visitaaponce.com

UGM Sektor Pertanian Alami Banyak Masalah

UGM: Sektor Pertanian Alami Banyak Masalah
Ilustrasi(Antara)

DOSEN pertanian, agroklimatologi, dan perubahan iklim UGM, Bayu Dwi Apri Nugroho mengatakam, petani-petani di tanah air masih menghadapi banyak permasalahan. 

Permasalahan-permasalahan yang terlihat di antaranya menyangkut alih fungsi lahan yang sedemikian cepat, harga panen yang fluktuatif, perubahan iklim yang berakibat pada cuaca yang dinamis dan unpredictable, kenaikan harga bahan bakar minyak, dan lain-lain.

"Semua tentunya akan berpengaruh pada biaya produksi yang dikeluarkan petani. Tetapi dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi, ada satu masalah yang mungkin tidak hanya dialami Indonesia, namun juga hampir di seluruh dunia yaitu menyangkut soal regenerasi petani," ujar Bayu dalam siaran pers dari Humas UGM, Kamis (11/1).

Baca juga : Dongkrak Produktivitas, Anies Dorong Modernisasi Pertanian

Baca juga : Amin Bakal Membuat Bisnis Petani Menarik untuk Anak Muda

Regenerasi petani 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jumlah petani pada tahun 2019 mencapai 33,4 juta orang. Dari jumlah tersebut, petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya 8 persen atau setara dengan 2,7 juta orang, dan sekitar 30,4 juta orang atau 91 persen berusia di atas 40 tahun dengan mayoritas usia mendekati 50-60 tahun.

Kondisi inipun diperparah dengan penurunan jumlah regenerasi petani muda. Dalam data yang sama periode 2017 ke 2018, penurunan jumlah petani muda mencapai 415.789 orang. Penurunan ini menjadi perhatian Presiden Jokowi dan meminta anak-anak muda terjun ke dunia pertanian.

Baca juga : Anies Janji akan Bangun Gorontalo Jadi Kota Agropolitan

Baca juga : Terpaksa Berhenti Sekolah, Petani Milenial asal Banjarnegara ini Kini Berpenghasilan di Atas UMR

Pentingnya regerenasi petani ini, menurut presiden, akan menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Bahkan, dengan regenerasi petani maka pertanian dinilai bakal kembali berjaya karena dengan pola pikir maju di sektor pertanian oleh anak muda maka hasil-hasil pertanian dinilai akan sangat menjanjikan.

Salah satu cara yang harus dilakukan untuk menarik minat anak-anak muda ke dunia pertanian adalah dengan pengenalan teknologi di bidang pertanian kepada anak-anak muda. Tidak hanya kepada anak-anak muda yang berasal dari anggota keluarga petani tetapi juga anak-anak muda yang notabene bukan dari keluarga petani.

Bahkan, dalam pandangannya jika perlu soal pertanian dan teknologi pertanian sudah diperkenalkan mulai tingkat sekolah dasar. Diharapkan dengan cara seperti ini image terkait pertanian konvensional dan tidak modern bisa dihilangkan.

"Sebagai contoh penggunaan drone, kalau selama ini penggunaan drone hanya digunakan untuk foto-foto atau mendokumentasikan suatu kegiatan. Kenyataan drone juga bisa digunakan untuk memantau kondisi tanaman bahkan bisa digunakan untuk penyemprotan pupuk, pestisida di lahan-lahan sawah," terangnya.

Belum lagi kehadiran aplikasi-aplikasi pertanian yang baru di smartphone. Hal ini menunjukkan melalui smartphone para generasi muda bisa dengan mudah memantau harga produk pertanian, chatt atau saling berkomentar terkait pertanian hingga memantau kondisi lahan secara realtime.

Smartphone juga bisa menjadi bagian dari solusi. Tidak hanya sensor dan drone, menurut Bayu, fitur-fitur lain dalam aplikasi pertanian yang mendukung pertanian cerdas sangat diperlukan, misalnya, chatbot dan voice command sebagai wahana komunikasi petani yang ingin bertanya tentang pertanian. Lalu, penggunaan robot untuk otomatisasi dalam penanaman dan 
pemanenan. 

"Meskipun biaya untuk hal ini terlalu besar, tetapi ke depan pemanfatan robot merupakan bagian dalam suatu pertanian cerdas,"jelasnya.

Bayu meyakini pemanfaatan inovasi dan teknologi-teknologi di dunia pertanian sangat membantu menaikkan minat anak-anak muda ke dunia pertanian meskipun belum signifikan. Karenanya hal lain yang mungkin harus selalu dilakukan adalah mengenalkan pertanian termasuk pemanfaatan-pemanfataan teknologinya sedini mungkin.

Kurikulum pertanian di sekolah

Ia berpandangan melalui pendidikan sebagai salah satu cara efektif yaitu dengan memasukkan materi pertanian dan teknologi pertanian ke dalam kurikulum atau materi pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Meski begitu cara ini masih mengharapkan support dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu sebanyak mungkin bangunan agrotourism dan agroedutechnopark di daerah-daerah.

Pembangunan agrotourism dan agroedutechnopark memiliki manfaat yang besar. Selain sebagai taman rekreasi bagi masyarakat dapat juga dimanfaatkan untuk mengenalkan pertanian beserta teknologi di dalamnya.

"Siswa-siswa SD, SMP dan SMA dijadwalkan untuk kunjungan ke agrotourism atau agroedutechnopark tersebut secara terprogram dan terjadwal," katanya.

Dengan berkunjung di agrotourism atau agroedutechnopark masyarakat khususnya anak-anak muda menjadi paham dan mengerti persoalan pertanian dan berbagai teknologi yang dipergunakan. Hal ini penting untuk ditawarkan karena tidak sedikit dari masyarakat masih memiliki pandangan jika pertanian identik dengan petani tua, konvensional, kotor-kotor dan tidak menguntungkan.

"Saya kira dengan pengenalan pertanian dan teknologinya sedini mungkin di tingkat SD, SMP dan SMA, ada harapan di masa depan Indonesia bisa terbebas dari bayang-bayang impor. Bahkan, jika mungkin sebagai negara pengekspor pangan yang tentunya akan meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia," tandasnya. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat