visitaaponce.com

Cuti Melahirkan 3 Bulan Disebut Bisa Menggagalkan Program ASI Eksklusif

Cuti Melahirkan 3 Bulan Disebut Bisa Menggagalkan Program ASI Eksklusif
Ilustrasi ibu menyusui(MI/Ramdani)

USULAN cuti melahirkan 6 bulan dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak adalah kebijakan penting yang seharusnya sudah disahkan pemerintah sejak lama. Karena, cuti melahirkan selama ini yang hanya 3 bulan membuat produktivitas ASI tidak maksimal.

Peneliti dari Divisi Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi menilai kebijakan cuti melahirkan 6 bulan adalah kebijakan mutlak karena berbagai kajian ilmiah dari kesehatan masyarakat.

"Kedokteran hingga public policy sejak tahun 90-an sudah membuktikan, cuti 3 bulan saja pasti akan menyebabkan kegagalan ASI eksklusif, sehingga berdampak pada kesehatan ibu dan bayi. Bahkan penelitian kami di FKUI juga menunjukkan ibu pekerja dan buruh yang harus kembali bekerja sebelum usia bayi 6 bulan, selain ASI eksklusifnya risiko gagal, juga produktivitasnya tidak optimal," kata Ray dalam keterangannya, Minggu (19/6).

Fokus utama pada cuti melahirkan 6 bulan adalah mendukung dan memastikan keberhasilan ASI eksklusif di enam bulan pertama kehidupan bayi. Saat ini kondisinya menjadi tidak konsisten, karena pemerintah menargetkan kesuksesan ASI Eksklusif tetapi jutaan ibu pekerja justru tidak diproteksi hak menyusuinya hingga 6 bulan.

"Sementara kita ketahui bersama, dukungan laktasi di tempat kerja di Indonesia juga belum maksimal. Jadi memang langkah yang paling strategis adalah intervensi kebijakan publik dengan kebijakan cuti 6 bulan ini," ujar Ray.

Baca juga: Puan Maharani Mendorong Cuti Hamil 6 Bulan

Apabila kekhawatiran utama pemerintah dan pemilik usaha adalah aspek profit karena harus tetap memberi upah penuh selama cuti 6 bulan. Poin ini sebenarnya sudah dikaji mendalam lewat banyak penelitian di seluruh dunia, memaksakan ibu bekerja di periode awal terutama di 6 bulan pertama setelah melahirkan justru produktivitasnya menjadi tidak maksimal.

Prevalensi ASI eksklusif di kalangan pekerja terutama buruh pabrik hanya 19% atau satu dari dua buruh perempuan yang menyusui gagal ASI eksklusif karena faktor harus kembali bekerja saat bayi masih 2-3 bulan.

"Karena ibu pekerja akan perlu sering break atau izin untuk pompa ASI di sela waktu kerja, kemudian ibu menyusui yang sambil bekerja juga akan lebih capek dan konsentrasi terganggu. Bahkan tingkat absensi juga menjadi lebih tinggi di kalangan ibu menyusui yang kembali bekerja sebelum bayi usia 6 bulan," pungkasnya.(OL-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat