visitaaponce.com

5 Anggota MUI Jadi Saksi Ahli Agama Kasus Panji Gumilang

5 Anggota MUI Jadi Saksi Ahli Agama Kasus Panji Gumilang
Pemilik Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang(MI)

Sebanyak lima orang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi saksi ahli agama Islam dalam kasus dugaan penistaan agama, ujaran kebencian berdasarkan SARA, dan penyebaran berita bohong Panji Gumilang. Pemeriksaan dilakukan hari ini, Kamis (13/7) di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

"Ada lima orang yang mendampingi ini, Asrorun Ni’am, Utang Ranuwijaya, Cholil Nafis, Ikhsan Abdullah, dan Miftahul Huda," kata Ketua Umum MUI Cholil Nafis saat dikonfirmasi, Kamis.

Pemeriksaan saksi ahli agama Islam dari MUI itu sebelumnya sudah disampaikan Karo Penmas Divisi Humas Polri Ahmad Ramadhan. Ramadhan menyebut ada sejumlah saksi ahli diperiksa.

Baca juga: Alumni Santri: Karakter Panji Gumilang Berbeda Dulu dan Sekarang

"Ada ahli agama dari Kementerian Agama, Nahdlatul Ulama, Muhamdiyah dan Majelis Ulama Indonesia," kata Ramadhan.

Di samping itu, Ramadhan menyebut penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah memeriksa saksi ahli bahasa pada Rabu (12/7). Namun, dia tidak membeberkan identitas saksi ahli bahasa itu dan hasil pemeriksaan.

Baca juga: MUI Dukung NII Dimasukkan Daftar Organisasi Teroris

Pemeriksaan saksi ahli dilakukan untuk mencari alat bukti yang cukup untuk penetapan tersangka. Selain itu, penyidik juga menunggu hasil laboratorium forensik terkait barang bukti yang diuji.

"Terkait penetapan tersangka, saat ini Polri masih menunggu hasil dari Puslabfor Bareskrim Polri berdasarkan bukti-bukti yang sudah dikumpulkan," ujar Ramadhan.

Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat