visitaaponce.com

Dolar AS Naik, Harga Pangan yang Masih Diimpor akan Terdampak

Dolar AS Naik, Harga Pangan yang Masih Diimpor akan Terdampak
Ilustrasi(MI/Moh Irfan)

KETUA Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno membenarkan biaya produksi sektor usaha yang menggunakan dolar AS akan meningkat kalau dikonversikan ke dalam nilai rupiah. Namun hasil devisa ekspor juga akan naik kalau di kurs dalam rupiah, terutama seperti ekspor komoditas.

Untuk industri yang bahan bakunya dalam rupiah tetapi hasil produksi diekspor, maka akan mendapatkan positif dari nilai tukar dolar AS yang meningkat. Sedangkan pada industri yang mengimpor barang jadi dan dijual di dalam negeri maka akan menaikan harga barang jadinya.

"Juga untuk bahan pangan yang masih diimpor yaitu kedelai, jagung, gandum serta bahan baku gula (raw sugar) dan garam industri," kata Benny, saat dihubungi, Selasa (30/5).

Baca juga: Izin Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut Sengsarakan Warga Pesisir

Bila nilai dolar AS berada di ketinggian untuk jangka menengah dan panjang harga pangan dan makanan minuman dia katakan akan ikut naik. Tapi kalau dolar AS tinggi untuk jangka pendek importir biasanya sudah lakukan hedging dolar AS ke rupiah dan sebaliknya. Dampak dolar AS tinggi ini akan sangat banyak. Terutama karena Indonesia masih mengimpor kedelai sebagai bahan baku makanan seperti tempe tahu dan juga impor jagung untuk pakan ternak.

"Sehingga harga produk peternakan juga akan naik," kata Benny.

Baca juga: Isu Gagal Bayar AS, Dunia Usaha tak Ambil Pusing

 

Kondisi dan Situasi Amerika Sedang Berat

Dihubungi terpisah, Sekjen Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), Toto Dirgantoro mengatakan disetujuinya permintaan pemerintah Amerika Serikat untuk kenaikan pagu utang AS oleh DPR Amerika memang otomatis harus terjadi. Alasannya karena memang kondisi dan situasi Amerika yang sedang berat.

"Memang kenaikan pagu utang AS akan memicu nilai dolar AS semakin melambung tinggi. Tapi pastinya saat ini Indonesia juga sudah mulai menggunakan local currency dalam bertransaksi dengan masing-masing negara yang telah bekerja sama," kata Toto saat dihubungi, Selasa (30/5).

Seperti transaksi perdagangan dengan China, telah menggunakan yuan renminbi dan rupiah. Kemudian transaksi juga telah menggunakan won dalam perdagangan dengan Korea Selatan.

"Jadi pengusaha juga menghindari ketergantungan terhadap dolar AS," kata Toto.

Meski begitu, kondisi dolar AS yang naik akan menguntungkan bagi sektor ekspor Indonesia yang menggunakan bahan baku lokal, sepanjang pihak pembeli tidak menurunkan harga akibat melihat kurs dolar AS yang tinggi.

Sepanjang kondisi perdagangan tersebut normal, untuk produk-produk dalam negeri khususnya seperti mebel, furniture dan lain sebagainya pastinya akan menikmati keuntungan yang lebih dengan kondisi dolar AS yang tinggi.

Sebaliknya, sebaliknya sektor usaha yang menggunakan produk impor pasti akan mengalami beban semakin berat. Apalagi kalau sektor usaha yang mengimpor bahan baku untuk produksi lokal, maka harga produk lokalnya juga akan meningkat.

"Konsekuensi yang ada, memang hal demikian harus selalu terjadi apalagi kalau krisis itu merupakan krisis multinasional," kata Toto. (Try/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat