visitaaponce.com

Puisi-puisi Galeh Pramudianto

Puisi-puisi Galeh Pramudianto
(Ilustrasi: Gallery Davydkovo)

Tak Ada Lagi Bom Waktu di Sakumu

 

Ya, ledakan di sekujur tubuhmu-tubuhku tak akan menghantui
tatkala meja hijau telah sehijau gang-gang yang kosmopolit
berbeda kursi, tapi pada akhirnya ketegasan hukum tak menjadi sembelit

Ya, ledakan di sekujur tubuhmu-tubuhku tak akan menghampiri
karena tenggang rasa dan menerima segala warna
adalah bagian dari jejak kami
yang dilalui dari jalan setapak desa
hingga jalan protokol
merentang dari tembok kota 
dan jembatan bercokol
dari transportasi massal yang menghela
setiap udara dan langkah kaum pekerja

Ya, kupikir tak ada lagi bom waktu di sakumu-sakuku
karena perundungan di sekolah telah sirna
guru-guru menawarkan pembelajaran diferensiasi
sesuai dengan kompetensi
tak ada gaji sebulan yang viral di media sosial
dan warganet baru tahu detail itu semua
tak ada lagi romantisasi pahlawan dan masuk surga semata
karena perut kosong tak bisa diisi dengan pujian dan doa saja

Ya, kupikir tak ada lagi bom waktu di sakumu-sakuku
karena slogan Indonesia emas bukan pepesan semata
sekarang setelah kau baca puisi ini pada 2045
ternyata tak hanya sekadar nubuat
namun semua terbuat jadi berkat.

Pondok Betung, 2023

 

 

1000 Hari Pertama

 

1/
Inilah emas pertama
sebelum tahun-tahun mendatang
yang kerap disebutkan
bermula dari sepasang perjumpaan
resiliensi di dinding kehamilan
malnutrisi dan anemia patut dijauhkan

2/
Berikutnya inisiasi menyusui dini
bergerak mandiri
menyusur areola
melatih pancaindra
ibu yang berjuang 
dan ayah tak seharusnya kelimpungan
karena segalanya sudah dipersiapkan
bila memutuskan untuk menghadirkan aku ke dunia

3/
Kini aku siap menerjang
segala kesusahan hari
dan kesilapan di lanskap oligarki
coba menonjok udara
seperti aktor di film-film adolesen
yang tengah naik mobil
dan berteriak keluar jendela
sementara aku pusat dunia
dalam zoom in kamera
maka empati dan mengalami peristiwa
adalah standar yang harus dibawa
bukan karena jelang hari-hari pemilu
namun sudah harus meresapi ke urat nadimu
untuk apa?
tak perlu disebut
jika pamrih dan ada mau
karena 1000 hari pertama
aku telah dirawat sebaik-baik oleh perjuangan orang tua
maka berjuta-juta hari kemudian
teruslah menanam dan menyiram
karena setelahnya
tengkes bisa diatasi
dan emas yang kita nanti
akan datang di kemudian hari. 

Pondok Betung, 2023

 

 

Puisi dari Ruang Ganti

 

Puisi ini lahir dari keringat diaspora pemain timnas
yang sempat dicibir kedatangannya dengan dalih; 
          mengancam pembinaan pemain lokal 
tapi apa yang disebut lokal? 
          mereka punya warna yang sama
          merah putih bukan slogan semata
datang lebih awal saat latihan
setelah semua sesi dilahap
mereka tetap mengambil porsi latihan mandiri
hal yang luput dilakukan 
teman seangkatan kami

Cibiran itu perlahan sirna
mereka menunjukan apa itu 
bola-bola pendek akurat
bola panjang visioner
daya tahan 120 menit
penyelesaian akhir klinis
tidak dihantui sindrom selebritas
saat namanya melambung ke atas

Tetap menjejak sebagai atlet
tanggung jawab profesi bukan basa-basi
melainkan naluri yang terus diasah setiap hari
membayangkan tahun-tahun panjang disebut
garuda 2045 mendunia bukanlah pepesan kosong
tatkala diaspora dan pemain keturunan bersinergi 
dengan semua bakat alami kebanggaan nusantara
bukan sentimen golongan yang menaungi
namun kolaborasi antar lini yang menyertai

Puisi ini lahir dari ruang ganti
saat pelatih asing punya rasa nasionalisme berlipat ganda
itu menjadi teguran bagi kita semua
karena darah mendidih yang menolak menyerah 
tak dibatasi mereka lahir di mana
tak ada sekat-sekat batas kebangsaan dan geografis
karena atas nama garuda 2045 mendunia
yang tak lalai kepada semua lapisan generasi
itu harus dipompa bukanlah dilucuti

Puisi ini tak hendak menjadi motivasi usang
yang bicara nyaring hanya untuk dikenang
tak ingin pula menjadi pamflet darurat
yang kesiangan di meja kerjamu
karena tak semua orang percaya
puisi dapat mengubah dunia
terlalu naif bagi siapa saja

Ini hanya puisi yang lahir di ruang ganti
melihat keringat di setiap jersi
dan siap kembali lagi ke lapangan
karena hidup tak hanya 90 menit
peluit wasit hanyalah penanda
bahwa hidup tak perkara mencetak gol saja
tapi bertukar jersi dan peluk hangat di akhir pertandingan
dan ode dari suporter terus bergelora.

Pondok Betung, 2023

 

 

Tak Apa Alien Belum Ditemukan

 

Ini kunjungan pertama kami
debu dan segala kau tahu
pelayaran ini spekulasi
antara mencari dan mencuri
jauh sebelum reptil pertama
dan hewan gigantik tiba

Kami telah meluncur di tanah pejal
dan saling menyusul
di berbagai senyawa dan mikroba
bakteri yang bestari

Ini kunjungan pertama kami
menjelajah antar bintang
melewati galaksi lain
kami yakin kami tak sendiri di semesta ini
ada tetangga bisa dikunjungi
dan kelak menengoknya
bila bosan dengan peradaban

Ini kunjungan pertama dan mungkin terakhir kami
kalian mampu membaca tulisan ini
setelah diam-diam dari kejauhan
kami menyadap seluruh bahasa di planet bumi
dan inilah tersisa: jejak dan enigma bagi semesta
bagi kalian pembaca

Aku membayangkan empat bait di atas yang ditulis alien
dan peninggalan mereka telah kami abadikan
aku membayangkan bila ternyata itu tak terjadi
maka tak apa; tak apa alien belum ditemukan
karena dari sisa itu manusia mengenal fiksi

Ingatan membentang 
sepanjang belantara hutan tak dibakar
masih saling mendengar dan berkabar.

Pondok Betung, 2023


Baca juga: Puisi-puisi Uhan Subhan
Baca juga: Puisi-puisi Yana Risdiana
Baca juga: Puisi-puisi Farida Ramadhani

 

 

 

 


Galeh Pramudianto atau Galeh Pramudita Arianto, pengajar dan pemuisi, lahir di Jakarta, 20 Juni 1993. Buku kumpulan puisinya Asteroid dari Namamu (Yogyakarta: Basabasi, 2019). Ia merupakan peraih Penghargaan Acarya Sastra 2019 dari Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Puisi-puisi di sini masuk dalam 50 peserta terbaik pada Lomba Cipta Puisi Media Indonesia 2023. Sehari-hari berdomisili di Pondok Aren, Tangerang Selatan dan bekerja sebagai guru di SMA Makarios, Jakarta Barat. (SK-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat