visitaaponce.com

Ini Alasan Film Dirty Vote Dirilis di Masa Tenang Pemilu

Ini Alasan Film Dirty Vote Dirilis di Masa Tenang Pemilu
Film dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono.(X)

TIGA pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar menjelaskan alasan film dokumenter Dirty Vote dirilis ketika masa tenang Pemilu 2024

Menurut mereka, proses film itu dibuat dengan waktu yang singkat dan terjadi perdebatan substansi yang bisa dimunculkan dalam film tersebut.

Feri Amsari menjelaskan, sutradara film Dandhy Dwi Laksono menghubunginya setelah melihat hasil analisis dan penelitian yang disampaikan tiga pakar hukum tata negara itu di berbagai podcast.

Baca juga : 1 Juta Penonton dalam 8 Jam, 'Dirty Vote' Telanjangi Kecurangan Pilpres 2024

"Dia (Dandhy Laksono) mengontak bisa enggak kita buat jadi film, saya ingat itu akhir bulan Januari, kami bertemunya di awal Februari lalu, terus ngerjain reading dan script dengan berbagai cara supaya bisa nyambung," kata Feri dalam acara nonton bareng Film Dirty Vote dan Diskusi Kecurangan Pemilu yang digelar Departemen Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada melalu daring, Selasa (13/2).

Feri menekankan tidak ada pertimbangan khusus terkait waktu rilis film tersebut. Dia menyebut film ini awalnya direncanakan rilis pada 10 Februari namun mundur sehari pada Minggu (11/2) karena berbagai perdebatan ihwal substansi film tersebut.

"Tapi kami bersyukur mungkin ini jalan yang di atas. Dengan minggu tenang ini orang lebih enak nontonnya tidak ada kampanye yang bisa mencerna subtansi film ini dengan baik," jelasnya.

Baca juga : Anies Baswedan: FIlm Dirty Vote Gambarkan Tanda Kecurangan di Pemilu 2024

Sementara itu, Uceng--sapaan karib Zainal Arifin Mochtar-- mengatakan, film itu dibuat secara singkat namun mempertimbangkan substansi yang baik untuk dimunculkan. Selama dua hari, tiga pakar itu mendiskusikan bersama tim terkait substansi, kemudian sehari latihan berbicara di depan kamera dan sehari langsung pengambilan gambar.

"Secara substansi memang kami perdebatkan. Ada beberapa data yang harus dihilangkan, oh ini cuma satu sumber enggak bisa diverifikasi akhirnya dihilangkan. Kami mau menjaga substansi akademiknya dibandingkan bombastisnya atau sensasinya," kata Uceng.

Bivitri Susanti menambahkan awalnya film ini dibuat dengan durasi 75 menit. Namun karena berbagai pertimbangan substansi, film ini dirilis dengan durasi 1 Jam 57 menit. "Kami paham waktu orang menonton itu enggak terlalu lama, tapi apa boleh buat jadinya 1 jam 57 menit, Bahkan tadinya bisa tiga jam," kata dia. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat