visitaaponce.com

Pembangkit Listrik Tak Sesuai Harapan, Hubungan Tiongkok-Yordania Tak Harmonis

Pembangkit Listrik Tak Sesuai Harapan, Hubungan Tiongkok-Yordania Tak Harmonis
Pembangunan pembangkit listrik Attarat Yordania yang membuat hubungan Yordania dan Tiongkok kurang harmonis.(Ist)

HUBUNGAN bilateral Tiongkok dengan pemerintahan Yordania dikabarkan semakin memanas, pasca-kesepakatan antar negara terkait pembangkit listrik Attar Yordania, tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan bangsa Yordania.

Pembangkit listrik Attarat Yordania sebelumnya telah dibayangkan oleh rakyat dan pemerintah Yordania, sebagai proyek menjanjikan yang dapat menyediakan ‘kerajaan gurun’ dengan sumber energi utama, sambil memperkuat hubungannya dengan China.

Meski menempati urutan keempat di dunia untuk minyak serpih terbanyak, Yordania juga merupakan salah satu negara yang paling bergantung pada sumber energi asing, karena tingginya biaya yang diperlukan untuk mengekstraksi bahan bakar.

Baca juga: 5 Juta Ore Nikel Dikirim ke Tiongkok, KPK Curiga Masalahnya Di Indonesia

Kesepakatan seputar proyek tersebut, telah menempatkan Yordania pada utang miliaran dolar ke Tiongkok, namun timbul kesepakatan lain yang dicapai sejak proyek tersebut disusun.

Pemerintah Yordania sendiri tengah mencoba untuk menantang kesepakatan lainnya tersebut, dalam pertarungan hukum internasional. 

Jeratan Utang Dibalut Perjanjian Kerja Sama

Menanggapi hal ini, Pengurus Besar Persatuan Pelajar Islam (PB PII) mengingatkan negara-negara dunia khususnya Indonesia agar tidak terjebak dengan jeratan utang Tiongkok, yang dibalut Beijing dengan perjanjian kerja sama.

Ketua PB PII Bidang Komunikasi Umat, Furqan Raka, menyebut ada maksud jahat terselubung dari penawaran kerjasama yang ditawarkan Tiongkok ke negara-negara dunia yang miskin atau atau tengah berkembang.

Baca juga: Tak Hanya Negara Asia, Negara Afrika juga Terjerat Utang Tiongkok

“Yang pasti, ‘ada udang dibalik batu’. Lihat saja negara Uganda utang US$ 200 juta, Zimbabwe US$ 4 juta atau Srilanka US$ 270 juta kepada Tiongkok,” kata Furqan Raka,  pada Jumat, (21/7).

Menyedihkannya lagi, lanjut Furqan, selain terjajah dan dapat kehilangan aset negara berupa bandara atau pelabuhan seperti yang dialami Uganda dan Srilanka, proyek Tiongkok acap kali bermasalah, seperti yang terjadi di Yordania.

Pada tahun 2012, Attarat Power Company yakni sebuah perusahaan swasta luar negeri terbesar Tiongkok yang terlahir dari inisiatif Belt and Road Beijing, mengusulkan pinjaman untuk infrastruktur pembangkit tenaga listrik agar Yordania dapat memenuhi 15% dari kebutuhan listrik negara.

Sementara pemerintah Yordania melihat rencana itu sebagai solusi win-win bagi Tiongkok dan Yordania, namun seiring perjalanan waktu negeri gurun pasir tersebut menyadari beberapa kekhawatiran.

Baca juga: Perusahaan Tiongkok Tinggalkan Myanmar Setelah Diprotes Warga

“Dari informasi yang kami lihat di media massa, selain tantangan teknis dan biaya ektrasi minyak yang mahal, kontrak pemerintah Yordania dengan Attarat akan menelan biaya 8,4 miliar dolar selama 30 tahun ke depan dan utang tersebut alan dengan cepat membengkak karena bunga,” jelas Furqan Raka.

Karena ekstraksi minyak terbukti mahal, berisiko, dan minim teknologi, proyek tersebut akhirnya tertunda lalu Tiongkok menawarkan US$ 15 miliar, untuk mengimpor gas alam dalam jumlah besar dengan harga bersaing dari Israel pada tahun 2014. 

Selain itu, di bawah kesepakatan pembelian listrik selama 30 tahun, perusahaan listrik yang dikelola negara Yordania harus membeli listrik dari Attarat yang sekarang secara efektif dipimpin Tiongkok dengan tarif selangit.

Baca juga: Ketegangan Tiongkok-Taiwan Terus Mencuat

Pembelian tersebut menyebabkan pemerintah Yordania akan kehilangan US$280 juta per tahun dan untuk menutupi pembayaran, Yordania harus menaikkan harga listrik untuk konsumen sebesar 17%.

“Hal ini tentunya menjadi pukulan telak bagi ekonomi Yordani yang sudah dibebani dengan utang dan inflasi,” ujar Furqan Raka.

PB PII menyebut sangat wajar jika banyak pihak menuding Inisiatif Belt and Road China sebagai jebakan utang.

Saat negara-negara miskin atau berkembang berjuang untuk mendapatkan pinjaman untuk proyek-proyek infrastruktur, Beijing turun langsung menawarkan pinjaman dana segar dan besar dengan iming-iming bunga rendah serta kompetitif.

Tak Bisa Bayar Utang, Tiongkok Ambil Alih Infrastruktur

Namun ketika negara-negara ini tidak dapat membayar utangnya, Tiongkok biasanya mengambil alih infrastruktur vital yang tengah atau selesai dibangun dengan ‘Yuan’ mereka, itu, seperti tanah atau pelabuhan seperti yang Beijing lakukan di Sri Lanka, Pakistan, Nepal, Ethiopia, dan Kongo.

Baca juga: Perusahaan Tambang Tiongkok Dituduh Langgar HAM dan Rusak Lingkungan

PB PII menyebut negara-negara dunia khususnya Indonesia seharusnya mendengarkan pernyataan mantan Direktur Intelijen Armada Pasifik AS, Jim Fanell, terkait ambisi global Tiongkok menguasai dunia dengan perangkap utang.

Tiongkok Bela Diri dan Sangkal Jerat Utang

Namun kementerian luar negerinya, Beijing membela investasi mereka di negara-negara berkembang, dan menyangkal tuduhan menjerat mitra dalam utang, serta  berpendapat bahwa Tiongkok tidak pernah memaksa "orang lain untuk meminjam dari Tiongkok. (RO/S-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat