visitaaponce.com

Kenali Bahaya Lesi Otak

Kenali Bahaya Lesi Otak
MRI dapat digunakan untuk mendeteksi adanya lesi otak.(AFP/ALAIN JOCARD)

BELUM lama, presenter Ruben Onsu sempat pingsan dan dilarikan ke ICU rumah sakit. Kadar hemoglobin dalam tubuhnya di bawah angka normal, yakni dari idealnya 12-14. Ia menjalani perawatan selama beberapa waktu. Ruben Onsu sendiri mengaku bingung kenapa darahnya terus menurun. 

Ia pun tidak merasakan apa-apa saat darahnya menurun. Di rumah sakit, diketahui dari hasil dari pemindaian otak terdapat bintik hitam atau lesi pada otaknya. Salah satu akibatnya, suami dari Sarwendah Tan kekurangan darah secara terus-menerus sehingga harus menjalani tranfusi 7 sampai 10 kantong darah. "Kemarin itu juga ada bercak-bercak putih di bagian otak," kata Ruben Onsu di kanal YouTube sebuah stasiun televisi swasta. 

Selain transfusi, Ruben mengaku ia kini tidak tahan berada di ruangan ber-AC dingin dalam jangka waktu lama seperti ketika menjalani syuting di studio. Ketika terkena suhu dingin, pandangan matanya menjadi kabur.

Baca juga: Tingkatkan Kesadaran untuk Cegah dan Kendalikan Hepatitis di Tanah Air

Lesi otak bisa disebutkan sebagai kerusakan pada otak yang muncul karena penyakit, mutasi sel, benturan dari kecelakaan, trauma atau sebagainya. Lesi otak terlihat pada tes pencitraan otak seperti MRI atau computerized tomography (CT). Pada pemindaian CT atau MRI, lesi otak muncul sebagai bintik gelap atau terang yang tidak terlihat seperti jaringan otak normal.

Dokter Spesialis Bedah Saraf dr. Petra Wahjoepramono, SpBS menjelaskan gejala yang ditimbulkan pada pasien lesi otak tergantung bintik hitam berada di otak bagian mana. Karena pada dasarnya otak mengatur organ tubuh jika ada kerusakan atau bintik akan mempengaruhi gerak dari tubuh.

"Otak kan mengatur seluruh badan sehingga tergantung dari posisi lesinya jadi lesi otak memiliki gejala yang berbeda-beda. Baru kemudian bisa dilihat apakah penyakit bawaan dan di semua umur jika habis kecelakaan atau bagaimana sehingga bisa menyebabkan lesi terjadi," kata Petra saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Namun pada umunya gejala yang ditimbulkan seperti sakit kepala, demam, nyeri pada leher, perubahan pandangan, hilangnya ingatan dan sebagainya. Selain itu, lesi juga bisa menyebabkan kelumpuhan, gangguan bicara, gangguan BAB, BAK, sakit kepala, kejang, disorientasi, gangguan bahasa, dan gangguan fungsi kognitif seperti berpikir.

Cek berkala

Dokter Petra menjelaskan terdapat beberapa tipe lesi antara lain berbentuk gumpalan pembuluh darah ada dan tumor seperti daging padat. Ini bisa disembuhkan jika lesi masih jinak dengan operasi atau penyinaran bisa dibantu, tapi yang ganas semakin bertambah usia malah semakin ganas.

"Bagi pasien lesi yang sudah paruh baya lewat biasanya mengarah keganasan. Faktor risiko yang ada bisa terjadi karena ada mutasi yang mengakibatkan lesi timbul," ujarnya.

Baca juga: Atur Pola Makan dan Aktivitas Anak Sekolah

Ruben Onsu sendiri disebutkan harus melakukan transfusi karena kekurangan darah. Ini bisa disebabkan sudah terjadi lesi di bagian tubuh lainnya yang membutuhkan banyak darah. "Dengan gejala di badan lain yang menggerogoti darah, kalau dari otaknya sendiri jarang yang menggerogoti darah," ucapnya.

Pencegahan yang bisa dilakukan di antaranya jikalau kalau memang terjadi mutasi sel maka bisa cek secara teratur terlebih pada psien yang sudah lewat 40 tahun maka bisa dilakukan MRI kepala secara berkala apakah ada masalah atau tidak. "Dan tentu saja melakukan gaya hidup bersih dan sehat dan olahraga yang teratur. Jangan lupa makan yang teratur dan bergizi tentunya," pungkasnya. (H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat