visitaaponce.com

Ternak Mati Terkena Antraks tak Boleh Dikubur Sembarangan

Ternak Mati Terkena Antraks tak Boleh Dikubur Sembarangan
Penyemprotan dekontaminasi bakteri antraks di Padukuhan Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul, DI Yogyakarta, Jumat (7/7).(Antara/Hendra Nurdiyansyah )

TERNAK yang mati karena penyakit sebaiknya segera dikuburkan. Yang dikhawatirkan adalah mati karena suatu penyakit zoonosis atau penyakit hewan yang dapat menular pada manusia. Hewan yang mati karena antraks, penguburannya pun harus dilakukan secara khusus.

Tidak boleh disembelih. Jika disembelih, dipastikan akan menyebarkan antraks di sepanjang ceceran darahnya. Bahkan, tanah yang terinjak untuk menyeret bangkai pun berpotensi tertempel spora antraks.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni mengungkapkan, ternak yang mati karena antraks, selain tidak boleh disembelih, penguburannya pun harus menggunakan cara khusus.

Baca juga: Sudah Ada di Indonesia Sejak 1884, Antraks Tidak Mudah Dimusnahkan

“Tanah untuk mengubur, dibuat cukup dalam. Sekitar 3 atau 4 meter,” katanya.

Tak cukup itu, tanah yang tadinya dilewati untuk menyeret bangkai ternak, kemudian dikeruk dan dimasukkan ke lubang galian. 

Baca juga: Penetapan KLB Antraks belum Dilakukan Daerah

“Bangkai ternak itu harus dibakar sampai menjadi abu,” katanya.

Setelah menjadi abu, tidak bisa langsung ditimbun. Namun, harus dicor semen agar tidak bocor. Baru kemudian ditimbun.

Lokasi yang digunakan untuk menimbun abu dan sudah disemen pun harus steril dari kegiatan. 

“Tidak boleh dibongkar lagi untuk keperluan apa pun,” katanya.

Spora antraks tersebut, mampu bertahan hingga puluhan tahun. Sehingga ketika dibongkar dikhawatirkan spora yang masih ada dikhawatirkan akan kembali menyebar.

Dosen Fakultas Peternakan UGM Nanung Danar Dono berharap bila perlu pemerintah kemudian membeli tanah yang digunakan untuk mengubur abu atau bangkai ternak yang mati karena antraks tersebut.

Harapannya, dengan menjadi milik pemerintah, tidak akan ada lagi yang membongkar. 

“Kalau perlu dipasangi semacam tulisan yang memperingatkan jika lokasi tersebut terdapat bangkai atau abu ternak yang mati karena antraks dan siapa pun tidak boleh membongkarnya,” kata Nanung.

Menurut Nanung, di salah satu negara di Afrika pernah terjadi, antraks muncul kembali di sebuah desa, meski dalam catatan, antraks di lokasi tersebut pernah terjadi 250 tahun sebelumnya. Artinya, dimungkinkan spora tersebut dapat bertahan hingga ratusan tahun.

Antraks pada ternak di Indonesia tercatat pertama terjadi di Teluk Betung, Lampung yang diduga menjangkiti kerbau. Dalam perkembangannya, antraks terus menyebar. Sementara di Gunungkidul sendiri pernah terjadi kasus antraks pada 2020, 2021, dan 2022 serta terakhir Juni - Juli 2023 ini. (AU/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat