visitaaponce.com

Puluhan Desa Rawan Bencana Kekeringan, Pemda Lembata Tidak ada Anggaran

Puluhan Desa Rawan Bencana Kekeringan, Pemda Lembata Tidak ada Anggaran
Warga Desa Beutaran menampung air.(MI/Fransiskus Gerardus Molo)

MESKIPUN memiliki puluhan desa dan empat kecamatan yang rawan bencana kekeringan saat musim kemarau panjang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lembata tidak punya anggaran untuk menyalurkan air bersih.

"Kami tidak memiliki anggaran untuk kekeringan. Apalagi dana untuk operasional bencana secara umum. Jadi, kalau ada kekeringan, kami minta bantuan kepada mitra kita yakni Plen Internasional untuk droping air minum, " terang Plt Kepala Pelaksana Harian (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lembata Stefanus Hede Wadu, Jumat (8/9).

Stefanus menyebutkan besarnya dana operasional bencana 2022 untuk Kabupaten Lembata mencapai kisaran Rp100 juta.

Baca juga: Kekeringan di Lembata, 32 Desa di 4 Kecamatan Kesulitan Air Bersih

"Itu pun kami minta tolong dari teman teman banggar DPRD Lembata. Dana tersebut bisa digunakan untuk keperluan bahan bakar dan evakuasi. Sedangkan untuk 2023  tidak dianggarkan," ungkapnya. 

MI/Fransiskus Gerardus Molo--Plt Kalak BPBD Lembata Stefanus Hede Wadu

Stefanus mengaku, sejak Juli lalu, BNPB melalui BMKG telah menetapkan status kekeringan di seluruh wilayah di NTT. Namun, hingga saat ini, pihaknya masih mengumpulkan data lapangan. 

"Kita berharap Pemerintah Pusat dapat membantu rakyat kita yang mengalami krisis air bersih ini," kata Stefanus.

Baca juga: Pemkab Lembata tidak Bangun Jalan, Pelajar Terjang Jalan Terjal ke Sekolah

"Anggaran APBD II yang pas-pasan tidak dapat dikucurkan untuk membantu warga yang mengalami krisis air bersih. Terpantau di beberapa desa, debit sumber mata air di desa itu sudah mengering sehingga warga meminta bantuan air bersih ke BPBD. Kami tidak memiliki dana untuk kekeringan secara khusus," paparnya. 

Warga mengaku, BPBD Kabupaten Lembata, belum pernah sekali pun mengucurkan air bersih ke wilayah mereka. 

"Kalau musim kemarau sejak beberapa tahun lalu pemerintah daerah belum pernah mengirimkan air bersih. Warga hanya inisiatif sendiri dengan berupaya membeli air bersih dari penjual yang dibutuhkan untuk memasak seharga Rp15 000 hingga Rp25.000 per drum," ungkap Bernadus, 50, warga Desa Beutaran Rabu (6/9).

"Warga tetap menggunakan air payau yang tidak layak dikonsumsi," lanjutnya. 

Air sumur yang  payau dan asin tersebut hanya bisa digunakan untuk mandi dan mencuci. 

Warga juga kesulitan untuk mendapatkan air kuning itu, karena harus menggunakan ember dengan tali tambang sepanjang hingga 18 meter karena permukaan air sumur kian menyusut.

Sudah beberapa minggu ini tidak ada pendistribusian air bersih dari BPBD Lembata, meskipun semua warga sangat membutuhkan air untuk memasak dan minum. 

Kepala Desa setempat sudah melayangkan surat kepada Pemda, namun belum juga mendapat tanggapan terkait pengiriman bantuan air bersih. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat