visitaaponce.com

Puisi-puisi Konstantin Simonov

Puisi-puisi Konstantin Simonov
Troika (1866), cat minyak pada kanvas, 123,5 х 167,5 cm, koleksi Tretyakov Gallery, Moskwa.(Vasily Perov)

Ilustrasi: Vasily Perov

Boneka

Kami mengeluarkan boneka dari mobil parajurit 
menyelamatkan nyawanya dari perang 
tiga perwira — para pria pemberani — 
meninggalkan ia sendirian di benteng. 
Mengikat seutas tali di lehernya; 
ia, putus asa untuk melarikan diri 
menatap parit-parit yang rusak, 
menggigil dingin dalam balutan kimono 
ada kayu di tanah perlahan terbakar.

Boneka yang tidak mati ialah tahanan 
hari itu, semua orang bisa saja tewas 
namun ia ada di sini, seperti boneka… 
ketika mengingat kekalahan mereka, 
ada rasa pahit, putus asa, dan takut di matanya. 
Aku tidak melihat kawah sedalam tiga depa 
atau mayat di tungku perapian yang menyala — 
aku hanya mendapati celah mata yang sipit, 
sanggul rambut yang diikat menjadi simpul, 
dan boneka yang tergantung di atas sutra 
terpilin-pilin dari balik pecahan kaca.

1939 


Tanah Air 

Aku melayari tiga lautan luas 
terbentang di antara kota-kota 
menudungi permadani meridian 
yang lebar dan penuh bersahaja. 
Namun saat granat terakhir 
terangkat di telapak tangan, 
sesingkat-singkatnya kau perlu ingat 
semua yang tersisa di kejauhan. 
Kau tidak ingat negara besar 
yang dikunjungi dan dipelajari, 
kau hanya ingat tanah airmu — 
seperti yang kau lihat semasih kecil. 
Tiga birch tumbuh di sebidang tanah, 
jalan panjang membentang di luar hutan, 
kapal-kapal berderit di sungai kecil, 
dan willow rendah sepanjang tepi berpasir. 
Di sinilah kita cukup beruntung terlahir, 
di mana selama sisa hidup sampai mati, 
kita pasti menemukan segenggam tanah subur 
untuk melihat tanda-tanda kehidupan di bumi. 
Ya, kau dapat bertahan hidup dalam panas, 
dalam badai petir, dan dalam cuaca beku. 
Ya, kau bisa saja kelaparan dan kedinginan 
untuk pergi ke peristirahatan abadimu... 
tetapi seumur hidup, kau tidak dapat 
mewariskan tiga birch ini kepada siapa pun. 

1941 


Aku akan datang menemuimu meski diriku harus menanggung hukuman seumur hidup. 


Aku, Si Paling Keras Kepala dari Semuanya… 

Aku, si paling keras kepala dari semuanya 
tidak mengiraukan segala fitnah 
tidak mengandalkan jemari sendiri. 
Siapa yang memanggilmu "Anda"? 
Aku pasti lebih jujur dan 
lebih muda dari yang lain 
aku tidak ingin dosa-dosamu digunakan 
untuk memaafkan atau menghakimi. 
Aku tidak memanggilmu "perempuan" 
tidak pernah memetik bunga bersamamu 
di matamu aku tidak terlihat murni 
seperti kekanak-kanakan. 
Aku tidak menyesal memilikimu dalam mimpi 
aku belum pernah menunggu bertahun-tahun, 
sekiranya kau bukan perempuan ideal bagiku 
yang datang sebagai diri seseorang yang lain. 
Aku tahu lebih baik bermimpi daripada malu 
kata-kata licik lebih jujur 
sebagai tempat berlindung saat malam tiba 
sebab bahasa selalu saja dipenuh kegairahan. 
Jikalau memang begitu aku harus menahanmu, 
bukan karena ditolak, 
namun kau harus mengetahui sosok lain.
Bukan berarti aku belum 
menemukan seseorang yang lebih baik,
kau pemalu, begitulah yang terjadi…
tidak perlu mengasihani 
jika memang harus begitu. 

Aku akan menahanmu, 
namun tidak akan melukaimu 
memanggil namamu perempuan.
Aku ingin memasuki bola matamu, 
namun bukan lingkar biru kosong 
bersedih atau bergairah 
semua terlahir secara murni. 
Bukan dengan bening mata tertutup 
bukan pula secara kekanak-kanakan, 
namun murni sebagai perempuan 
yang insomnia di malam buta…
Takdir menjelma sebuah kemalangaan 
aku enggan peduli siapa menghakimi kita. 
Aku akan datang menemuimu 
meski diriku harus menanggung 
hukuman seumur hidup. 

1941 


Baca juga: Puisi-puisi Anna Akhmatova
Baca juga: Brodsky dan Cinta Tak Sampai
Baca juga: Puisi-puisi Natalya Gorbanevskaya

 

 

 

 


Konstantin Simonov (Saint Petersburg, 28 November 1915 - Moskwa, 28 Agustus 1979), penyair, penulis, dan dramawan Rusia. Ia menerjemahkan karya-karya sastrawan dunia seperti Ernest Hemingway dan Arthur Miller. Perang menjadi tema utama dalam karya-karyanya sehingga dihadirkannya dalam novel epik berjudul Yang Hidup dan Yang Mati (1959). Simonov mendedikasikan sebuah puisinya berjudul Tunggulah Aku ​(1941) untuk kekasihnya, aktris Valentina Serova. Puisi itu diadaptasikan ke dalam film dengan judul yang sama Tunggulah Aku (1943) garapan sutradara Alexander Stolper di Studio Central United Film, Almaty, Kazakhstan. Kumpulan puisi terkenalnya Posledneye Leto (Musim Panas Terakhir) diterbitkan kembali oleh Penerbit Ast, Moskwa, 2011. Puisi-puisi di sini dialihbahasakan oleh Iwan Jaconiah, penyair dan editor puisi Media Indonesia. Ilustrasi header: Vasily Perov, Troika (1866), cat minyak pada kanvas, 123,5 х 167,5 cm, koleksi Tretyakov Gallery, Moskwa. (SK-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat