visitaaponce.com

Pengakuan Negara Atas Pelanggaran HAM Berat Dinilai belum Cukup

Pengakuan Negara Atas Pelanggaran HAM Berat Dinilai belum Cukup
Ibu dari korban tragedi Semanggi melakukan aksi tabur bunga.(Antara)

PENGAKUAN dan penyelesaian negara atas sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang disampaikan Presiden Joko Widodo dinilai belum cukup. Negara harus tetap mengadili pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya belasan kasus pelanggaran HAM berat.

"Pengakuan belaka tanpa upaya mengadili mereka yang bertanggung jawab, hanya akan menambah garam pada luka korban dan keluarganya. Sederhananya, pernyataan Presiden tidak besar artinya, tanpa adanya akuntabilitas," tegas Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Kamis (12/1).

Meski tetap menghargai, Amnesty berpendapat sikap Kepala Negara tersebut sudah lama tertunda. Mengingat, lamanya penderitaan yang dialami korban dan keluarga korban. Di samping itu, pihaknya juga berpandangan bahwa pemerintah mengabaikan kasus lain di luar 12 pelanggaran HAM berat.

Baca juga: Presiden: Pelanggaran HAM Berat Tidak Boleh Terjadi Lagi

"Seperti, pelanggaran yang dilakukan selama operasi militer di Timor Timur, Tragedi Tanjung Priok 1984, Peristiwa Penyerangan 27 Juli 1996, atau kasus pembunuhan Munir 2004," paparnya.

"Belum lagi kalau kita bicara tentang kekerasan sekual yang terjadi secara sistematik dalam berbagai situasi pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti 1965-1966 hingga selama daerah operasi militer pada 1989-1998," imbuh Usman.

Baca juga: Komnas HAM Minta Hak Korban Pelanggaran HAM Dipenuhi

Menurutnya, satu-satunya cara mencegah terulangnya pelanggaran HAM berat adalah mengakhiri impunitas dengan menghukum pelaku. Bebasnya para terdakwa di pengadilan selama ini disebutnya karena kelalaian Jaksa Agung, yang tidak serius mencari bukti melalui penyidikan.

Adapun 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui Presiden, yaitu Peristiwa 1965-1966 (Peristiwa 65), Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985 (Kasus Petrus) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.

Berikutnya, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.(OL-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat