visitaaponce.com

BEM Solo Raya Cetak Pemilih Cerdas, Tolak Politik SARA dalam Pemilu

BEM Solo Raya: Cetak Pemilih Cerdas, Tolak Politik SARA dalam Pemilu
Seminar Penguatan Literasi Politik Mahasiswa dan Mitigasi Sentimen SARA Menuju Pemilu 2024(Dok. BEM Solo Raya)

MAHASISWA mesti memiliki kesadaran dan kecakapan politik. Sebagai kalangan well educate, mahasiswa harus memanfaatkan ruang partisipasi dalam setiap aktivitas politik, termasuk pemilu.

"Mahasiswa mengemban banyak predikat sebagai pemuda terpelajar. Literasi politik memungkinkan mahasiswa untuk mengambil ruang partisipasi tidak sekadar saat ada di TPS, tetapi juga dalam setiap proses politik,” kata Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Solo Raya, Muhammad Hanif Prabowo di sela-sela seminar nasional Penguatan Literasi Politik Mahasiswa dan Mitigasi Sentimen SARA Menuju Pemilu 2024 Bermartabat, di Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (3/10).

Kegiatan dihelat dalam upaya penguatan kesadaran politik mahasiswa. Acara yang melibatkan BEM Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini menghadirkan narasumber kompeten, yaitu Ketua Bawaslu Kota Surakarta Budi Wahyono, pengamat hukum dan akademisi UMS Galang Taufani, dan peneliti Indopublika Reseach and Consulting Muchlas Samorano.

Secara demografis, terang Hanif, Pemilu 2024 didominasi pemilih muda. Tren pemilih muda ini tentu harus dibarengi dengan edukasi dan literasi mumpuni. "Sehingga segmen pemilih muda tidak hanya sebagai objek politik lima tahunan, tetapi juga aktor atau subjek politik." 

Menurut dia, bekal pengetahuan politik untuk mahasiswa mesti terus digalakkan. Caranya dengan melakukan kegiatan edukatif mengenai pendidikan dan literasi politik, sosialisasi dan penguatan pengetahuan politik, dan pemanfaatan sejumlah instrumen digital.

Literasi politik ini khususnya untuk mencegah praktik politik atas dasar sentimen parsial SARA. Politik SARA selalu menawarkan narasi adu domba yang bersinggungan dengan suku, ras, dan agama. Praktik dan narasi politik semacam ini yang mesti diberangus oleh mahasiswa

“Kampus harus lebih aksesibel memberikan penguatan pengetahuan politik terhadap mahasiswa. Apalagi, menjelang Pemilu Serentak 2024 besok, kampus dan mahasiswa lebih proaktif terutama untuk mencetak pemilih rasional-cerdas,” ujarnya.

Aliansi BEM se-Solo Raya, imbuhnya, memiliki komitmen untuk memberikan literasi dan edukasi politik bagi mahasiswa se-Solo Raya. Salah-satunya, dalam rangka untuk mengantisipasi dan memfilter praktik politik yang bersinggungan dengan isu SARA. 

“Politik SARA tidak sekadar buruk dalam kosa-kata politik kita, tetapi praktik dan narasi SARA dalam pemilu akan merusak keakraban dan harmonisasi warga negara. Ia akan memecah belah kerukunan publik. Itu yang kita tolak,” tegas Hanif.

Adapun Muchlas Samorano menyebut praktik elektoral menjelang Pemilu 2024 berpotensi mengulang kontestasi politik sebelum-sebelumnya. Sebagai konstituen, mahasiswa mesti hadir sebagai penyeimbang diskursus publik.

Kanalisasi politik etik harus dimulai dari kampus. Mahasiswa dan jajaran elite civitas akademik mesti menguatkan partisipasi politiknya di hampir semua proses politik. Demi menolak praktik SARA yang secara konstitusi haram, mahasiswa sangat boleh melakukan literasi politik apa saja dan itu digaransi oleh demokrasi.

“Mahasiswa, bagi saya, haram hukumnya melihat politik dari preferensi dan panorama SARA. Jangan mau dibikin rabun pada record dan program kandidat, lalu diganti dengan solidaritas populis atas dasar ras dan agama. Dalam kontestasi elektoral, kaidah-kaidah tersebut haram,” tandasnya. (RO/J-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat