visitaaponce.com

PB PMII Ingatkan Potensi Kecurangan dan Polarisasi Politik Jelang Pemilu 2024

PB PMII Ingatkan Potensi Kecurangan dan Polarisasi Politik Jelang Pemilu 2024
Penyandang disabilitas memasukkan surat suara saat simulasi Pemilu Serentak 2024 di Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (16/8).(ANTARA/ANIS EFIZUDIN)

PENGURUS Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia mengendus adannya potensi kecurangan dan polarisasi politik menjelang pemilu 2024 mendatang.

"Pantauan kami, Pemilu 2024 rawan dengan potensi kecurangan dan polarisasi politik," jelas Hasnu Koordinator Nasional Pemantau Pemilu PB PMII, pada Forum Muda Partisipasi ke-16, Rabu (27/9) malam.

Menurut Hasnu, kecurangan Pemilu merupakan kejahatan paling fatal yang membahayakan kesuburan demokrasi. Bagaimana mungkin publik percaya bahwa pemilu dilakukan secara konstitusional, ideal, demokratis dan integritas jika kemudian dalam praktik pelaksanannya masih diwarnai dengan praktik kecurangan. 

"Kecurangan alias kejahatan pemilu, kata Hasnu, sering kali di orkestrasi oleh oknum penyelenggara pemilu "nakal dan genit" dalam mengotak atik perencana, pelaksanan, proses dan hasil.

Baca juga: TNI Pastikan Personelnya Netral di Pemilu 2024

Di lain aspek, lanjut Hasnu, sudah menjadi cerita umum bahwa akhir-akhir ini penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP) kelihatannya tidak berdaya dalam mengawal Pemilu bersih dan demokratis.

Hasnu mengatakan, kuatnya intervensi partai politik peserta pemilu membuat penyelenggara pemilu tidak independen dan tidak mandiri dalam menjalankan perintah konstitusi sebagai pengatur, wasit dan hakim dalam proses elektoral.

Apa yang bisa menjadi solusi, publik tentu berharap betul penyelenggara pemilu berwibara agar memastikan setiap tahapan Pemilu kedepannya sampai dengan pungut dan hitung suara berjalan secara baik, bersih dan integritas.

"Kecurangan Pemilu hanya dapat diciptakan atau didesain oleh penyelenggara pemilu terutama KPU yang sangat rawan dipakai menjadi alat bagi partai politik," beber Hasnu.

Selanjutnya, kata Hasnu polirisasi politik. Dalam tradisi demokrasi yang belum matang, polarisasi politik sulit terhindarkan.

Baca juga: Pemerintah Harus Antisipasi Dampak Pemilu terhadap Iklim Investasi

"Bayangkan polarisasi politik kalau kita belajar dari pengalaman dua kali Pilpres, seperti kampanye hitam, hoaks ujaran kebencian, politisasi Identitas/politisasi SARA acap kali dipakai sebagai narasi kampanye," kata Hasnu.

"Polarisasi politik seperti politisasi identitas atau politisasi SARA ini berbahaya di tengah kemajemukan bangsa Indonesia," ujarnya lagi.

Akibatnya, kata Hasnu yang juga Wasekjen PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM tersebut, siapa yang dirugikan dari polarisasi ini tentu rakyat. 

Hasnu mengatakan, rakyat akan terbelah, situasi sosial akan memanas, kegaduhan di mana-mana. Maka pemilu kemudian akan berbelok dari prinsip dan karakternya sebagai bentuk kedaulatan rakyat dan sarana integrasi bangsa.

"PB PMII menghimbau penyelenggara pemilu dan parpol peserta pemilu agar menjunjung tinggi etika politik dalam berkontestasi. Jangan biarkan rakyat kita berantam gara-gara fanatisme buta dengan narasi yang menyesatkan," pungkas Hasnu. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat