; dan 23 permasalahan di BUMN dan badan lainnya bernilai Rp2,68 triliun.

"Rekomendasi berupa penyerahan aset dan atau penyetoran uang. Pada saat pemeriksaan, entitas telah menindaklanjuti dengan penyerahan aset dan atau penyetoran uang ke kas negara atau daerah atau perusahaan sebesar Rp852,82 miliar," terang Isma.

Kelemahan sistem pengendalian internal

Selain permasalahan ketidakpatuhan tersebut, BPK mendapati 7.006 permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian internal. Itu berasal dari 1.194 permasalahan di pemerintah pusat; 5.656 permasalahan di pemda; dan 156 permasalahan di BUMN dan badan lainnya.

Selanjutnya, BPK juga mendapati 57 permasalahan terkait ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan anggaran. Tujuh di antaranya merupakan permasalahan ketidakhematan dan 50 lainnya merupakan permasalahan ketidakefektifan.

Dari tujuh permasalahan ketidakhematan itu, satu berasal dari pemerintah pusat senilai Rp13,2 juta; dua dari pemda senilai Rp0,618 juta; dan 4 dari BUMN dan badan lainnya senilai Rp208,40 miliar.

Lalu 50 permasalahan ketidakefektifan berasal dari 32 permasalahan di BUMN dan badan lainnya senilai Rp1,05 triliun. Sementara 18 permasalahan di pemerintah pusat tak memiliki nilai terhadap anggaran.

7 Rekomendasi BPK

Dari permasalahan-permasalahan tersebut, BPK memberikan 26.171 rekomendasi kepada pemerintah pusat, pemda, dan BUMN dan badan lainnya. Setidaknya, ada tujuh rekomendasi yang disorot oleh lembaga pemeriksa.

Pertama, terkait dengan permasalahan ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan, pimpinan entitas terkait agar menetapkan dan atau atau menarik kerugian, memungut kekurangan penerimaan, dan menyetorkannya ke kas negara/daerah/perusahaan, serta mengupayakan agar potensi kerugian tidak menjadi kerugian.

Kedua, terkait dengan permasalahan belum disepakatinya perjanjian konsesi jasa kebandarudaraan, Menteri Perhubungan agar memproses persetujuan atas hasil pembahasan perjanjian konsesi jasa kebandarudaraan dengan PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II sejak tahun 2018.

Ketiga, terkait dengan permasalahan pelaksanaan kebijakan penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) melalui fasilitas Treasury Deposit Facility (TDF), Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah antara lain agar memerintahkan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk menyelaraskan pengaturan penetapan batas saldo kas daerah serta melakukan evaluasi dan perbaikan/penghitungan kembali atas formulasi penghitungan serta penggunaan data yang valid untuk penyaluran DBH/Dana Alokasi Umum (DAU) melalui fasilitas TDF.

Keempat, terkait dengan permasalahan penyajian aset tetap pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G, Menteri Komunikasi dan Informatika agar: mengkaji pelaksanaan program penyediaan BTS 4G agar dapat terlaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk menghindari risiko pekerjaan tidak dilanjutkan; meminta penyedia menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak.

Menkominfo juga direkomendasikan untuk menginstruksikan Dirut BAKTI menyusun ketentuan pembayaran penyediaan BTS 4G sesuai dengan realisasi fisik pekerjaan; dan menyajikan hasil penyediaan BTS 4G secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Kelima, terkait dengan permasalahan skenario transisi energi menuju Net Zero Emision (NZE) tahun 2060, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk mengembangkan dan mendetailkan road map sektor ESDM dengan memperhatikan hubungan antarsektor, identifikasi risiko berikut rencana mitigasinya, dan melakukan analisis atas dampak dari pilihan yang ditetapkan.

Keenam, terkait dengan permasalahan yang memengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan pemerintah daerah, kepala daerah terkait antara lain agar meningkatkan pengendalian pengelolaan kas; melaksanakan pemantauan dan penertiban barang milik daerah (BMD) dalam hal penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan BMD.

Kemudian menerapkan pembayaran belanja barang dan jasa secara nontunai; dan menetapkan petunjuk teknis pelaksanaan evaluasi dokumen penawaran untuk mendeteksi adanya indikasi pengaturan bersama antarpeserta.

Ketujuh, terkait dengan permasalahan pekerjaan proyek Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) Gas Processing Facility (GPF) Lapangan Gas Unitisasi Jambaran-Tiung Biru, Kepala SKK Migas agar berkoordinasi dengan Direktur Utama PT PEPC (selaku operator KKKS) untuk menetapkan contract change order (CCO) EPCC GPF minimal sebesar US$6,99 juta dan memperhitungkannya sebagai pengurang nilai amendemen kontrak dengan konsorsium RJJ, serta segera menyelesaikan pekerjaan EPCC GPF.

"Dengan melaksanakan rekomendasi BPK, diharapkan pengendalian intern yang dilakukan pemerintah atau perusahaan menjadi semakin efektif, program maupun kegiatan dapat dilaksanakan secara lebih ekonomis, efektif, dan efisien," kata Isma.

"Kemudian kerugian segera dapat dipulihkan atau dicegah, serta penerimaan negara, daerah, maupun perusahaan dapat ditingkatkan. Dengan demikian, tata kelola keuangan negara dan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih berkualitas dan bermanfaat untuk mewujudkan tujuan bernegara," pungkasnya. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat