visitaaponce.com

KY dan MA Diminta Periksa Putusan Banding Kasus AG

KY dan MA Diminta Periksa Putusan Banding Kasus AG
Gedung Mahkamah Agung di Jakarta.(MI/Susanto )

MASYARAKAT sipil yang tergabung dalam Aliansi Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (PKTA) meminta Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) memeriksa putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas perkara banding yang memutuskan sanksi hukuman kepada anak berkonflik dengan hukum AG yang terlibat dalam kasus penganiayaan anak D. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak upaya banding dari pihak AG.

Seperti diberitakan, AG dijatuhi hukuman pidana 3,5 tahun oleh majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. AG terlibat dalam kasus penganiayaan yang dilakukan pacarnya Mario Dandy Satrio terhadap korban anak D.

Anggota Aliansi Erasmus Napitupulu mengatakan Pengadilan Tinggi (PT) DKI menjatuhkan putusan pada Kamis (27/4). Aliansi menilai putusan itu terburu-buru dan mengesampingkan prinsip peradilan yang adil (fair trial).

Baca juga: Kubu AG Sebut Memori Banding tidak Dipertimbangkan PT DKI Jakarta

Pasalnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan bahwa berkas memori banding dari penasihat hukum AG maupun dari penuntut umum baru diterima secara resmi, Selasa (26/4) sehingga putusan dijatuhkan dalam waktu kurang dari 24 jam.

"Aliansi PKTA mempertanyakan proses ini. Berkas memori banding adalah bagian dari berkas perkara yang jelas merupakan objek pemeriksaan pada sidang banding. Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan tidak boleh membatasi kewajiban hakim untuk memeriksa substansi perkara," papar Erasmus melalui keterangan tertulis, Jumat (28/4).

Baca juga: Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Tolak Banding AG dalam Kasus Penganiyaan David

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta beralasan bahwa hakim telah mempelajari putusan dari direktori Mahkamah Agung sejak pernyataan banding disampaikan pada 17 April 2023. Selain itu, hakim tunggal yang memeriksa perkara tersebut dikatakan telah mempelajari putusan pada masa cuti libur Idul Fitri.

"Aliansi PKTA menyatakan alasan ini tidak dapat diterima, karena terdapat prosedur yang Hakim PT DKI Jakarta baru bisa lakukan apabila berkas memori banding diterima secara resmi. Putusan yang dikeluarkan oleh PT DKI Jakarta mengesampingkan berbagai prosedur pemeriksaan banding yang sejatinya perlu dilakukan," papar Erasmus.

Selain itu, Aliansi PKTA berpendapat ada pertimbangan yang dikesampingkan oleh hakim. Erasmus merinci hakim banding dalam Kasus AG mengabaikan kesempatan untuk mendengarkan pendapat kedua belah pihak secara seimbang. Itu, ujarnya, dalam hukum acara pidana juga dikenal ‘Asas Audi et Alteram Partem’ atau hakim harus mendengar dua belah pihak secara seimbang.

"Asas ini terkait dengan ketelitian hakim untuk memeriksa memori dan kontra memori banding dari para pihak," terangnya.

Kedua, hakim banding mengenyampingkan fakta bahwa AG merupakan korban tindak pidana. Secara substansi, Aliansi PKTA menaruh catatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebelumnya, yang menyatakan AG melakukan hubungan seksual dengan salah satu pelaku dewasa sebanyak 5 kali. Mengacu Perma 3 tahun 2017, dan undang-undang No.12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU No.35/2014 tentang Perlindungan Anak, ujar Erasmus, hakim mempertimbangkan hubungan seksual antara orang dewasa dengan anak sebagai relasi kuasa, bahkan potensi pelanggaran pidana.

"Informasi lain dari kuasa hukum AG, juga terdapat bukti baru yang dikirimkan bersamaan dengan memori banding AG, yaitu laporan pemeriksaan psikologi forensik anak AG. Itu berhubungan dengan relasi kuasa antara anak dengan pelaku dewasa dalam kasus tersebut. Hakim luput memeriksa ini," papar Erasmus.

Ketiga, menurut Erasmus, hakim banding luput mempertimbangkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Aliansi PKTA menekankan, peradilan anak harus dijalankan dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Meskipun salah prinsip utama peradilan adalah proses yang cepat, namun tetap dengan menekankan prinsip fair trial, imbuhnya, substansi perkara dan seluruh berkas harus diperiksa. (Ind/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat